"Bapak berangkat dulu dek." Ucap Bapak berpamitan pada Tita yang seperti biasa sepagi ini sibuk menghidangkan makanan di etalase kaca warung milik Ibu.
Di depan samar-sama Tita mendengar Bapak bergantian mengucapkan salam pada Ibu yang sedang asyik mengobrol dengan tetangga. Setelah itu suara motor Bapak pergi menjauh.
Bapak adalah seorang pekerja harian lepas di sekolah swasta yang teletak tidak jauh dari rumah. Sehari-hari Bapak menggunakan motor tuanya untuk bekerja. Meski penghasilan tidak terlalu banyak, Bapak berhasil menguliahkan ketiga anaknya. Entah bagaimana pusingnya Bapak dan Ibu mengatur keuangan tetapi pada akhirnya mereka bisa mewujudkan cita-cita sejak pertama menikah. Memberikan pendidikan setinggi-tingginya semampu mereka untuk anak mereka.
Bapak hanya lulusan SMK, sama halnya dengan Ibu. Dulu Bapak pernah bekerja menjadi sopir belasan tahun di keluarga kaya, setelah jadi sopir Bapak memutuskan berhenti dan memberi waktu yang lebih banyak pada keluarga.
Maklum saja, saat menjadi sopir Bapak hanya pulang ke rumah seminggu sekali, itu pun tidak dalam waktu yang lama. Bapak melewatkan banyak momen penting. Salah satu yang paling diingat beliau adalah saat Mas Dewa kecil melangkahkan kaki untuk pertama kalinya. Baru tiga hari kemudian Bapak mengetahui kalau anak sulungnya itu sudah bisa mulai berjalan dari cerita Ibu yang sangat antusias menyambut kepulangannya.
***
Sejak obrolan dengan Nala semalam, Tita mulai merasakan kenyamanan dengan kehadiran kucing ajaib yang hanya dia yang bisa melihatnya. Meskipun masih ragu dengan ajakan Nala untuk pergi ke Arcadia, Tita menyadari bahwa kini dia memiliki lebih dari satu pilihan: mengiyakan ajakan Nala atau memilih untuk tetap di tempatnya.
Tapi ternyata Tita juga mulai memikirkan Arcadia lebih dari biasanya.
"Jika semakin banyak peta mimpi yang hilang, cahaya Arcadia semakin meredup." Begitu kata Nala dengan raut muka yang sedih.Tita mengangguk perlahan, menarik napas dalam-dalam, merenung sejenak. "Tapi bagaimana kalian para penjaga Arcadia bisa mencegahnya? Bagaimana cara supaya bisa menghentikan peta mimpi yang hilang?"
Nala menjawab dengan nada berat. "Kami harus menemukan pemilik masing-masing peta mimpi yang hilang. Hanya mereka yang bisa menemukan peta mimpi milik mereka masing-masing. Ada radar yang mereka miliki untuk kembali menemukan peta mimpi itu."
"Jadi itulah kenapa kamu ada di sini, Nala? Aku yang harus mencarinya sendiri di Arcadia?"
"Aku akan menemanimu, Tita. Tidak mungkin aku membiarkan kamu sendirian." Jawab Nala meyakinkan Tita.
Malam itu, Tita masih terkatung-katung dalam keraguannya. Dia membiarkan segala yang diceritakan oleh Nala menggantung di udara, memutuskan untuk menyelipkannya ke dalam alam mimpi. Mungkin di sana, Tita bisa mencuri sekelumit kehidupan yang terwujud dalam kata-kata Nala tentang Arcadia.
Sebelum memejamkan mata, Tita melirik ke arah Nala. Kucing itu sudah terlelap di atas kasur yang dulunya milik Bona, sahabat setia yang telah pergi. Tita sengaja membiarkan barang-barang Bona tetap ada, ingin memelihara kenangan indah bersama si kucing yang begitu dicintainya. Kalung dan kasur itu adalah saksi bisu dari setiap momen berharga yang pernah mereka lalui bersama.
Dengan tatapan penuh haru, Tita memperhatikan Nala yang sedang tertidur pulas. Wajah kucing itu terlihat tenang, namun Tita bisa merasakan lelah yang membayangi di balik kedamaian itu. Di dalam hati Tita, muncul rasa simpati yang mendalam pada Nala. Mungkin saja, dengan segala pertimbangan yang melingkupinya, Tita akan menyetujui untuk memulai petualangan baru di dunia yang asing baginya, demi menyelamatkan dunia Nala dan keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcadia: Perjalanan Menemukan Peta Mimpi
FantasyTita dan peta mimpinya yang hilang. Mengantarkan gadis itu ke Arcadia, dunia yang sebelumnya tidak pernah dia temui. Semua berawal dari pertemuan tak terduga dengan Nala, seekor kucing magis yang menjadi kuncian Tita untuk menemukan peta mimpinya ke...