Chapter 15

115 18 13
                                    

Bible ngajak Build naik ke lantai dua dan ngeluarin kunci ruangan keterampilan dari saku celananya. Cowok yang lebih tua lalu narik tangan Build pelan dan ngajak dia masuk ke ruangan keterampilan, tempat murid-murid yang ikutan FLS2N latihan. Salah satunya Build yang suka latihan merangkai bunga bareng anak kelas B (tunarungu) di ruangan ini sepulang sekolah. Tapi hari ini Build gak yakin dia bakal bisa ngelatih siswanya, deh. Soalnya perasaannya bener-bener campur aduk. Mulai dari bingung, kaget, kecewa, dan beberapa emosi lainnya. Semuanya beneran bercampur dan dia ngerasa overwhelmed.

Pelan-pelan, Bible nurunin kursi buat Build duduk dan ngebimbing cowok itu supaya nenangin diri. Cowok yang lebih tua ninggalin Build sejenak buat ngunci pintu ruangan keterampilan dan nyalain AC di suhu yang sekiranya gak bakal kerasa terlalu dingin. Pandangan Build masih menerawang jauh. Dalam ingatannya, masih bergema perkataan bu Jennie yang bilang:

“Tapi kan emang pak Build asisten saya, bu? Saya mentornya pak Build. Jadi saya berhak dong nyuruh-nyuruh pak Build?”

Lalu, ingatannya kembali ke perkataan orang tuanya.

“Papa itu orang tua kamu, udah hidup lebih lama dari kamu. Kamu cuma anak ingusan yang lebay, baru disuruh segitu doang udah ngeluh.”

“Bayangin kamu ada di posisi mama, harus ngurus anak kayak kamu. Mama punya hak untuk nyuruh-nyuruh kamu karena kamu anak mama.”

Atau, adiknya yang kalau disuruh-suruh selalu beralasan kalau dia capek kuliah.

“Sama kamu aja, aku capek kuliah. Lagian kamu kerja gak seharian penuh juga kan.”

Semua perkataan itu memenuhi pikiran Build. Bikin dadanya mulai sesak. Air matanya mengalir makin deras. Dia berusaha ngusir semua suara itu dari benaknya dan ngatur napasnya, berusaha fokus dengerin suara Bible yang manggil-manggil namanya dari tadi. Tangannya megangin tangan Bible erat. Tapi semua perkataan buruk dari keluarganya soal dia masih terus bergema di pikirannya.

“Maaf... Maaf. Maaf. Maaf aku jelek. Aku bodoh. Aku lemah. Aku lebay. Aku gendut. Aku guru yang buruk. Aku gak bisa ngebujuk muridku. Aku gak bisa—”

Semua perkataan itu berhenti tepat waktu Build ngerasain ada benda lembut yang nyentuh permukaan bibirnya. Ada tangan besar yang nangkup wajahnya. Napas Build yang masih tersengal-sengal karena kepanikannya lama-lama mulai teratur seiring dengan lumatan orang itu di bibirnya. Matanya yang setengah terbuka mulai nutup, dan dia bisa ngerasain tangan kuat seseorang mindahin dia buat duduk di paha orang tersebut.

Ciuman itu cukup buat bikin pikiran Build teralihkan. Sekarang, fokusnya cuma tertuju ke ciuman tersebut. Ada tangan kekar yang meluk pinggangnya erat, dan tangan lainnya ngelus-ngelus punggungnya seolah berusaha menenangkan. Build berusaha nyari pegangan dan akhirnya dia bisa nyentuh bahu kokoh seseorang. Dia ngeremat bahu itu seiring dengan intensitas ciuman yang makin meningkat. Cowok manis itu melenguh pelan, dan ciuman itu akhirnya terlepas.

Pelan-pelan, Build ngebuka matanya yang kerasa berat karena jejak air mata. Dia berhadapan sama Bible yang masih terengah-engah, ngeliatin dia dengan tatapan tajam, tapi ada satu emosi lain yang gak bisa Build jelaskan di sana. Afeksi? Entah, dia sendiri gak mau berharap terlalu banyak. Dia bukan orang yang utuh. Psikisnya udah rusak, dan badannya pun udah dapet efek samping dari semua obat-obatan yang dia konsumsi selama ini.

“God, you’re so gorgeous. Don’t you know that?” tanya Bible dengan suara seraknya.

Air matanya Build malah makin deras ngalir denger ucapan itu keluar dari mulut Bible.

sekolah taman harapan || biblebuildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang