IX

104 18 1
                                    

Malam berlalu dengan cepat, tapi tidak cukup cepat untuk He Jun. Jantungnya nyaris melorot tiap kali riak besar merusak permukaan air dan sesuatu mencuat ke permukaan. Untungnya, itu hanya kawanan lumba-lumba.

Di sisi lain, Vernon mulai frustrasi karena tidak kunjung menemukan apa yang dia cari. Dia memulai pendekatan yang berbeda dengan memerintahkan awak kapal untuk menurunkan sekoci dan mengisi perahu kecil itu dengan senjata, lentera, dan beberapa botol anggur. Kemudian, pria asing itu turun ke sekoci bersama penerjemah dan dua awak kapalnya.

Vernon tidak memerintahkan He Jun untuk ikut. Namun, Da In, yang melihat satu ruang kosong di ujung perahu, lantas menunjuk He Jun. "Kau ikut bersama kami."

He Jun melirik sinis. Dia tahu apa yang coba Da In lakukan. Pemuda itu tengah memastikan agar dia bisa selalu mengawasi He Jun.

Da In mungkin khawatir jika dia mencoba sesuatu. Seperti, mengambil alih kapal utama dan berlayar kembali ke Chungju, menelantarkan Da In serta Vernon di tengah lautan.

Dengan perasaan kesal, He Jun menuruti instruksi. Dia menuruni jaring di sisi kapal dan pindah ke perahu. Pemuda itu duduk sejauh mungkin dari dua otak dibalik ekspedisi malam ini.

"Berikan," ketus He Jun. Dia membuat gestur agar Da In memberikan salah satu papan dayung padanya.

Perahu mulai bergerak menjauhi kapal utama. He Jun mendayung sekuat tenaga untuk menyalurkan rasa kesalnya. Jika dia sedikit lebih nekat, pemuda itu mungkin akan memukul Vernon dan Da In dengan tongkat dayungnya hingga keduanya kembali waras dan melupakan ekspedisi bunuh diri ini.

Ada lima orang di atas perahu. He Jun, Da In, Vernon, dan dua anak kapal yang tidak pernah memperkenalkan diri mereka. Kelimanya berlayar menjauh hingga kapal utama tidak lagi terlihat.

Da In duduk di tengah dan sesekali mengartikan instruksi yang diberikan Vernon dalam bahasa asing. Satu anak kapal bertugas memastikan agar lampu minyak yang mereka bawa terus menyala. Sedangkan anak kapal yang lain mendayung bersama He Jun.

Sesuatu tampak di kejauhan, susunan batuan karang yang membentuk pulau. Ada celah di sisi lain struktur batuan itu yang mengarah pada lautan yang lebih luas. Pulau tersebut tidak berpenghuni, kentara dari kegelapan pekat yang menyelimuti daratannya. Jika seseorang tinggal di sana, setidaknya satu titik cahaya akan terlihat dari perahu mereka.

"Sebuah pulau dengan bentuk bulan sabit, sangat menarik!"

Da In tampak begitu menikmati perjalanan. Berbanding terbalik dengan He Jun yang tegang sepenuhnya. Pemuda itu menoleh ke belakang. Ketakutan menyelinap dan bersarang di antara rusuknya saat dia tidak bisa melihat kapal utama mereka di kejauhan.

Tanpa sadar, He Jun berhenti mendayung. Namun, arus yang tak kasat mata terus membawa perahu merapat ke bibir pulau dan melewati celah di antara dua daratan. Di sana, sesuatu seolah jatuh dari bebatuan di puncak pulau. Sesuatu yang putih menggulung cepat menuruni lereng dan memenuhi lautan. Dalam sekejap, mereka tidak bisa melihat rute dengan jelas. Permukaan laut ditutupi kabut tebal.

Anak kapal yang mendayung di depan dengan cepat menyuarakan situasi yang tengah mereka hadapi. "Kabutnya terlalu tebal. Aku tidak bisa melihat apapun!"

"Terus berjalan lurus," Da In memberikan instruksi. "Pelan-pelan. Pastikan jika kita menabrak apapun, itu tidak akan menimbulkan kerusakan fatal."

He Jun melirik ke arah Vernon, yang air wajahnya senantiasa tenang. Sepertinya pria asing itu tidak begitu peduli dengan keselamatan awak kapal atau dirinya sendiri. Sejak tadi, yang dia lakukan hanya mengosongkan botol hijau berisi alkohol yang dia bawa dari kapal utama dan memainkan pistol di pinggang. He Jun khawatir jika pria itu tiba-tiba terlalu mabuk untuk mengenali mereka sebagai awak kapalnya dan mulai menembak secara membabi-buta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Silent SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang