Part 2
Ijab dan Kabul
Juli 2018
Memasuki ruangan masjid tempat ijab kabul berlangsung, Kelana masih mengarahkan pandangan matanya ke bawah dilihatnya alas karpet berwarna merah berpadu padan dengan krem. Membuat sejuk dipandang dengan kerapatan benang yang padat dan tebal membuat lebih empuk dirasakan saat kaki Kelana melangkah perlahan membuat hatinya kembali tenang.
Kelana mencoba mengangkat kepalanya, melihat sekeliling interior masjid mengamatinya dengan menyapu pandangannya perlahan untuk sekedar mengalihkan kegugupan dan menghadirkan nuansa yang damai. Saat memasuki ruang utama shalat yang merupakan ruang ijab kabulnya, kesan yang sangat berbeda dengan bangunan luar yang minimalis akan terasa. Detail ornamen lukisan kaligrafi berbagai warna menghiasi keseluruhan bangunan. Jendela-jendela kayu tinggi yang mengitari dinding ruangan dan kubah pun menjadi satu kesatuan membentuk sebuah desain yang indah dengan memperhatikan desain pencahayaan alami ke dalam masjid. Di sisi lainnya dalam kubah terlihat ukiran lukisan kaligrafi yang inda. Lafadz Allah berada di bagian puncaknya, dikelilingi oleh 99 Asma'ul Husna.
Di dalam masjid ini masih memiliki unsur desain lokal yang terlihat pada keberadaan serambi masjid. Hal ini memperlihatkan bahwa Masjid ini mendapat pengaruh arsitektur Timur Tengah yang pada penerapannya disesuaikan dengan setiap fungsi pada masjid.
Benar saja, tidak salah Sakti memilih tempat untuk prosesi ijab kabul pernikahan mereka. Selerannya begitu tidak main-main, pilihannya jatuh pada Masjid Agung Al Azhar yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Masjid yang dibangun tahun 1953 ini memiliki bangunan yang megah dan berwarna putih bak Taj Mahal di Negara India. Untuk lokasi resepsinya pun dilaksanakan di Aula Buya Hamka, fasilitas aula yang disediakan di masjid ini.
Setelah asyik menikmati keindahan arsitektural dari interior ruang utama masjid. Pandangan mata Kelana mengarah ke deretan keluarga inti, kerabat terdekat, dan sahabat dari Ia dan Sakti. Rombongan keluarga Kelana memakai dresscode bertema serba putih, untuk wanita memakai kerudung berwarna ivory, sedangkan laki-lakinya memakai celana ivory. Untuk rombongan keluarga Sakti kompak dengan dresscode bernuansa putih dan biru bolivia.
Kelana duduk dengan detak jantung berdegup kencang tak jauh dari meja ijab kabul, sedikit ke belakang dan serong ke kiri dari meja ijab kabul. Di sampingnya ada Bu Laras dan Arum, dielusnya perlahan dan digenggamnya lembut tangan Kelana oleh Bu Laras seakan memberikan kekuatan dan meyakinkan semuanya akan berjalan lancar dan baik-baik saja.
Tak terasa Bapak Penghulu sudah menyelesaikan tausiyahnya dan sudah kembali ke posisi duduk yang telah disediakan. Begitu juga dengan Sakti yang duduk tepat di depan Pak Penghulu. Sedangkan sosok yang membuat hatinya makin tidak karuan adalah kehadiran seorang lelaki paruh baya yang duduk di posisi agak serong kanan di depannya. Ya, itulah Pak Anwar, ayahnya. yang sama sekali tidak Kelana harap kehadirannya di hari berbahagia ini.
Sebelum lafadz ijab kabul diucapkan dari wali mempelai wanita dan dilanjutkan Mempelai pria, Bapak Penghulu pun membimbing Sakti untuk membaca beberapa bacaan doa dengan, seperti kalimat istighfar, dua kalimat syahadat, shalawat sebelum akhirnya membacakan ijab kabul.
Prosesi pengucapan kalimat ijab dan kabul diawali oleh Pak Anwar, mengucapkan kalimat ijab dengan suara bassnya yang khas, tegas dan lantang.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Sakti Mahardika bin Rudiantara dengan anak saya yang bernama Kelana Aulia dengan maskawin yang berupa seperangkat alat sholat dan emas batang seberat 100 gram, tunai"
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Kelana Aulia binti Anwar Abidin dengan maskawin tersebut, tunai"
Sakti melantunkannya dengan lantang dan tegas dalam satu tarikan nafas. Sakti merasa lega karena berhasil melantunkan ijab kabul dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riuh Kelana
RomanceDua puluh lima tahun dalam hidupnya, Kelana habiskan untuk membenci sang Ayah. Sewaktu kecil, Kelana pun sempat membenci ibunya karena sebuah kondisi keluarga. Kepada ayahnya di titik ini dia sudah mati rasa, menganggap sosoknya mati dan tak perna...