Khansa menyangga kepalanya dengan tangan kanan yang kini ada di atas meja. Matanya setia menatap datar Lian yang sangat khusyuk memakan karaage dan odeng yang mereka beli sebelum pulang tadi. Ia bisa melihat bagaimana mulut Lian yang beberapa kali terbuka karena kepedasan dan kepanasan akibat menyeruput kuah odeng.
Ingin mengatakan Lian aneh tapi Khansa sendiri sudah khatam bagaimana tingkah laku Lian sampai ke palung-palungnya. Ia hanya tidak habis pikir. Sahabatnya yang satu ini seolah lupa dengan kejadian di stasiun tadi. Menangis-nangis tidak jelas seperti orang bodoh. Walaupun memang bodoh sih. Hanya orang bodoh yang rela datang jauh-jauh dan menghabiskan banyak uang untuk menemui orang yang presensinya saja tidak jelas.
Tapi di sisi lain Khansa merasa bersyukur. Pilihannya memanglah tepat. Yaa walaupun semuanya berkat kepribadiannya sebagai pengamat. Yang jelas ia tahu pasti. Obat sakit hati Lian hanya satu. Makan enak.
"Dia gak ada ngechat ngechat gitu kah buat sekedar ngabarin kalau ga bisa dateng?" celetuk Khansa yang tidak tahan dengan pertanyaan yang terus berputar di otaknya.
Lian menghentikan kegiatan makannya. "Hess jangan bikin aku keinget itu lagi dong. Jadi sedih nih," protes Lian yang langsung merubah air mukanya menjadi sedih.
Khansa terkekeh. "Halah ngapain sedih. Ketawain aja ga sih. Udah tau dia orangnya emang ga pernah ngasih timbal balik yang setimpal sama yang kamu kasih. Masih aja berharap," ucap Khansa diiringi dengan tawa kecilnya.
Lian menghela nafas. Mau memprotes lagi tapi lubuk hatinya mengiyakan apa yang diucapkan Khansa tersebut. Ia sadar dengan kebodohannya. Jadi, haruskan ia ikut tertawa bersama Khansa?
"Udahlah, Li. Emang kalau mikirin cowok itu ga akan ada habisnya. Buang waktu namanya kalau hidup cuma digunain buat mikirin cowok. Mending mikirin diri sendiri aja dulu. Fokus sama tujuan hidup. Masih banyak yang harus kamu lakuin buat gapai tujuanmu itu. Lagian sekarang kan kamu lagi proses ngerjain tesis. Nah tuh pikirin gimana caranya biar itu tesis bisa selesai cepet. Jadi lulus S2 mu juga bisa cepet. Nanti langsung cari kerja. Terus dapet cuan, bisa foya-foya deh," jelas Khansa yang seperti biasa selalu memberikan petuahnya. Tapi juga seperti biasa, ujung-ujungnya ia akan membahas cuan.
Lian tersenyum kecut. "Ngomong aja gampang deh. Ngelakuinnya ya belum tentu," sungut Lian lalu kembali melanjutkan kegiatan makannya yang sempat terhenti tadi.
Khansa mendecakkan lidahnya. "Tinggal iyain doang apa susahnya sih," ucap Khansa sebal. "btw besok mau jalan-jalan gak? Mumpung habis gajian nih. Jadi bisa bebas foya-foya," sambung Khansa yang langsung menghadirkan binar di mata Lian.
"MAULAHH!" balas Lian antusias. "emang mau kamu ajak jalan-jalan kemana?" tanya Lian kemudian.
"Sea World,"
***
Ihya spontan membuka mulutnya sesaat setelah membuka pintu. Terkejut melihat kedatangan rombongan lenong yang tidak diundang ke kontrakannya. Sementara ketua rombongan hanya tertawa hambar menangisi nasibnya hari ini yang kurang beruntung.
"KAK IHYAAAAAAA!!!!"
Ihya meringis mendengar teriakan dua anak kembar di depannya yang sangat memekakkan telinga. Ingin sekali menolak kehadiran mereka dan kembali menikmati hari tenang, tapi ia kecolongan. Nita dan Nata dengan cepat masuk ke dalam rumah dan langsung menempatkan diri melompat di atas sofa.
"Ada perlu apa sih ponakan lu dateng ke sini?" sungut Ihya pada Dion yang masih setia berdiri di depan pintu.
Tidak berminat menjawab pertanyaan dari Ihya tersebut, Dion memilih melangkahkan kakinya masuk dan mendekati dua keponakannya yang saat ini asik melompat di atas sofa. Melihat hal itu pun membuat Ihya mau tak mau mengikuti langkah Dion setelah kembali menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paus
RomanceLian itu unik. Kadang bersikap bisa mengatasi semuanya sendiri. Kadang juga merasa kewalahan dengan masalah yang dihadapinya. Sampai di suatu titik dimana masalah yang datang itu membuatnya sulit untuk sekedar berkata. Saat itulah sosok paus biru da...