Bau kematian begitu kental tercium dari salah satu bangunan tua yang lantainya dipenuhi darah yang sudah mengering, seolah kematian mayat yang tergantung di tengah-tengah ruangan kosong baru saja terjadi. Dengan kondisi tanpa busana dan sayatan yang terlihat sangat menyakitkan membuatnya terlihat menyedihkan. Membayangkan derita kejam yang ia alami sebelum kematiannya, membuat siapa saja iba dan kasihan.
Garis polisi telah terpasang subuh tadi, yang memisahkan tempat kejadian dengan masyarakat yang berkumpul. Tak pernah terjadi pembunahan selama 30 tahun terakhir di desa mereka, itulah sebabnya banyak masyarakat yang ingin melihat secara langsung.
"Ahjuma! sudah ku bilang jangan melewati batas, kau tak melihat garis polisi ini?!"
"Aku hanya ingin melihatnya! Anak itu masih remaja kan? Aigoo, kasian sekali. Apa yang ia perbuat sampai hal ini terjadi padanya"
Wain memijit keningnya, dia benar-benar tak bisa mengahadapi ibu-ibu. Wain mengabaikan ocehan wanita paruh baya di depannya. Pandangannya beralih melihat sekelompok orang yang melewati batas polisi dengan mudahnya tanpa di hentikan polisi lainnya. Dengan sedikit emosi ia berjalan mendekat kearah orang-orang itu untuk menghentikan langkah mereka memasuki area TKP.
Namun sebelum dia melontarkan ucapan untuk membuat orang-orang itu berhenti. Salah satu diantara mereka segera menunjukkan id card yang membuat Wain terdiam.
Detektif.
Salah satu detektif menepuk pelan bahunya, seraya berbisik pelan 'kerja bagus.'
Wain mengerutkan keningnya melihat para detektif yang telah berlalu menjauh, penampilan mereka tidak terlihat jika mereka bagian dari kepolisian. Mereka masih sangat muda, terlebih orang yang memiliki tinggi badan yang lebih pendek dari yang lainnya. Mereka hanya terlihat seperti sekumpulan mahasiswa. Tapi jika mereka bisa menjadi seorang detektif di usia semuda itu pasti kemampuan mereka tak bisa di remehkan.
.
.
"Mengerikan." celetuk Gyumin, mengalihkan pandangannya dari mayat yang tergantung tak jauh dari dirinya berdiri.
Lex mengangguk. Ini adalah salah satu kasus yang paling mengerikan yang pernah ia tangani. Dendam apa yang dimiliki si pelaku pada korban sehingga dia tega melakukan hal ini padanya. Sangat miris melihat bagaimana mayat itu dibiarkan tak berbusana sehelai benangpun di akhir hayatnya. Siapapun pelakunya dia pantas mendapat hukuman yang berat.
"Tim Forensik belum datang?" tanya Lex.
"Mereka bilang sebentar lagi akan sampai." Gyumin mengecek arlojinya.
"Dimana Sing?" Lex mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan saat tak mendapati rekannya yang lain.
"Aku yakin dia dibelakangku tadi." Gyumin menggaruk belakang lehernya yang tak gatal. "Aku akan mencarinya, hyung."
Lex mengangguk pelan.
.
.
Pembunuh biasanya akan kembali ke tempat kejadian.
Itulah kata-kata yang sering ia dengar dari ayahnya dulu. 'Dia' akan berada tak jauh di mana ia membunuh para korbannya. Hal itu ia lakukan demi melihat bagaimana reaksi orang-orang yang melihat hasil karya yang ia buat.
"Ternyata kau disini?"
Sing menoleh sekilas kearah Gyumin, lalu kembali melanjutkan aktifitasnya mengamati tanah dimana ia berpijak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apate
FanfictionSelama 30 tahun terakhir tak pernah terjadi pembunuhan di Desa tempat Zayyan dan Leo tinggal. Namun suatu hari seorang gadis ditemukan tak bernyawa disebuah gendung terbengkalai di tengah hutan. SingZay @alteozy