BAB IV - Masa Sulit

25 3 0
                                    

September 2000

Sore itu, Kelana merebahkan tubuhnya di atas alas tidurnya. Rasa yang berbeda dari kehidupannya beberapa bulan yang lalu. Di mana Ia bisa merasakan kehangatan yang nyaman di atas kasur springbed miliknya, namun kini sebuah tikar anyaman sebagai alas tidurnya dengan meninggalkan bekas jiplakan di bagian tubuhnya yang terkena pola anyaman permukaan atas tikar.

Kelana lelah dan sangat kesal sore itu, setelah pagi sampai siang bersekolah dan pulangnya Ia berkeliling menawarkan kue brownies dan roti isi mini buatan Ibunya ke jalanan dan taman kota terdekat dari rumahnya. Bukan karena dagangan tidak laris terjual, namun Ia merasa setiap hari yang dijalaninya berbeda dengan anak-anak lainnya.

Masa kanak-kanaknya seharusnya dihabiskan untuk bermain. Namun, ternyata Kelana malah menghabiskan masa kanak-kanaknya untuk bekerja keras. Bocah yang masih berumur 10 tahun ini harus meringankan pekerjaan ibunya demi mengemban peran menjadi anak sulung.

Ya, Kelana kini menjadi seorang kakak, satu bulan lebih sejak bulan April setelah Ayahnya pergi dan tak memberi kabar. Pada bulan Juni setelah melakukan medical check up ke puskesmas Ibunya ternyata dinyatakan mengandung anak kedua di usia kandungan memasuki bulan kedua usia kandungannya. Tepatnya cabang bayi di dalam rahim ibunya kini menjadi seorang adik bagi Kelana. sembilan bulan mengandung tanpa ditemani sang suami rasanya sungguh berat.

Selama proses kehamilan dan sepeninggalan suaminya banyak perubahan terjadi dalam keseharian Kelana dan Bu Laras. Perekonomian keluarga yang berubah drastis, membuat Bu Laras yang dulunya menjadi ibu rumah tangga biasa memaksanya menjadi tulang punggung keluarga dan single parent bagi keluarga kecilnya saat ini. Tekanan kecemasan akan kehamilan dan melahirkan keduanya nanti ditambah dengan kondisi ekonomi mereka, membuat ketidakstabilan emosi dalam diri Bu Laras. Sehingga menyebabkan kehangatan dan kelemah lembutan seorang ibu yang ada pada dirinya dahulu mulai berkurang pada anak sulungnya.

****************

Sampai pada suatu hari, peristiwa pertam terjadi saat mereka hendak berjualan ke pasar kue buatan Bu Laras. Secara tak sengaja Bu Laras mendengar pembicaraan ibu-ibu tetangganya yang memang terkenal suka menggunjing orang. Dari dulu ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumah gedongnya ini memang tidak suka dengan kesuksesan usaha pak Anwar, dan kini juga suka mengungkit-ungkit kehidupan Bu Laras ke para penjual di pasar.

"Itu ya Bu Laras yang tinggal di rumah gedong itu, sering banget didatangi penagih hutang. percuma rumah gede-gede tapi hutangnya melangit. Suaminya sudah lama ga pulang. Sudah nggak peduli sama istri dan anak-anaknya. Denger-denger malah sudah nikah lagi di Jawa." Ujar ibu berbadan berisi dan berhijab kuning tersebut kepada para pedagang pasar.


"Eh tapi, itu Bu Laras perutnya sudah besar ya, apa jangan-jangan jadi sanderaan preman-preman itu terus tekdug? Hahaha ngerik ah, ditinggal suaminya juga karena nggak bisa ngurus lakiknya kali ya" Ibu lain bertubuh cungkring dan berambut ikal mulai menimpali dengan bahan gunjingan lain tentang Bu Laras.

Bu Laras yang baru sampai pasar dan tidak begitu jauh dari tempat itu tak kuasa menahan tangis yang selama ini ia tahan, dari awal kehamilan anak keduanya hingga kini usia kandung sudah memasuki bulan ke tujuh kehamilannya. Ketika ia mencari cari dimana keberadaan suaminya, tak pernah sedikitpun ia berpikiran negatif tentang suaminya. kebaikan suaminya selama ini terus membuat Bu Laras selalu berpikir Pak Anwar pergi untuk menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya.

Namun, mendapat cerita pak Anwar yang sudah menikah lagi meruntuhkan pertahanan di hati Bu Laras. walaupun belum tentu ceritanya benar, namun memikirkan hal ini saja sudah membuat hatinya tercabik-cabik. ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya bersama anak dan bayi yang ada di kandungannya.

Riuh KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang