Kota kecil penuh turis dengan pemandangan pinggir pantai yang memesona itu bernama Chungju. Berdiri di atas bendungan raksasa, terkenal dengan musisi jalanan, dan ombak pantainya yang memecah karang.
He Jun tumbuh dan besar di kota ini sebagai yatim piatu. Dia tinggal di panti asuhan, setidaknya sampai dia cukup dewasa untuk bertahan sendirian di jalanan.
Untuk seseorang yang nyaris tidak punya apa-apa, He Jun memiliki bakat mahal yang nyaris tidak natural : kemampuannya dalam bermain biola.
Dia menjadi musisi jalanan, bermain biola di sebuah gang yang terkenal ramai pengunjung. Berdiri dengan dinding tua yang dicat putih sebagai latar, kaleng tua di kakinya pelan-pelan terisi oleh koin perak, cinderamata dari para turis yang berhenti sejenak untuk mendengarkan permainannya.
Selain turis, kota ini juga penuh dengan sampah masyarakat. He Jun berada di tengah lagunya ketika dia melihat salah satu di antara mereka menyelinap, berdiri di antara kerumunan penonton.
Seorang remaja dengan mata cemas dan tingkah mencurigakan. Tidak salah lagi, remaja itu adalah satu dari sekian banyak pencopet yang berkeliaran di sudut-sudut tergelap Chungju.
He Jun seringkali menjadi korban mereka. Namun itu dulu, sebelum ia belajar untuk menyimpan barang berharga di sepatu dan bukan dompetnya.
Dia tidak akan pernah bisa membenci mereka, pencuri-pencuri kecil itu. Orang-orang melarat yang hanya berusaha untuk bertahan hidup. Persis seperti dirinya.
Hal terburuk yang bisa mereka lakukan adalah membuat seseorang mengalami kerugian finansial yang relatif kecil.
Perampok, dengan gang sepi, dan senjata mereka yang berkilau di malam hari, adalah cerita yang berbeda. Di masa lalu, He Jun kehilangan satu atau dua biolanya karena mengambil jalan pulang yang salah dan berpapasan dengan mereka.
Di hari-hari di mana para turis memilih untuk tinggal di penginapan, dan jalanan menjadi terlalu sepi untuk sebuah pertunjukkannya, He Jun akan menghabiskan waktu dengan duduk di tepi bendungan. Menonton orang-orang, menyaksikan pasangan pengantin baru melempar koin perak ke lautan dan menyampaikan harapan.
Ketika mereka pergi, He Jun akan menanggalkan jaketnya dan terjun ke air. Dia harus memungut koin-koin di dasar bendungan dengan cepat, sebelum komunitas penyelam yang biasa melakukannya tiba dan memergokinya tengah memanen ladang koin mereka.
He Jun adalah perenang yang handal. Hampir seperti ikan, pemuda itu bisa menahan napasnya untuk waktu yang lama. Di bawah air, matanya terbuka lebar, mencari benda-benda berkilauan. Dia mengumpulkan pecahan-pecahan perak itu tanpa kesulitan.
Kadang-kadang, beberapa turis yang ceroboh akan menjatuhkan perhiasan atau barang berharga mereka ke laut, dan He Jun akan mendapatkan imbalan dengan menawarkan bantuannya.
Duduk di tepi pantai dan mengeringkan diri. He Jun menumpuk koin-koinnya di atas pasir, membentuk menara suar, dan berdecak kesal ketika ombak pantai meruntuhkannya.
Dia berpikir untuk membeli sesuatu dengan koin-koin itu. Setelan pakaian baru, pakaian yang cukup bagus untuk dia kenakan untuk pergi ke sisi lain Kota Chungju dan mencari pekerjaan.
Pekerjaan sungguhan. Sesuatu yang menjanjikan masa depan dan menjamin masa tua.
Usianya menginjak dua puluh lima tahun di musim panas ini. He Jun tidak yakin apakah itu artinya kehidupannya telah berakhir, atau justru baru dimulai.
Orang-orang, mereka yang cukup tua untuk merasakan hidup di bawah naungan kerajaan, mengatakan kalau He Jun punya wajah seorang aristokrat. Dia mungkin memiliki hubungan jauh dengan keluarga bangsawan yang pernah memimpin Chungju beberapa dekade lalu, sebelum kota ini kehilangan armada lautnya dan dianeksasi sebagai kota kecil yang tidak punya basis militer.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Silent Sea
FantasiJika Younghwa (HRT) tidak punya hati, lantas mengapa dia menyelamatkan He Jun (KJK) ketika pemuda itu dijatuhkan ke laut?