Sebagai seorang bangsawan, kau harus melangsungkan upacara yang menunjukkan bahwa kau sudah dewasa ketika usiamu mencapai 18 tahun.
Istana yang selalu sibuk kini semakin sibuk menjelang hari upacara kedewasaanku sekaligus upacara pernikahanku dengan Law.
Sebenarnya bisa saja kami menikah tanpa aku yang perlu upacara kedewasaan, tetapi Law bersikeras bahwa aku harus melewati fase peralihan menuju dewasa itu.
Karena dua upacara penting diadakan di hari yang berdekatan, upacara kedewasaanku terlebih dahulu dan esoknya pernikahanku, Law berkali-kali bolak-balik antara kekaisaran dengan kerajaannya. Keduanya dilangsungkan di wilayah kekaisaran.
Aku pernah berkata padanya untuk tinggal saja di kekaisaran sampai upacara selesai, tetapi Law tersenyum dan menggeleng.
"Maaf, Luffy-ya. Aku tidak bisa meninggalkan kerajaan terlalu lama. Ada pergerakan aneh dari faksi selir di kerajaanku." Itu jawaban Law saat dia akan kembali pagi-pagi sekali.
"Kalau begitu, Torao mengurus itu saja. Aku baik-baik saja di sini. Masih ada yang lain yang akan membantuku."
Law, sekali lagi, menggeleng. Dia mengusap pelan surai ravenku. "Tidak, Sayangku. Ini adalah saat-saat terpenting bagi kita. Aku tidak akan membiarkanmu menanganinya tanpaku. Tak apa, Luffy-ya tidak perlu cemas."
"Tapi--"
Cup.
Kalimatku mengambang di udara, tersumpal. Aku memerah, memegangi bibirku yang baru saja dikecup.
Law terkekeh melihatku, semakin gencar mengusap surai ravenku. "Manisnya, calon Permaisuriku ini."
Aku menggigit bibir, belum terbiasa dengan sentuhan seperti itu. Kami memang semakin sering bertukar kecup dan peluk belakangan ini. Kata Law agar aku tidak terlalu kaget saat kami sudah resmi menikah nanti.
"Kalau begitu, aku pulang sebentar. Sampai bertemu dua hari lagi ya?" Dia tersenyum, mencubit pelan pipiku sekilas sebelum naik ke dalam kereta kuda.
Aku mendongak menatapi wajahnya yang terlihat dari balik jendela. "Torao, hati-hati."
Dia hanya mengangguk. Setelahnya, kereta kuda bercorak hitam emas itu gagah meninggalkan pekarangan istana Putra Mahkota.
Ketika itu, aku belum tahu bahwa aku akan menyesali keputusanku karena sudah melepasnya pulang.
.
.
.
--o0o--
.
.
.
Lima hari sebelum upacara kedewasaan, Sanji mendobrak pintu ruang kerjaku. Wajahnya terlihat sedih, panik, marah. Penampilannya kacau dengan pakaian sobek dan penuh bercak darah, segera membuatku menghentikan kegiatanku.
Aku menghampirinya, juga Zoro yang kebetulan sedang melaporkan laporan rutin prajurit. "Sanji? Ada masalah apa?"
Pria berambut kuning itu jatuh terduduk, terisak. Zoro segera berlutut dan memegangi pundaknya.
"Yang Mulia, ada apa?" Zoro bertanya sekali lagi.
Sanji memegangi tanganku begitu aku ikut berlutut di samping Zoro. Dia meremas tanganku kuat. "Luffy... Luffy.... A-aku butuh bantuanmu.... Hiks.... Kerajaan Utara diserang... Ayahanda dan ibundaku... mereka dipenggal.... Aku mohon, bantu aku, Luffy...."
Dia merendahkan kepalanya hingga menyentuh lantai, semakin terisak. "Aku mohon... aku mohon...."
Ini sungguh mengejutkan. Siapa yang sanggup menyerang Kerajaan Utara? Dan kenapa bisa? Apa tujuan mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Universe
Fanfiction"Aku... aku tidak pantas untukmu, tidak lagi." -Monkey D. Luffy "Sampai ujung dunia, sampai akhir napasku, berapa lama pun itu, aku akan selalu mencarimu. Jadi tolong jangan larang aku untuk mencintaimu kembali." -Trafalgar D. Water Law . . . Warnin...