꩜ʾ .⋆ 14. Sick ✧ ១

48 5 1
                                    

"Park Jia, hei

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Park Jia, hei.."

Kelopak mata gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum perlahan terbuka. Di hadapannya, siluet seseorang tampak tak begitu jelas.

"Jake.." panggilnya.

"Jake?"

Lelaki dengan jas putih itu tersenyum kepada Jia. Seketika ia tersentak.

"Sunbaenim!"

"Hei tidak apa-apa tetaplah berbaring." Kim Hanbi menangkan pasiennya kembali.

"Aku di.. RUMAH SAKIT?? ASTAGA. Ujianku!" Jia hendak melompat turun dari ranjang, tetapi dokternya tersebut lebih dulu menahan tubuhnya.

"Jangan, Jia-ssi. Kamu belum sehat."

"Maafkan aku sunbae, tapi aku tidak boleh gagal--AKH!" Kepala Jia kembali berdenyut.

"Tenanglah dulu. Youngji sedang berbicara dengan Prof kalian, kamu akan dapat dispensasi."

"Itu tidak akan terjadi."

"Itu akan terjadi. Percayalah."

Jia menatap mata seniornya tersebut, memastikan tidak menemukan kebohongan di sana. Baiklah. Ia memilih menyerah dan kembali berbaring.

Suara orang-orang di sekitar mengisi kekosongan di antara mereka, Kim Hanbi menarik tirai yang membatasi antar ranjang kemudian mengecek infus yang tergantung pada tiang. Sepertinya ia berusaha menutupi kecanggungan.

"Siapa yang membawaku ke sini?"

Dokter Hanbi menoleh.
"Youngji dan Bora."

"Bora?"

"Ya. Youngji meminta bantuannya, tapi kemudian keduanya harus segera kembali ke kampus."

Jia menerima segelas air dari sunbaenim alias orang yang kemarin malam sempat menerima kata-kata kurang sopan darinya. Namun, lihatlah, betapa profesionalnya laki-laki itu saat ini.

Setelah meneguk sedikit air, gadis itu kembali berbaring.

"Bagaimana keadaanmu, masih pusing?"

"Tidak terlalu."

"Jia-ssi tidak bertanya apapun, sepertinya kamu sudah tau kondisi mu saat ini." Dokter Hanbi menduduki bangku di sana.

"Anemia kan?"

"Sudah berapa lama?"

Jia mencoba mengingat-ingat.
"Entahlah.."

"Sebagai mahasiswa kedokteran, bukankah seharusnya kamu sudah cukup paham cara mencegah tubuhmu agar tidak drop secara tiba-tiba."

"Sebagai seorang dokter, bukankah tidak baik bagimu hanya berfokus pada satu pasien saja?"

Jia dan Kim Hanbi tersentak mendengar seseorang yang mendadak muncul di antara pembicaraan mereka. Lelaki dengan celana jeans biru, serta jaket hitam yang senada dengan topi dan maskernya.

Jake.

Dokter Hanbi berdiri tenang, bibirnya melempar senyum tipis. "Saya hanya memastikan tidak ada pasien yang kesulitan karena sendirian."

"Ah, kamsahamnida. Sekarang Jia sudah tidak sendirian."

"Baiklah kalau begitu. Sepuluh menit lagi silakan temui saya untuk menebus obat yang dibutuhkan." Dokter Hanbi lenyap dari pandangan setelah mendapat anggukan dari Jake.

"I'm sorry.." ucap Jia lirih.

"Tidak, tidak." Jake menggenggam tangan Jia, lantas mengusap kepala perempuan itu dengan penuh kekhawatiran. "Bagaimana keadaanmu?"

"Better. I'm fine."

"Kamu yakin?"

"Of course, sayang."

Jake mengela napas panjang sembari bersandar ke kursi. "Dokter itu sunbaenim mu kan?"

"Jake.."

"Bukan. Aku hanya ingin berterimakasih, karena ia langsung memberi kabar mengenai kondisimu ketika aku menelponmu tadi."

"Did he?"

"Ya." Jake mendekatkan kursinya ke ranjang tempat dimana pacarnya terbaring saat ini. Meski setengah wajahnya masih tertutup masker, sorot mata lelaki itu tak bisa bohong bahwa dirinya sangat cemas.

"Aku tidak apa-apa, Jake. Hanya sedikit kurang tidur saja," jelas Jia kembali meyakinkan.

"Jia-ya, aku akan sangat senang jika kamu bersedia menceritakan segala hal yang menganggu pikiranmu. Mengapa tidak mengatakan apapun ketika kita bicara tadi malam."

"Menurutmu aku bisa melakukannya saat mengetahui jelas betapa lelahnya tubuhmu setelah konser selesai."

"Tetap saja itu jauh lebih baik dibandingkan harus melihatmu terbaring di rumah sakit seperti ini."

"Jake, haruskah kita selalu membahas hal yang sama secara berulang-ulang?"

"Jia ya--"

"I said, I'm fine!"

Hening.

Bibir lelaki itu kembali rapat.
Tiba-tiba Jake menyesali pembicaraan mereka barusan, ia sama sekali tidak bermaksud membuat pacarnya itu kesal.

"Beristirahatlah. Aku akan menebus obat."

Melihat punggung Jake yang menghilang di balik tembok membuat Jia seketika mengigit bibir tidak enak hati. Salahnya. Seharusnya saat ini mereka tengah makan es krim sambil menonton film bersama di apartemennya. Seharusnya ujiannya sudah selesai dan kepalanya tak perlu memikirkan soal-soal memusingkan itu lagi. Seharusnya Jia tak perlu lagi berurusan dengan senior sekaligus dokter bernama Kim Hanbi.

Dan seharusnya dirinya tidak perlu merasa sekesal ini.

.

.

Tbc..

Haii sorry lama ga update,
jujur author ga tau kalo ada yg nungguin cerita ini ㅠㅠ

Thank you udah ngingetin,
jgn lupa vote and comment!

FIRST SNOW | Jake SimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang