03

188 37 0
                                    

“Siapa yang berani menggunakan spell?”

Seorang pendeta datang dengan tergesa gesa dan berteriak. Seluruh pasang mata menatap kearahku. Eiiyy, kalian ini teman temanku, mengapa harus menatap intens begitu?

Kalau begini caranya, pendeta itu pasti langsung tau siapa dalangnya. Tapi, sebentar mengapa aku bisa membuat kehebohan padahal aku tidak tau apa itu spell?

“Kau, lagi lagi kau Niall. Selalu membuat masalah”

Sebelum aku dag dig dug, bingung harus menjawab apa. Pendeta itu datang kearah kakak tingkat didepanku. Ah siswa bermasalah ternyata.

Hoho, haruskah aku berkata terimakasih? Cih tidak mungkin. Ini adalah karma karena sudah menghina dan meremehkan orang tua.

“Apa? Tidak guru, kali ini bukan aku. Tapi dia”

Oh pendeta itu seorang guru ternyata, eh bukan itu yang penting. Semua orang tidak terkecuali mengarahkan matanya padaku. Wah dasar cepu. Apa kali ini aku tertangkap? Tapi aku tidak tau kesalahanku.

“Hah, kau berani mempermainkan guru? Kau kira aku bodoh? Tidak mungkin angkatan tahun pertama tau mengenai spell. Keliling lapangan 5 kali.”

“Tapi…”

“Bersihkan seluruh kolam”

“Tidak akan, ini bukan salah saya”

Hoh, boleh juga sikapnya.

“Apa? Ikut aku”

Kemarahan guru sepertinya sudah dibatasnya. Ia berjalan sambil menjewer telinga kakak tingkat yang bernama Nila eh bukan Naill eemm sepertinya bukan itu ah taulah, mana mau aku mengingat ingat namanya.

“Aaahh guru”

Kakak tingkat itu menatap mataku dengan penuh permusuhan. Aku tentu saja bahagia, sambil melambaikan tanganku. Berbisik ‘Terimakasih’. Ya ya meskipun aku tidak tau salahku, tapi tidak ada salahnya berterimakasih.

“Guru lihat dia, aarrgghh sakit”

Ketika Nila ingin mengadu perbuatanku, guru makin mengencangkan jewerannya. Hoho salah siapa suka mengadu, rasakan akibatnya.

“Okey okey, sekarang bubar bubar”
Kenapa dengan orang orang ni? Masih saja berkumpul.

“Ya ya benar, kembali ke tempat kalian” aku merasa seperti tukang parkir.

🌹🌹🌹

Insiden itu berlalu tanpa masalah yang lebih besar. Semua orang juga sepertinya sudah selesai dengan tes pertama mereka. Aula yang tadi berisi setengah, sekarang sudah penuh diisi oleh murid baru.

"Sekarang kau benar benar temanku Liz"

“Ya?”

Tuk tuk tuk

Aku tidak mendengar jawaban Arabella karena dipanggung, ada seorang guru dengan kumis tebal memenuhi depan hidungnya. Aku sampai terheran heran, apa bisa dirinya bernafas jika memiliki rambut setebal itu?

“Tenang”

Saat semua murid sudah diam dan tidak ada suara. Guru bertubuh tinggi namun ramping itu melanjutkan bicaranya yang terjeda.

"Selamat datang di akademi pendeta para murid baru. Sekarang saatnya menentukan ketua angkatan dimasing masing perwakilan"

Aula kembali ramai, kali ini karena ada beberapa orang dengan jubah satu daun membawa bejana. Berbeda dengan bejana yang pertama kali digunakan, ia berbentuk lebih besar dan tinggi. Bejana bejana itu ditaruh didepan tiap perwakilan.

“Bejana saat kita masuk, hanya bisa memastikan orang orang pilihan Dewa atau Dewi. Sedang bejana didepan ini, mereka bisa memastikan seberapa banyak ‘kasih karunia’ yang diturunkan, atau yang sering kita dengar ‘kekuatan suci’. Mereka bisa mengukur tinggi rendahnya kekuatan suci seseorang”

“Ah kalau begitu, tertinggi akan menjadi ketua?”

Aku baru mendengarnya, untung saja temanku ini mau berbagi informasi.

“Ya. Satu lagi, sebagai ketua perwakilan potensi bertemu Simon dan ja…”

“Benarkah?”

Aku tidak tau apa yang akan Bella katakan, tapi yang jelas aku mendengar kata Simon. Meski aku tidak menyukai tanggung jawab karena merenggut kebebasanku, tapi demi bertemu Idolaku. Aku rela melakukan apapun.

“Hah? Ya, benar sekali”

“Okey kalau begitu. Mari kita berdoa supaya aku menjadi ketua”

“Wah kau ingin menjadi ketua?”

“Sangat, jadi bantu aku. Okey?” aku memegang kedua tangannya, memohon.

“Baiklah, ayo kita berdoa”

Mulai fokus berdoa, aku menangkupkan kedua tangan.

‘Dewi Demeter, tolonglah aku. Aku tau Engkau Dewi yang sangat dermawan. NamaMu di suatu negara, membawa kemakmuran bagi mereka, tidak ada yang sakit maupun kelaparan. Aku berjanji, akan berdoa dipagi buta, menjadi perwakilanMu yang sangat setia. Aku akan melakukan apapun demi meluaskan namaMu, aku berjanji tidak akan tidur demi mendengar orang orang yang membutuhkan arahan pertanian. Aku akan menjadi budak tanpa upah milikMu. Jadi mohon, jadikan aku ketua perwakilan’

Aku melantunkan apapun yang ada dikepala.

“Wanita berambut ungu, berhenti berdoa, taruh saja tanganmu dibejana”

Seorang lelaki dengan jubah satu daun hijau, berteriak padaku.

“Huuhh siap kak”

‘Dewi Demeter, aku mohon. Dengarlah doaku.’

Tanganku gemetar saat memegang bejana. Saat tanganku menyentuh bejana. Cahaya berwarna hijau bersinar sangat terang, cahaya itu kemudian menyebar keseluruh aula.

Dari lubang bejana pun keluar cahaya berwarna hijau yang sangat pekat, sinarnya memenuhi langit langit aula, padahal tingginya bisa mencapai puluhan meter.

“Waaahh”

“Cahayanya”

“Ini ini”

Seluruh aula, menjadi berisik.

‘Buju buneenngg, tinggi sekaliii’

Aku menatap langit langit aula yang bersinar.

Krek

Suara pecahan itu membuatku terdiam. Apa sekarang bejananya rusak? Kakak tingkat didepanku pun terlihat sangat terkejut.

“Ke ketua perwakilan Dewi Demeter telah terpilih. Siapa namamu?” guru berkumis yang ada dipanggung langsung berkata disela sela keributan.

“Saya?”

Assaaaa, aku tidak percaya bisa menjadi ketua aarrgghh.

“Alyssum, nama saya Alyssum” aku tidak boleh membuat guru menunggu lebih lama.

“Ketua Perwakilan Dewi Demeter angkatan 124 adalah Alyssum”

Suara aula semakin berisik berkat pengumuman resmi sang Guru.

[Selamat menjadi budak tanpa upah milikku, Alyssum]

Ditelingaku, tiba tiba terdengar suara lembut seorang wanita. Sepertinya, hanya aku yang bisa mendengar. Wah, apa itu suara Dewi Demeter? Gila gila.

Satu Dunia ama Mas CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang