Crown

29 2 0
                                    

Tita terus berjalan sambil mencoba mengingat jalan yang tadi dia telusuri bersama Nala. Setiap langkahnya terasa berat, beban kekecewaan dan kekhawatiran membuatnya merasa seperti tersesat dalam labirin pikirannya sendiri. Namun, sedikit demi sedikit, dia mulai mengenali beberapa titik referensi di sekitarnya, mengingat tempat-tempat yang mereka lewati bersama Nala.

Dengan hati-hati, Tita mengikuti jejak-jejak yang sudah dia kenal, mempercepat langkahnya menuju pulang. Di kejauhan, dia mulai melihat siluet danau yang indah, Lake of Hope, yang menjadi penanda bahwa dia semakin mendekati jalan pulang menuju ke rumahnya. Rasanya seperti ada kelegaan di dalam hatinya saat dia menyadari bahwa dia sudah mulai mendekati tujuannya.

Namun, meskipun semakin dekat dengan Lake of Hope, Tita merasa tubuhnya semakin lelah. Perjalanan mencari jalan pulang tanpa adanya Nala ternyata lebih melelahkan daripada yang dia duga. Setiap langkah terasa berat, setiap hembusan angin terasa menusuk tulang, dan setiap pikiran tentang kekecewaan atas pertemanannya yang terputus membuatnya semakin letih.

Namun, di tengah rasa lelah yang melanda, Tita tetap bertekad untuk terus maju. Dia tahu bahwa dia harus mencapai rumahnya, dan dia akan melakukannya meskipun harus melawan rasa lelah yang begitu kuat. Dengan tekad yang kuat, dia melanjutkan langkahnya, menelusuri jalan yang sudah dia kenal dengan harapan untuk segera sampai di rumah dan beristirahat sejenak di tepi danau yang indah itu.

Dengan langkah yang terhuyung-huyung, Tita akhirnya mencapai tepi danau yang indah, Lake of Hope. Dia merasakan desiran angin yang menyejukkan dan mendengar gemericik air yang menenangkan. Rasanya seperti kembali ke tempat yang dulu dia panggil rumah, meskipun kekecewaan dan kelelahan masih menyelimuti pikirannya.

Tita meraih air dari danau dengan gemetar, merasakan kehausan yang tak terlupakan setelah perjalanan panjang dan melelahkan. Air jernih itu menyejukkan tenggorokannya yang kering, memberinya kelegaan yang begitu dinantikan. Dia membiarkan dirinya menikmati setiap tegukan, merasakan kekuatan hidup kembali mengalir ke dalam tubuhnya.

Setelah merasa sedikit segar, Tita memutuskan untuk beristirahat sejenak. Dia mencari tempat yang teduh di bawah pohon di tepi danau itu, merasa betapa nikmatnya hembusan angin yang lembut dan beraroma segar dari pepohonan yang menjulang di sekitarnya. Dia duduk dengan hati yang berat, membiarkan tubuhnya merasakan kenyamanan dari tanah yang dingin dan lembut.

Saking lelahnya, mata Tita hampir terpejam, tetapi sebelum dia benar-benar tertidur, ada suara yang menyapa dan membangunkannya.

"Hai, Tita," sapa suara itu.

Tita mengerjapkan matanya, terkejut oleh kehadiran yang tiba-tiba. Dalam hatinya, dia bertanya-tanya siapa pemilik suara itu. Apakah ini seseorang yang dia kenal, atau mungkin seseorang yang baru? Namun, dalam keadaan lelah yang menyelimutinya, dia hanya mampu menatap dengan tatapan yang penuh tanda tanya, belum mampu menyuarakan pertanyaannya.

"Siapa lagi dia ini darimana dia tahu namaku?" batin Tita keheranan.

***

Setelah sedikit lebih sadar, Tita memandang dengan hati-hati sosok yang menghampirinya. Terkuaklah identitasnya: seorang kuda gagah berwarna cokelat tua dengan rambut panjang yang berkibar lembut di udara. Matanya yang tajam menatap Tita dengan penuh kehangatan.

"Hai, Tita," ucap kuda itu lagi dengan suara yang rendah namun penuh kelembutan.

"Siapa kamu?" Tita bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, mata masih mencoba meraba sosok yang tak dikenal di hadapannya.

Kuda itu tersenyum lembut. "Aku adalah Crown, prajurit setia di dunia Arcadia."

Tita terkejut. Dia tidak pernah mendengar tentang kuda bernama Crown sebelumnya. Namun, tatapan lembut dan kehadiran yang hangat membuatnya merasa tenang.

Arcadia: Perjalanan Menemukan Peta MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang