Chapter 4 - Sandhurst

25 2 0
                                    

"APA-APAAN INI?!"

Pesta seketika berhenti. Semua terdiam di posisi masing-masing dengan muka pucat. King William masih berdiri di daun pintu, didampingi dua penjaganya. Urat-urat di keningnya terlihat bahkan dari tempat Fred berdiri. Masih ada perempuan setengah telanjang yang sedang dirangkul Fred. Jantungnya serasa berhenti berdetak.

"Keluar kalian semua!" seru King William kepada semua orang di sana kecuali Fred dan Jim tentunya. Tapi tidak ada yang bergerak—semua masih mematung tegang. "KELUAR!!"

Detik itu juga semua berhamburan keluar. Para penari telanjang dibaluti pakaian oleh staff istana agar aman dari fotografer jahil yang selalu siaga di sekitaran istana. Dalam waktu singkat hanya tersisa Fred dan Jim bersama King William di ruangan itu. Fred dengan wajah pucatnya dan Jim dengan wajah jengahnya, dalam hati sibuk menerka-nerka siapa yang berkhianat dan melapor ke sang raja.

"Kalian..." geram King William, kehabisan kata-kata. Dia berjalan bolak-balik dengan kedua tangan dibalik punggung. Fred dan Jim diam di tempat. "Kalian membawa skandal ke istana ini! Kalian sadar apa yang sudah kalian perbuat dengan wanita-wanita hina itu?!"

"Pop..." Fred berusaha merayu.

"Kau!" seru King William menatap Fred. "Aku tidak kaget kalau ini ulah Jim, tapi kau! Aku tidak menyangka kau melakukan ini. Kau benar-benar membuatku kecewa."

Wajah Fred tertunduk. Dia mengatur nafas untuk menahan emosinya sendiri. Tentu dia sakit hati mendengar ucapan kakeknya, tapi memang ini salahnya. Dia membiarkan Jim melakukan ini.

"Pop... kau tau sendiri kalau ini jelas salahku," ucap Jim santai, seolah ini hanya salah satu kesalahan bodoh yang biasa dia lakukan.

"Diam kau!" bentak King William. Wajahnya merah. Dia benar-benar marah.

"Ini salahku. Ini pesta untuk merayakan kelulusanku dan aku akan bertanggung jawab untuk ini," ucap Fred tegas, menatap kakeknya dengan tatapan penuh wibawa yang sudah dia latih seumur hidupnya.

Jim berdecak. Dia jengah kalau kakaknya sudah bertingkah 'royal'. Baik Fred ataupun King William tidak ada yang mempedulikan bentuk protes Jim. King William diam menatap Fred serius. Fred tidak bergeming ditatap seperti itu. Sedikitnya King William bangga Fred bisa bersikap sewajarnya seorang calon raja—bertanggung jawab.

"Kalau begitu kau keluar sekarang. Aku mau bicara dengan Jim," ucap King William dengan emosi yang sudah jauh mereda.

Kening Fred mengerut. Dia menoleh ke arah Jim tapi adiknya hanya mengangkat bahu tidak peduli. Tidak mungkin bisa protes, Fred menuruti perintah kakeknya.

Ditinggal hanya berdua dengan sang raja, Jim tetap dengan sikapnya yang tak acuh. King William tidak langsung bicara. Dia menatap cucu nomor duanya dalam-dalam. Berbeda dengan caranya menatap Fred—matanya bukan sarat bangga, tapi bukan juga amarah. Untuk pertama kalinya Jim melihat kakeknya menatapnya sedih.

"Kau sadar tidak kalau kau juga seorang calon raja?" tanya King William.

Jim hanya mendengus geli.

"Kau orang nomor tiga di Britain," tegas King William mengingatkan.

"Fred akan menikah dan memiliki banyak keturunan. Aku aman." Sedikit pun Jim tidak peduli dengan rankingnya di kerajaan ini. Dia benar-benar berharap Fred memiliki banyak anak sehingga dengan otomatis rankingnya turun drastis.

King William memijat pangkal hidungnya, lelah. "Aku tidak bisa membiarkanmu terus bersikap seenaknya seperti ini. Kau membawa nama kerajaan. Kau orang nomor tiga di Britain, for God's sake!"

Jim tau berdecak tidak ada gunanya. Kakeknya tidak akan peduli dengan bentuk protesnya. Jim pun dengan tak acuh duduk di salah satu sofa, menunggu kakeknya selesai bicara.

"Besok akan kuurus surat pengunduran dirimu dari St. Andrews." Jim mendelik kaget mendengar ucapan kakeknya. Bukannya dia sangat peduli dengan kuliahnya, tapi dia tidak suka kalau kakeknya bersikap otoriter mengatur hidupnya. "Kau akan masuk ke Royal Military Academy Sandhurst dan memulai karirmu sebagai tentara. Hanya itu satu-satunya cara untuk membuatmu lebih disiplin dan bertanggung jawab."

Sontak Jim berdiri. Keningnya mengerut dalam. Mulutnya sudah terbuka hendak menolak, tapi King William tidak memberinya kesempatan. "Keputusanku sudah final. Selamat malam," dan hanya dengan ucapan itu sang raja keluar dari ruangan, meninggalkan Jim sendirian.

The Royal RogueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang