BAGIAN ENAM

980 68 2
                                    

(~ —з—)~ ~(—ε— ~)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(~ —з—)~ ~(—ε— ~)

    “Mulut.... gue Abang lo, ya!” Sungut Sebastian, matanya menyipit jengkel.

Keana sendiri terlihat mengangkat bahu. “Peduli apa?” balasnya, masa bodoh.

“Kalian denger saya nggak?!”

Keana dan Sebastian terlonjak, begitu juga yang lain, terutama Morgan yang diam-diam tak melepaskan matanya dari Keana. Momen ketika Keana tersenyum saat mencuri pandang terhadap Virgo, Keana yang berbisik pada Sebastian, hingga keduanya yang enggan mendebat Samuel seperti kejadian sebelum-sebelumnya, semua terekam baik di kepala Morgan.

“Bertahun-tahun kalian sekolah, tapi apa ini?!”

Samuel menarik nafas sebentar, kemudian bicara kembali. “Jangankan mendengarkan, permintaan maaf kalian saja tidak tulus?!”

“Lalu bagaimana dengan Anda?”

Tatapan tajam Samuel bergeser pada Arlo, pria yang duduk sambil melipat kaki. Kesan angkuh menyeruak dari Arlo yang mana membuat Samuel kicep, dan refleks menunduk. Walaupun wajahnya tampak sangat tenang dengan senyum tipis di bibir, tapi Samuel sadar sekali dengan perubahan atmosfer di sekitar mereka. Arlo tengah marah dan menahan diri.

“Ah, maaf Pak, saya tidak bermaksud menyinggung perasaan Bapak.”

“Sudah berapa lama Anda belajar, sampai adab menasihati orang lain saja Anda tidak paham?!” Tukas Arlo.

Suara Arlo yang dalam dan dingin mencekik leher Samuel, hingga memaksanya untuk menelan ludah. Dan ketika suara Arlo tak lagi terdengar, pria tua tersebut akhirnya berani untuk menunjukkan wajahnya, sekaligus untuk menyanggah kata-kata pedas dari sang donatur utama.

“Saya minta maaf, Pak. Saya benar-benar tidak bermaksud menyinggung perasaan Bapak,” cicitnya takut.

“Bukan saya, tapi Keana dan Bastian. Mereka yang sudah Anda bentak!”

Samuel mengangguk patah-patah. “Ah be... benar.”

Keana menutup matanya. Aduh, bakal panjang nih masalah!. Umpatnya dalam hati.

Dengan pipi memerah menahan malu, wajah Samuel berputar. Di detik itu juga alisnya mengkerut. Aneh, seingatnya hanya ada keangkuhan di wajah kedua bocah itu, tapi kali ini mereka terlihat tidak nyaman dan sedikit menyesal?.

Tanpa memedulikan rasa herannya, Samuel berucap. “Keana, Bastian, Bapak minta maaf ya, tidak seharusnya Bapak membentak kalian di depan yang lain.”

Buru-buru Keana menggerakkan tangannya dengan pola menyilang. “Nggak usah, Pak. Justru kami yang minta maaf karena kami yang salah.”

Sebastian mengangguk sependapat. “Apa yang Kea bilang itu bener, Pak, dan sudah menjadi tugas Bapak untuk mengingatkan kami.” Dia menimpali dengan tenang.

LAST CHANCE (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang