BAB I - Part 1 - Pilu Rasa di Hari Bahagia

49 5 0
                                    


Part 1
Persiapan Prosesi 
Akad Pernikahan 

Juli 2018

Hari ini adalah hari yang dinantikan, di mana pernikahan Kelana dan Sakti dilaksanakan. Ada beberapa tamu undangan dari lingkup pertemanan serta pekerjaan yang hadir selain keluarga dan kerabat terdekat dari kedua mempelai. Meskipun segala sesuatunya telah disiapkan dengan sempurna sebelum hari pernikahan tiba, namun rasa cemas dan was-was masih dirasakan Kelana. Banyaknya tamu yang berdatangan dalam waktu yang bersamaan adalah hal yang tak biasa pada diri Kelana, bahkan perasaan bahagia ini diselimuti oleh rasa ketegangan yang lebih besar.

Kelana berdiri di depan cermin berulang kali untuk berlatih mengatur nafas dan tersenyum, agar bibirnya bisa dengan alami tersenyum tanpa canggung. Kemudian memastikan kembali detak jantung berdetak normal, sembari merapikan kerudung dan gaun putih yang melekat di tubuhnya pada posisi yang sempurna. Kelana mengambil bouquet bunga matahari yang tergeletak diatas meja rias, Ia sudah menggenggam bouquet dan memakai aksesoris bunga melati yang menempel pada gaun putihnya dan menunggu untuk siap dipanggil ke dalam masjid saat prosesi ijab kabul akan dilaksanakan.

Di ujung lorong terlihat Arum dan Sagara berjalan menghampiri tempat Kelana menunggu. Mereka berdua siap menjemput dan mengiri perjalanan Kelanan menuju tempat prosesi ijab kabul.

" Lan, udh siap kan? Bapak Penghulunya sudah sampai. Sebentar lagi mau kasih tausyiah pernikahan, " tanya Arum pada Kelana sambil merapihkan kembali dari ujung kepala sampai kaki apa yang Kelana kenakan.

" Sudah Rum, yuk," digenggamnya tangan Arum sahabatnya yang paling Ia percaya.

" Mbak Lana, Ayah sudah datang juga duduk di depan Mas Sakti," ujar Sagara sembari menggenggam lengan Kakaknya.

Deg . . .

Kelana terdiam, " Bismillah, tariiik hembuskan, tariik hembuskaan perlahan. Senyum ya Lan, tenang semua baik baik saja," gumam Kelana dalam hati membaca basmallah dan mantra mantra lainnya untuk menenangkan dirinya sendiri.

Hening cukup lama diantar mereka bertiga.

" BISMILLAH, udah pasti semuanya lancaar bahagiaa ga drama yaa Lan." Teriak Arum menyemangati Kelana dengan nada yang ceria dan volume suara yang tetap terkontrol.

Terdengar suara Om dari pihak mempelai wanita sudah menyampaikan bagian akhir isi dari khutbah pernikahan Kelana dan Sakti.

"Saat seorang pria mengatakan 'saya terima' dalam sebuah akad pernikahan, maka itu berarti ia mengatakan 'bahwa saya menerima tanggung jawab untuk melayani, mencintai, dan melindunginya'." Ujar Om Kelana sambil mengucapkan bagian terkahir dari khutbah pernikahan yang Ia sampaikan. 

"Sekali lagi saya ucapkan kepada kedua calon mempelai yang sebentar lagi akan melangsungkan ijab dan kabul. بَارَكَ الله لَكُمْ، وَبَارَكَ عَلَيْكُمْ، وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيرٍ». أخرجه أبو داود وابن ماجه.

Semoga Allah memberi berkah kepada kalian, dan melimpahkan keberkahannya terhadap kalian, serta menggabungkan kalian berdua dalam kebaikan, Aaammiin aamiin Yaa Robbal Alamin"

"Sekian dari saya, kurang lebihnya mohon dimaafkan segala khilaf perkataan ini, dan mohon ampun pada Allah Yang Maha Agung untukku dan untukmu, untuk kedua orang tau dan guru-guru serta untuk orang Islam lainnya. Maka mohonlah ampun kepada-Nya, karena sesunggunya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. aamiin. Wassalamualaiku Warrahmatullahi Wabarokatuh" Penutup khutbah sudah disampaikan oleh Om Kelana.

Suara terdengar dari sound yang berada di lorong  depan pintu ruangan rias pengantin wanita. Kelana bersiap kembali berjalan untuk menuruni tangga dan menuju ke ruang utama masjid untuk melaksanankan prosesi ijab dan kabul.

Saat Pak Penghulu menyiapkan berkas dan tes sound untuk prosesi ijab dan kabul, Kelana masuk dan berjalan melalui jalur khusus tamu undangan wanita. Namun kehadirannya tetap mengalihkan mata tamu undangan yang hadir di ruang utama untuk menjadi saksi prosesi akad nikah merupakan keluarga, kerabat, dan teman terdekatnya. Kelana berjalan dan duduk di tempat yang telah disiapkan dibagian barisan keluarganya sebelum Ia duduk bersanding di samping Sakti.


*******************************

580

Riuh KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang