Rules 2

33 16 82
                                    


"Di tempat di mana ketakutan menjadi kawan, setiap nama membawa bayangannya sendiri, tersembunyi dalam lorong sunyi yang tak pernah benar-benar kau kenali."

~Someone~

^•^
_________________________________________
_________________________________________

“Potty House, namanya terdengar aneh.”

Airy menggeser layar ponselnya. Netranya bergulir membaca artikel dari sebuah situs asing. “Darimana kau mendapatkan situs ini?”

“Seseorang datang padaku saat aku kambuh,” kata Aqlan. “Dia menawarkan sebuah obat, tapi aku menolak, kemudian dia memberi alamat situs gelap itu padaku.”

Airy mengangguk kecil. Jarinya masih bergerak di benda pipih itu.

Rumah sakit fobia istimewa dan rahasia. Terlepas dari pengobatan pada umumnya. Hanya berfokus pada penyembuhan gangguan mental pasien. Terapi diberikan oleh para ahli dan tidak dipungut biaya. Datanglah ke rumah penyembuhanmu...

“Penjelasannya sangat sedikit. Aku heran kenapa mereka tidak terjalin dengan rumah sakit umum. Bahkan, gedungnya juga berada di tengah hutan seperti ini.”

“Aku juga tidak yakin. Tapi, seorang temanku yang memiliki fobia sama sepertiku sudah sembuh saat menjalani perawatan di sana. Dia menyarankan aku berkunjung ke tempat ini. Kurasa tak ada salahnya mencoba.”

Aqlan menarik keluar tangannya dari saku. Pemuda itu menggesekkan kedua telapak tangannya dan meniupnya. Mereka semakin ke dalam hutan dan hawa semakin dingin.

Mereka terus berjalan hingga menemukan sebuah jalan setapak kecil yang mengarah ke sebuah bangunan lama.

Aqlan menghentikan langkahnya. Airy menatap bentuk bangunan itu, mirip rumah sakit tapi lebih besar. Dindingnya terkelupas dan dirambati tanaman liar. Beberapa kaca jendelanya pecah dan cahaya lampu memancar keluar.

Tak ada suara selain bayangan orang yang berlalu-lalang di beberapa lantai.

“Itu pintunya. Ayo masuk,” kata Aqlan mendahului Airy.

Aqlan memasuki pagar kecil yang mengelilingi bangunan itu. Sebuah papan nama bertuliskan ‘Potty House’ hampir tertutup seluruhnya oleh rumput liar.

Airy menatap sekeliling tempat itu. Perasaan khawatir dan takut tiba-tiba menyelimutinya.

Ini gila

Seumur hidupnya Airy belum pernah mengikuti pengobatan sampai ke tempat aneh itu. Apalagi, dia diajak oleh seorang pemuda yang baru dikenalnya dari instagram.

Airy kemudian mengikuti langkah Aqlan. Mereka kini berhadapan dengan sebuah pintu lebar yang nampak lapuk.

Aqlan mengetuk tiga kali, namun tak ada sahutan. Hanya terdengar derap langkah kaki di atas lantai kayu yang mendekati pintu dan membukanya.

Airy meremas totebagnya saat menatap wajah sosok yang keluar dari sana. Seorang pemuda berjas putih, rambut silver lebat, netra abu-abu pekat dan berkacamata. Airy bisa memasukkannya dalam kategori pemuda tampan.

“Aqlan Rogier, 18 tahun. Dan Airy Charlotte, 16 tahun,” kata Aqlan memperkenalkan diri. Pemuda silver itu mengangguk pelan dan menyuruh mereka mengikutinya masuk.

Pemandangan pertama yang didapati cukup menyeramkan. Ruangannya seperti rumah sakit pada umumnya, namun sangat suram dan…bau. Dindingnya lebih baik dari bagian luar, lantai yang terbuat dari kayu dan lampu redup menghiasi langit-langit. Mereka mendekati meja resepsionis, di sana ada seorang wanita paruh baya. Memakai jas putih dan rambut hitam kaku.

“Dua pasien baru. Catat namanya dan antar mereka ke ruangan,” pinta si pemuda silver. Wanita itu mengangguk dan mulai menulis. Aqlan kembali memperkenalkan diri.

Airy memandang punggung si pemuda silver yang melangkah pergi. Satu hal yang baru disadarinya, sepertinya Airy mengagumi si pemuda silver.

“Megalophobia dan ballistophobia. Kalian berdua silahkan ke lantai 3.”
Aqlan mengangguk kemudian berbalik ke arah Airy. Alisnya terangkat saat melihat Airy yang masih memandang si pemuda silver. Raut wajahnya seketika berubah datar.

“Kau tidak punya waktu untuk itu.”

Airy tersentak mendengar ucapan Aqlan. Dia beralih memandang Aqlan yang berjalan melewatinya. Kepalanya dipenuhi dengan tanda tanya. Nada bicara Aqlan terdengar berbeda. Meskipun baru bertemu, Airy menyadari perubahan sikap Aqlan.

Gadis itu memutuskan untuk menyusul Aqlan. Namun langkahnya terhenti kala wanita paruh baya itu memanggilnya.

“Tunggu!” katanya sedikit mencondongkan tubuhnya. “Lantai tiga adalah daerah rawan. Kalian harus berhati-hati.”

Airy menatap wanita itu dengan raut bertanya-tanya. Namun wanita itu hanya membalas dengan tatapan yang sulit diartikan. Airy akhirnya memilih menyusul Aqlan yang sudah menjauh.

Time Is OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang