8. PROLOGUE OF EPILOGUE

42 7 0
                                    


Lonca tertawa terbahak-bahak membaca secarik papyrus dihadapannya yang merupakan surat dari Nara yang digunakan oleh Reicht untuk berpindah tempat sebelumnya.

"Semua penjelasanmu sama sekali tidak benar. Tidak ada keterkaitan antara manusia serta apapun makhluk yang kau sebut dewa di sini. Apophenia Nara. Dewa yang kuketahui jauh lebih hebat dari yang kau bayangkan dan sama sekali tidak membutuhkan pelayan." Ucap Lonca dengan tenang.

Suasana heing untuk beberapa saat.

"Manusia adalah makhluk yang lebih baik dan tinggi derajatnya dibandingkan banyak makhluk lainnya....banyak makhluk lainnya Nara, bukan semua!" Teriak Lonca.

Kembali, suasana hening terasa di ruangan tersebut.

"Kau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mu? Kau hanyalah boneka lusuh diantara boneka rusak lainnya. Boneka yang telah bosan di mainkan oleh sang pemiliknya dan hanya dapat mengenang masa lalu yang penuh kekuasaan saat kau masih di butuhkan. Kau tahu siapa yang pernah memainkanmu? Iblis. Kau hanyalah bagian kecil dari rencana iblis untuk memimpin dunia. Menyedihkan sekali kau tak menyadari hal ini. Apa bedanya yang mulia Nara sang pembuka rahasia langit dan kaisar dari 2 lapis dunia dengan manusia sampah yang dengan senang hati dan bangganya mengingkari para dewa dan mengikuti keinginan iblis??!" Teriak Lonca dengan nada lebih lantang.

Lonca terduduk lemah disebuah kursi di ruangan luas yang disinari cahaya putih terang yang membuat ruangan tersebut berwarna putih secara keseluruhan. Tak ada apapun di dalam ruangan tersebut kecuali Lonca dan kursinya.

Hampir sebulan telah berlalu dari kejadian mengerikan sebelumnya. Gantha, Galih dan Sandhi yang telah pulih dari lukanya juga ditempatkan pada ruangan yang mirip dan ruangan-ruangan tersebut saling berdampingan mengitari sebuah ruangan utama. Dihadapan mereka semua, secarik papyrus yang berisikan surat dari Nara terbuka lebar. Meskipun saling bersebelahan, mereka tak dapat mendengar pembicaraan satu dengan yang lainnya. Pada ruang utama, kini Nara tengah menahan wajah kesalnya akibat mendengar perkataan Lonca.

Beberapa kilometer dari lokasi tersebut, Reicht dan Naya sedang berjalan santai di sebuah taman yang di penuhi oleh bunga dan kupu-kupu berjenis swallowtail. Suasana di taman tersebut sangat tenang, jauh dari ketegangan yang sedang terjadi di ruangan sebelumnya. Meskipun tenang, sebenarnya kewaspadaan di lokasi ini pun cukup tinggi. Jika Lonca dan lainnya dikurung dengan ruangan, Reicht dan Naya dikurung dengan pengawalan ketat prajurit elit milik Nara.

Prajurit-prajurit ini mengenakan pakaian serba putih. Tak ada senjata sama sekali di genggaman mereka dan pakaiannya pun lebih seperti jubah daripada baju pelindung. Sepuluh prajurit mengawasi kedua anak manusia tersebut dari dekat, entah berapa banyak jumlah prajurit yang mengawasi dari kejauhan dan tempat persembunyian.

"Naya, tahukah kau bahwa ada masanya dimana manusia tidak tahu apa itu membunuh? Bisakah kau bayangkan? Jangankan melakukannya, manusia bahkan tidak tahu arti kata membunuh." Ucap Reicht

"Bukan hal yang penting." Ucap Naya ketus. Sepertinya pikiran Naya masih diselimuti oleh apapun itu yang Gagrayan perlihatkan padanya.

"Manusia pertama kali mengetahui hal-hal buruk karena iblis memberi tahukannya pada kita. Coba kau bayangkan, indahnya dunia yang dikuasai oleh makhluk yang tidak mengetahui apa itu membunuh."

"Sudah kukatakan, bukan hal yang penting."

"Beberapa orang berpikir membunuh sang iblis mungkin sedikit memperbaiki kekacauan ini. Tidak. Mereka salah. Iblis telah melatih manusia dengan sangat baik untuk menjadi makhluk yang mengerikan dan lebih keji dari iblis itu sendiri sehingga saat para iblis sudah tak ada pun, manusia akan tetap melakukan penghancuran dan kekaucauan."

Reiva : AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang