2003-2004
Di Bawah teriknya matahari Kelana, Bu Laras, dan Sagara yang tertidur lelap dalam gendongan saat usianya sudah hampir memasuki tiga tahun usianya, mereka berjuang menelusuri jalan-jalan berdebu. Hari demi hari berlalu tanpa ada tujuan yang pasti kini, sudah tiga hari berlalu mereka berjalan berpindah-pindah tempat hanya untuk mencari tempat agar dapat tidur lelap meski hanya sejenak.
Akhir tahun terburuk bagi Kelana, memasuki pergantian tahun mereka harus terluntang-lantung di jalanan, setelah keputusan besar Bu Laras untuk menjual rumah gedong dari 'peninggalan' Pak Anwar. Sebagai bentuk akhir penyelesain hutang-hutang yang tidak kunjung terselesaikan selama enam tahun berlalu. Bu Laras merasa sudah tidak sanggup lagi bertahan di rumah sebesar ini, dengan para penagih hutang yang tak henti-hentinya datang sementara Pak Anwar tak kunjung terdengar kabarnya.
Dari hasil penjualan tersebut, hanya tersisa ⅓ bagian yang menjadi pegangan untuk kebutuhan hidup dan mencari tempat tinggal sederhana yang layak untuk mereka tempati.
Setelah empat bulan lamanya Bu Laras mencari rumah yang bisa mereka tinggali dan membuka usaha toko kecil-kecilan roti isi dan brownies, barulah mereka mendapatkan informasi disewakannya ruko bertingkat yang kecil, namun cukup dirasa menjadi tempat tinggal dan mencoba untuk membuka toko sendiri.
************
Perjalanan usaha roti isi dan browniesnya jatuh bangun selama enam tahun lamanya, setelah Bu Laras dan Kelana menekuninya dan akhirnya memutuskan di dua tahun terakhir mereka menitipkan produksi jualan pada franchise minimarket atau pasar swalayan terdekat dari rumahnya.
Awalnya, bisnis mereka tidak begitu sukses bahkan masih banyak sisa dari etalase toko-toko yang mereka titipkan, tetapi demi kedua buah hatinya Bu Laras tidak menyerah. Ia terus memperbaiki resep dan mengikuti saran pelanggan. Setelah satu tahun pertama awal mereka menitipkan, bisnis makanan mereka mulai tumbuh. Orang-orang mulai mengenal roti isi dan brownies enak yang mereka jual, dan pelanggan setia pun mulai datang. Keuntungan yang mereka dapatkan digunakan untuk membayar biaya sekolah Kelana dan membeli perlengkapan usaha yang lebih baik.
Kelana dan ibunya tidak hanya menjual makanan di pasar dan minimarket mereka juga mulai menerima pesanan dari tetangga dan teman-teman sekolah. Bisnis mereka semakin berkembang, dan Kelana merasa semakin dekat dengan impian menjadi seorang pengusaha sukses.
***********
SMP Kelana berjarak lima belas menit dengan mengayuh sepeda dari rumahnya. Berbeda dengan sekolah dasarnya yang hanya berjarak 5 menit dengan berjalan kaki. Untuk bisa mendaftar ke sekolah negeri unggulan, Kelana rela belajar dan mengikuti tes seleksinya agar bisa lebih dekat menuju impiannya dengan belajar tekun di sekolah negeri unggulan.
Sekolah Kelana meski sekolah unggulan, bukan berarti memiliki fasilitas mewah pada umumnya, di tahun ini masih sedikit sekolah dengan kualitas pendidikan yang memadai namun kurang dalam fasilitasnya. Bentuk fisik bangunannya, terlihat seperti sekolah biasa yang kecil dan sudah tua. Lapangan olahraganya sempit dengan panjang diagonal 150 meter, dan tembok gedung sekolah sudah mulai keropos memperlihatkan material aslinya. Namun di sekolah ini, banyak tercetak anak-anak yang memiliki kualitas pendidikan terbaik dengan bisa melanjutkan ke SMA negeri unggulan juga.
Peraturan tentang seragam di SMP Kelana pun ketat, terutama bagi anak-anak perempuan. Untuk siswi yang tidak memakai kerudung, harus memakai model rok yang panjang di bawah mata kaki, tanpa belahan di kanan dan kirinya dan menyembunyikan lekukan bokong atau tidak memiliki ukuran yang terlalu pas di area itu. Dilarang memakai kemeja putih yang tipis, jika bahannya yang digunakan terlalu tipis, diharuskan memakai kaos dalam. Untuk siswi yang memakai kerudung, kerudung harus minimal menutup dada, dipeniti dengan baik tidak ada sehelai rambutpun yang ke luar. Para siswa dan siswi hanya diperbolehkan memakai sepatu bertali dengan warna hitam keseluruhan tanpa ada satu motif berwarna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Riuh Kelana
RomanceDua puluh lima tahun dalam hidupnya, Kelana habiskan untuk membenci sang Ayah. Sewaktu kecil, Kelana pun sempat membenci ibunya karena sebuah kondisi keluarga. Kepada ayahnya di titik ini dia sudah mati rasa, menganggap sosoknya mati dan tak perna...