Tahun 1990 - 1996
Pagi itu, ketika fajar merekah dan sayup adzan Subuh berkumandang, setelah proses melahirkan yang penuh tangis dan air mata, seorang anak perempuan lahir rabu, 4 April 1990, di Rumah Sakit besar di Kota Jakarta. Dengan panjang tubuh 50 cm dan berat tubuh 2,8 kilogram. Anak sulung itu oleh kedua orang tuanya, Ibu Larasati dan Bapak Anwar Abidin diberi nama Kelana Aulia. sudah tak terhitung berapa purnama mereka menantikan sang buah hati.
Saat itu ayahnya, Pak Anwar memiliki bisnis pabrik bakso yang sudah ternama, dari proses produksi hingga distribusi ke beberapa agen besar di seluruh Indonesia. Ibunya, Bu Laras adalah ibu rumah tangga yang mengabdi melayani ayahnya full time di rumah.
Kelana merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang kaya. Namun kondisi keluarganya saat kecil merupakan jerih payah ayahnya. Tiga tahun pertama pertama pernikahan Bu Laras dan Pak Anwar mereka lalui penuh liku, sebelum kehadiran Kelana dalam hidup mereka. Tuhan memberikan keberkahan dalam hidup mereka sejak Kelana hadir dalam rahim Bu Laras.
Masa kecil Kelana cukup menyenangkan, Ia masuk ke taman kanak-kanak bergengsi tahun 1994. Menghabiskan waktu bermain dan stimulasi di sekolah sesuai dengan usianya empat tahun. Kelana selalu diantar setiap pagi oleh ayahnya dan siang harinya giliran ibunya yang menjemput Kelana pulang sekolah. Selalu ada percakapan yang hangat dan seru dengan ayahnya sepanjang perjalanan di dalam mobil yang dikendarai ayahnya. Seperti pagi hari di hari Jum'at, untuk pertama kalinya Kelana masuk ke taman kanak-kanak di hari pertamanya. Hal tersebut dikarenakan Kelana terlambat mendaftar ke sekolah taman kanak-kanak, atas permintaan Kelana sendiri bahwa Ia ingin mencoba sekolah dan berkenalan dengan teman-teman selain di lingkungan rumahnya.
"Lana sudah siap? Ayo bawa tas mu dan masuk ke mobil ya" Ajak Pak Anwar menjalani rutinitas di pagi hari untuk mengantar Lana ke sekolah.
"Sudah ayah, sebentar Lana cek dulu isinya. Kotak pensil sudah, Botol minum sudah, kotak bekal sudah, mukena sudah. Oke Lana siap berangkat ayah" Jawab Lana bersemangat sambil sibuk memeriksa barang yang akan dibawa ke sekolah.
"Jangan lupa pamit Ibu, cium tangan Ibu minta do'a ya nak" Ayah mengingatkan kembali kebiasaan sebelum berangkat sambil masuk ke pintu depan mobil.
"Ibuu,buu Lana berangkat sekolah yaa. Do'akan Lana gak ada yang nakal di sekolah" pamit Lana dengan suara nyaring cempreng khasnya sambil berlari kecil mencari Ibunya.
"Iya Lana, ibu selalu berdo'a meminta perlindungan Allah untuk mu dimanapun Lana berada. Yang senang ya nak di sekolah, berkenalan dengan teman yang baik dan dengan bu guru harus sopan" Ucap ibu, setelah keluar dari kamar dan selesai memakai kerudung untuk mengantarkan Lana dan Pak Anwar berangkat.
"Assalamu'alaikum bu, Lana dan ayah berangkat ya" Sahut Pak Anwar dan Kelana bersamaan sambil melambaikan telapak tangan.
"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan ya kalian" Jawab Bu Laras sambil mencium tangan suaminya dan mengulurkan tangan ke Kelana serta mengelus kepalanya.
Rutinitas setiap pagi hari yang mereka jalani sama seperti keluarga kecil pada umumnya, namun Pak Anwar selalu memberikan ketegasan terkait jadwal sarapan, mandi, belajar, bermain dan bebersih rumah untuk anak dan istrinya. Bu Laras pun membiasakan sejak Kelana lahir untuk konsisten mengikuti jadwal yang telah disepakati dalam mengerjakan pekerjaan rumah, seperti memasak, membersihkan rumah dan isinya, mengurus dari A-Z kebutuhan Kelana, menemaninya bermain sampai 'melayani' suaminya sepulang dari pekerjaan bisnisnya.
*****************
Saat libur sekolah tiba, Kelana biasanya akan ikut Pak Anwar ke pabrik bakso di Tangerang bersama ibunya, bukan untuk membantu, tapi hanya bermain-main di sekitar pabrik, setelah itu biasanya Pak Anwar juga akan mengajak Kelana melihat-lihat proses pembuatan dan berkenalan dengan para pekerja kepercayaan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riuh Kelana
RomanceDua puluh lima tahun dalam hidupnya, Kelana habiskan untuk membenci sang Ayah. Sewaktu kecil, Kelana pun sempat membenci ibunya karena sebuah kondisi keluarga. Kepada ayahnya di titik ini dia sudah mati rasa, menganggap sosoknya mati dan tak perna...