PRANGG!!
Bora melempar salah satu botol minumannya hingga terpecah belah. Napasnya naik turun bersamaan dengan angin yang berhembus semakin kencang.
Jia terbelalak menahan napas.
Ia yang tengah terbaring langsung bangkit, sembari memegangi siku kirinya yang sakit akibat menghantam lantai. Hal gila macam apa yang baru saja terjadi."Tidakkah kau berpikir bahwa semua ini sudah berlebihan?"
"Aku mencintai Kim Hanbi.."
Bora terisak. "Kenapa dia menolakku.. kenapaa.."Bora melangkah mundur.
"Yak. Berhenti! Bora-ya!" panggil Jia.
"Yakk! Apa kau gila!""Aku merelakan mimpiku menjadi seorang pengacara demi Kim Hanbi, alasanku masuk kedokteran karena dia. Karena ingin dekat dengannya.." Bora menangis sesenggukkan. Tanpa ia sadari kakinya mulai mendekati tepian rooftop. "Tapi kau menghancurkannya, Jia-yaa...!!"
"Berhenti!" Jia mengusap pipinya yang tiba-tiba basah. "Yak. Bora-ya, perjalanan masih panjang, kau pasti bisa bersamanya. Kemarilah, kita bicara baik-baik."
Tangis Bora tiba-tiba terhenti. Ia menatap Jia lama. "Apa aku masih bisa bersama Hanbi Oppa?"
"Tentu saja. Tidak ada yang tidak mungkin, jangan akhiri hidupmu hanya demi seseorang."
"Kau benar.." Bora perlahan melangkah maju. "Kau benar, Jia-ya. Bukan hidupku yang seharusnya berakhir, tapi hidupmu!"
"Apa?" Jia terbelalak ketika melihat temannya itu mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Kemudian mencengkram bahunya. "Yak. Bora-ya, sadarlah!"
"Kau tau. Aku membencimu sejak pertama kali kita bertemu. AKU SANGAT MEMBENCIMU PARK JIA, LENYAPLAH!"
"Yakk!!" Sekuat tenaga Jia menahan pergelangan tangan Bora yang hendak menusuk perutnya. "Kau bukan orang jahat, Bora-ya. Jangan seperti ini."
"Tidakkah kau pernah berpikir Jia-ya, ada berapa banyak orang yang berharap kau lenyap karena mengencani pujaan hati mereka?"
Jia tersentak, seketika fokusnya hilang. Sedikit lagi ujung pisau menyentuh permukaan kulitnya.
"YAKK BORA-SSI!!"
"Akhh!!" Untuk kedua kalinya Bora dan Jia terjatuh ke lantai, kali ini berkat dorongan seseorang. Pisau yang tadinya berada di genggaman Bora seketika terhempas jauh.
"Ada apa ini sebenarnya, Bora-ssi?"
Kim Hanbi bertanya dengan nada tinggi. Youngji yang hanya berdiri di belakang mereka terpaku sembari menutup mulut syok.Lelaki itu kemudian membantu Jia berdiri, seolah tak menyadari bahwa gadis di hadapannya semakin terbakar api cemburu.
Meski agak oleng Bora segera bangkit untuk mengambil pisaunya. "Pilih aku atau Jia?" tanyanya menunjuk temannya itu dengan pisau.
"Apa maksudmu, Bora-"
"PILIH AKU ATAU JIA, KIM HANBI! JAWAB!"
"Bora-ya, kita-"
"DIAMM!!" Mata Bora terbelalak, memotong kalimat Jia. "Aku bertanya pada Hanbi Oppa."
Youngji dan Jia seketika menatap harap pada senior mereka yang telah menjadi seorang dokter itu. Akhiri semua ini. Namun, Kim Hanbi tampak agak frustasi, ia belum pernah berhadapan dengam situasi semacam ini sebelumnya.
"Haha.." Bora tertawa getir. "Kau memilih Jia ya, baiklah.. selamat tinggal.." Bora mengarahkan pisau tersebut pada perutnya.
"JANGANN!!"
"Akhh." Dalam sekejap benda tajam itu masuk ke perut kiri Bora, darah segar bercucuran membasahi kaos putihnya dan detik berikutnya gadis itu pun tumbang.
"Bora-ya!" Jia berlari menahan tubuh lemas temannya itu, ia menepuk-nepuk pelan pipi Bora agak tetap tersadar.
"Youngji-ah, tolong segera telepon ambulance! Jia jaga Bora! Aku akan cari bantuan." Hanbi berlari meninggalkan rooftop.
"Halo, pak! Segera ke rooftop gedung Hwan, ada yang terluka! Kumohon cepatlah." seru Youngji terisak sembari memegang ponselnya erat.
Tangan Jia gemetaran menahan tubuh Bora yang terus mengeluarkan darah, air matanya tak hentinya mengalir. Apakah ini semua salahnya.
"Arghh.." Bora mengerang memegangi lukanya.
"Bora-ya, bertahanlah.." Jia memegang pisau yang tertancap di tubuh Bora, kemudian mencabutnya.
"Arghhhh..." Bora semakin memekik kesakitan.
"Yak. Jia-ya, apa yang kau lakukan!" Youngji mendekat menatapnya yang masih memegag pisau penuh darah. "Kau tidak boleh melakukannya! Itu akan membuat pendarahannya semakin parah. Yak. Apa kau ingin Bora mati, hah!"
"Aku, aku.." Mendadak Jia gagap, pisau tersebut jatuh dari tangannya.
Youngji buru-buru melepas kardigannya lantas mengikatkan benda tersebut pada perut Bora, berusaha menahan darah yang terus keluar.
"Ambulance sudah tiba." Hanbi kembali dengan terburu-buru. "Yak. Siapa yang mencabut pisaunya!."
"Tanya saja pada mahasiswa kedokteran di hadapanmu ini." Youngji bangkit.
"Jia-ssi! Bukankah dirimu mahasiswa kedokteran tingkat dua, tindakan fatal macam apa ini."
"Aku.. tidak tau." Air mata Jia mengalir, tangannya berlumuran darah.
"Pak, di sini pak!!" panggil Youngji melambai-lambai.
Setelahnya dengan sigap petugas ambulance mengangkat tubuh Bora ke tandu. Youngji dan Kim Hanbi buru-buru melenggang mengikuti, meninggalkan Jia yang masih duduk tersimpuh.
.
.
Tbc..
Vote to support the author <3
Comment if u like this story!
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST SNOW | Jake Sim
Fanfiction"Kamu tau. Kata orang, siapapun yang berdoa ketika salju pertama turun, maka harapannya akan terkabul." c.2023