03.Kelas Pojok

22 2 0
                                        

Setelah kepergian Qori dan kedua temanya, Salwa duduk di samping Ana yang masih tertunduk. Air mata Ana mengalir. Pertahanannya hancur. Hatinya sekarang rapuh karena satu kesalahannya.

Satu tangan Salwa mendarat di pundak Ana. "Na, kamu pasti nggak lakuin apa yang di bilang Qori, kan?" Tanya Salwa berharap itu semua adalah bohong.

"Sal, aku tadi sore ketemu sama ajnabi," ucap Ana meyakinkan temannya. Kedua tangannya ia tangkupkan di wajah. Kemudian mulai terisak.

Dia takut Allah marah padanya, karena dia bertemu dengan ajnabi. Dia takut di laknat 70 malaikat. Dan, dia takut dengan siksa di neraka kelak.

Fatimah dan Salwa menggelengkan kepala mereka tidak percaya.

"Nggak, pasti ada sesuatu, kan, yang membuat kamu harus bertemu? Kita tahu kamu nggak seburuk itu," ucap Fatimah.

"Iya, Na, kalau kamu mau cerita, cerita aja," timpal Salwa.

Ana masih diam, tak berbicara. Masih dengan posisi yang sama. Dia berusaha meredakan sesenggukannya.

"Assalamualaikum," Azka yang baru saja datang langsung ikut gabung dengan suara cemprengnya.

"Wa'alaikum salam," jawab Fatimah dan Salwa. Begitu juga Ana, tapi terdengar lirih.

"Ck... bisa gak sih itu suaranya di kecilin?" semprot Salwa, merasa kesal dengan suara cempreng Azka.

"Ih... apa apaan, kok sewot gitu," Azka mengalihkan pandangannya kearah Ana yang masih menangis. "Eh, itu Ana kenapa? Kalian apain Ana samle nangis gitu?" Heboh Azka.

"Oh ya, Ka," tiba-tiba Salwa menepuk paha Azka di sampingnya cukup keras. Membuat Azka meringis karena terasa pedas di pahanya.

"Apaan, sih, Sal? Kok main tabok aja," keluh Azka. Tangannya mengelus elus pahanya yang pedas.

"Tadi sore kamu buang sampah sama Ana, kan?" Tanya Salwa.

"Iya, kenapa emang?"

"Nah, kita mau tanya. Tadi sore emang Ana ketemu sama ajnabi?" Kini Fatimah yang bertanya.

Dengan tenangnya Azka mengangguk. "Iya, tadi kita ketemu sama Akhi Anta. Dia kayak oppa-oppa korea, tahuuu... aaahhh andai tadi aku aja yang buka gerbang," histeris Azka membuat Fatimah dan Salwa melongo.

"Iihh.. nggak ngerti suasana banget, sih," Salwa menonyor kepala temannya itu, kesal. Tak peduli perbuatannya yang tidak sopan.

"Aduuuhh... apa lagi, sih, Sal? Sakit tahu," adu Azka sembari memegang kepalanya.

"Ana nangis, karena dia habis ketemu sama ajnabi. Tadi kata Qori, sih," imbuh Fatimah.

"Eh, iya kah? Jangan nangis, Na. Itukan tadi nggak sengaja," Azka pindah posisi di samping Ana. Mengelus kedua bahu Ana.

Sejenak Ana meredakan tangisannya. Dia menghapus bercak air mata yang tersisa. Dirinya harus kuat, tidak boleh rapuh.

"Tapi, tadi aku di panggil ke pusat. Kata Ukhty Zahra sama Ukhty Vera, kalau aku lakuin hal itu sampe tiga kali, aku akan mendapat poin merah dan kena ta'zir,"jelas Ana yang sudah mulai mereda tangisannya.

"Tenang aja, itu nggak bakal terjadi. Kita tahu, kamu itu bisa jaga pandangan kamu," Azka menyemangati Ana. Baginya Ana memang tidak salah. Hanya Qori saja yang melebih lebihkan informasi.

"Iya, kamu fokus aja sama hafalan kamu. Nggak usah mikirin itu. Nanti malah hafalan kamu buyar," timpal Fatimah ikut menyemangati.

"Udah, dong. Jangan nangis lagi, mending kita lanjut cerita, yuk," ajak Salwa, selalu semangat.

I'roban CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang