11

86 18 0
                                    

Aku dan Bella sudah berada di dalam kelas. Menunggu seorang guru untuk datang dan mengajar. Saat guru datang, aku dengan malas mengeluarkan buku.

“Siapa yang bernama Alyssum?”

Sebentar, kenapa namaku di panggil? Tatapan seluruh kelas tanpa terkecuali mengarah padaku.

“Sa-saya” aku mengangkat tangan, ragu-ragu.

“Pergilah ke ruangan Yang Mulia Simon”

“Ya?”

Aku tidak salah dengar kan? Bertemu Simon sekarang? Itu berarti aaahhh aku tidak perlu belajar.

“Cepat pergi”

“Baik!”

Buku yang terbuka segera aku tutup dan masukkan kembali. Secepat kilat diriku keluar kelas.

“Kau Alyssum?”

“Aaahh”

Suara seorang lelaki yang berdiri tepat sebelah pintu membuatku terperajat.

“Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu terkejut”

“Siapa?” aku baru pertama kali melihatnya. Ah tidak, aku pernah melihatnya berjalan bersama Simon.

“Edric, ajudan Yang Mulia”

Waahh, untuk apa seorang ajudan berada di sini?

“Aku akan mengantarmu pergi menemui Yang Mulia”

“Aaahh Terimakasih, tapi untuk apa?” sepertinya aku bisa bersikap santai, tidak ada permusuhan di wajahnya.

“Yang Mulia berkata, kau mungkin akan tersesat jika tidak ada yang memandumu” sambil berjalan Edric, menjelaskan.

Auuhh, sudah tampan, perhatian pula. Benar-benar. Kalau saja dirinya bukan Simon sudah pasti akan aku culik.

“Perhatikan ekspresimu. Jangan lakukan itu di depan Yang Mulia”

Wajah bersahabat Edric berubah menjadi wajah sinis dan penuh permusuhan. Haahh, sebenarnya ada apa dengan wajahku? Ini kali kedua aku di panggil Simon dan kali kedua juga aku di beritahu agar menjaga wajah dan ekspresi. Apakah wajahku terlihat cabul? Tidak! Sepulang bertemu Yang Mulia, aku harus belajar mengontrol ekspresiku.

“Ya”

Walau sudah beberapa kali pun, aku melewati jalan ini tetap saja terasa asing. Memang lebih baik memiliki pemandu seperti ini. Tapi, kalau Yang Mulia sampai meminta orang untuk menemaniku, bukankah itu berarti Kashwan tidak percaya padaku? Tidak bisa begini. Aku harus belajar berpergian tanpa orang lain. Yah, demi wajah dan kehormatanku di depan Yang Mulia. Tenang saja Simon, aku akan menjadi seseorang yang bisa kau banggakan. Hahaha.

Aku berhenti memikirkan hal-hal menyenangkan karena tatapan seseorang. Haahh, hal paling pertama sepertinya harus belajar mengontrol wajahku.

“Eeemm ada apa?” basa-basi aku bertanya pada Edric.

“Sebelum masuk, aku peringatkan sekali lagi. Jaga sikapmu.”

“Tentu” berusaha tersenyum, walau hati ini sangat ini memaki.

“Yang Mulia”

Saat aku berada di dalam, Simon terlihat sangat sibuk dengan dokumen yang menggunung. Apa sebentar lagi ada acara? Seingatku tidak ada.

“Ah duduklah”

Aku segera duduk di sofa, walau Simon sudah menyuruhku dirinya masih fokus dengan pekerjaannya. Waahh bagaimana seseorang bisa terlihat sangat suci? Seakan dirinya tidak memiliki kotoran atau dosa sedikit pun.

Kemeja hitam yang ia pakai juga membuatnya semakin mempesona. Tiga kancing yang di buka, kedua tangan kekar yang terlihat. Rambut yang tertarik ke atas, ada beberapa keringat di sana. Wah perlu menunggu waktu berapa lama, aku menunggu saat saat seperti ini?

Mata kami bersinggungan sebentar, tapi tidak mengalihkan mata unuk melihat tubuhnya lebih jauh. Yaahh kapan lagi, aku bisa dengan leluasa melihatnya? Yang Mulia pasti tidak akan menyadarinya, karena ia segera menunduk, kembali ke dokumen. 

Tubuhnya memang terlihat kurus, tapi ketika beliau menggunakan pakaian yang ketat ototnya terlihat. Lihat juga dadanya yang sedikit terbuka itu, putih dan besar nyaman sekali pasti bersandar di sana. Tiba-tiba tangan besarnya menutup kancing ke-tiga, lalu ke-dua lalu ke..

“Tidak!”

Aku terkejut karena berteriak, tak terkecuali Yang Mulia. Uuuggghhh mau taruh di mana wajahku sekarang?

“Ah maksud saya, anda tidak perlu mengancingnya eemm bukan apa-apa pasti panas jadiii eemmm”

Mata emasnya memicing, pasti mengira-ngira apa yang aku inginkan atau seolah berbicara ‘apa yang kau omongkan?’. Haahh entah, aku tidak bisa membaca ekspresinya lebih jauh. Bukannya berhenti setelah mendengar ocehanku, dirinya malah semakin mengencangkan kancing bukan hanya menutup tulang selangkanya tapi sampai menutup leher. Waahh habis sudah kesan baikku yang selama ini aku bangun.

“Ekhheemm”

Kashwan menaruh pena dan berjalan untuk duduk di depanku.

“Alasan aku memanggilmu karena undangan dari Kaisar.”

Dirinya memberikan sebuah undangan bersegel Kekaisaran.

“Lalu untuk apa saya?”

Hanya kalangan akademi yang tau bahwa aku seorang utusan. Jadi tidak ada alasan untuk pihak Kekaisaran mengundangku. Kecuali, jika Kerajaan Suci atau Simon sendiri yang sudah mengabarkan.

“Kerajaan Suci akan memperkenalkanmu sebagai utusan di acara itu.”

“Apa bisa begitu Yang Mulia?”

Bukankah biasanya akan diadakan terpisah? Dari apa yang aku pelajari, kita tidak boleh menyiarkan sesuatu yang penting ketika acara Kekaisaran diadakan.

“Aku yang akan mengirim surat secara langsung. Kita harus bergerak cepat. Kau harus di kenal lebih dulu sebelum kita pergi memeriksa isi prasasti”

“Jadi kapan Yang Mulia?” mengeguk air liur, berharap aku di beri waktu untuk mempersiapkan diri.

“Besok lusa”

“APA?” kali ini teriakanku lebih kencang.

Yang benar saja. Aku tidak bisa memperhatikan wajah Kashwan saking terkejutnya. Sebentar, kalau itu istana Kekaisaran sudah pasti para pemeran utama akan berkumpul.

Haaahhh ada rasa antisipasi untuk melihat mereka menjadi sebuah kenyataan, tapi di sisi lain aku takut. Tidak apa apa ketika datang hanya untuk pajangan dan menonton, tapi kali ini aku yang jadi sorotan. Mana aku lupa lagi bagaimana kepribadian mereka, karena alasan utama aku membacanya pun ya karena beliau ini.

Kashwan memperhatikan pergerakan Alyssum, anehnya meski sekali bertatap mata. Ia tidak bisa mendengar satu suara pun, lebih tepatnya terlalu berisik sehingga ia tidak tau apa yang ia dengar. Tapi kalau di lihat dari raut wajah Alyssum ia terlihat cemas.

“Tenang saja, aku akan selalu berada di sisimu. Kau tak perlu takut.”

“Hmp, Yang Muliaaa”

Alyssum yang mendengar itu, langsung menutup mulutnya.

[Kashwan benar benar berbahaya. Dia tidak tau betapa aku harus menata jantung yang berdetak tak karuan. Ini salahnya kalau aku mati mendadak. Dan dari mana ia belajar mengatakan hal hal manis?]

Ya seharusnya begini. Seharusnya ia bisa membaca pikirannya. Kashwan tidak pernah menyangka, ada hari di mana dirinya tidak menyukai kenyataan bahwa pembaca pikirannya, tidak berfungsi.

Pikiran wanita di depannya tentang dirinya, sangat menarik. Kashwan jadi sangat ingin terus-terusan mendengarnya. Tanpa sadar ia tersenyum.

“Yang Mulia, jangan tersenyum begitu”

Kashwan membenarkan wajahnya setelah melihat wajah Alyssum memerah.

‘Apa aku baru saja tersenyum?’

Ia sendiri pun terkejut.

Satu Dunia ama Mas CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang