Chapter 3

87 20 5
                                    

Waktu minggu-minggu awal Build ngajar anak-anak kelasnya, Rizal kerjaannya nangis terus. Arka gak pernah nyaut kalau dipanggil namanya atau diajak bicara. Aisha jarang masuk. Tapi kata bu Jennie, di SLB anak-anaknya emang suka pada gitu sekolahnya. Belang betong alias gak konsisten kalo kata orang Sunda mah.

Setelah lewat sebulan, Rizal udah mulai akrab sama Build. Tapi kerjaannya pengen pipis terus, jadi kadang pas di tengah pelajaran dia bilang ‘pipis’, Build harus ngechat atau nelepon mamanya Rizal. Anak itu juga suka senyum terus sambil ngeliatin Build, karena itu cowok itu jadi suka gemes sendiri sama anak itu. Biasanya dia nanya ‘apaaa?’ sambil balas senyum.

Arka juga udah mulai nengok kalau dipanggil namanya, walaupun minimal lima kali dipanggil baru dia nengok. Dia bener-bener seneng banget main sendirian dan biasanya selalu asyik menggambar atau mewarnai sendirian. Seenggaknya seminggu sekali, bocah ini berhasil menggegerkan kelas dengan bau kentutnya yang bikin mabok.

Aisha, well.. Dia jarang banget masuk. Build belum bisa ngasih komentar apa-apa soal tingkah muridnya yang satu ini.

Hari Rabu ini jadwalnya anak-anak kelas C (tunagrahita) dan autis olahraga. Build juga udah dikasih seragam olahraga khusus guru SLB Taman Harapan, warnanya navy garis biru langit. Pokoknya cakep banget deh. Dari jam tujuh cowok itu senyum-senyum depan kaca di kamarnya saking senengnya pake seragam olahraga baru. Soalnya di sekolah tempat kerja sebelumnya dia gak pernah ikutan olahraga.

Siswa kelas C ini jumlahnya paling banyak di SLB. Kalau kata dosennya bu Jennie, jumlah anak tunagrahita akan semakin banyak setiap tahunnya karena pola hidup manusia yang makin gak sehat. Banyak banget yang diobrolin sama bu Jennie kemarin tuh, salah satunya tentang itu. Build dapet banyak ilmu dari mentornya, hampir setiap hari mereka ngobrol setelah kelas selesai.

“Pak Build, nitip dulu Hasna sebentar ya. Saya kebelet pipis.”

Build dengan sigap langsung megangin Hasna biar anak itu diem. Siswi kelas 4 SD autis itu salah satu murid “super” diantara jajaran siswa kelas autis. Walau udah memasuki jenjang kelas 4 SD, Hasna belum bisa belajar karena untuk duduk diam pun dia masih belum bisa. Istilah lainnya, anak ini hyperactive. Dia selalu loncat-loncat dan lari-lari, makanya harus selalu dipegangin. Di waktu upacara pun, Build biasanya megangin Hasna dengan cara nyilangin tangannya di depan tangan anak itu sambil berdiri di belakangnya.

Cara ini merupakan cara efektif buat nanganin anak yang gak bisa diem. Build sendiri diajarin sama guru-guru di sini, termasuk bu Jennie, beberapa cara buat nanganin Hasna yang gak bisa diem. Awalnya dia bingung karena Hasna bener-bener gak bisa diem, tapi setelah bu Sinta ngajarin dia, akhirnya tiap upacara dia yang megangin Hasna.

Gak kayak di sekolah lain yang biasanya guru-guru bikin barisan khusus, upacara di SLB ini agak beda. Untuk petugas upacara emang diisi sama siswa-siswa. Tapi yang bikin barisan khusus cuma kepala sekolah dan jajaran guru PNS. Sementara semua guru non PNS baris di belakang barisan siswa.

Build nungguin mamanya Hasna sambil ngajakin anak itu ngobrol walaupun responnya cuma membeo.

Btw, membeo itu biasanya salah satu respon anak autis ketika diajak berbicara, meskipun gak semua anak ngasih respon seperti ini. Tapi Build sendiri liat Hasna selalu membeo waktu diajak berbicara.

Membeo atau ekolalia ini merupakan bentuk pengulangan kata atau seluruh kata yang didengar oleh anak. Pada anak normal, membeo biasanya merupakan bagian dari perkembangan bahasa dan merupakan cara untuk melatih dan belajar mengucapkan kata atau kalimat yang mereka dengar sehari-hari, terutama pada usia 1,5 sampai 2,5 tahun. Kalian yang punya saudara seusia ini mungkin tau anak-anak seusia mereka suka banget membeo, bahkan gak jarang mengulangi kata gak pantas yang dia denger dari orang lain.

sekolah taman harapan || biblebuildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang