Mikha kembali jatuh. Dari perhitungan Selena, ini sudah ketiga kalinya lelaki itu tiba-tiba hilang keseimbangan dan berlutut tanpa sebab. Mungkin sudah saatnya ia berbaik hati pada diri sendiri dan mengakhiri sesi latihan, mengingat sudah hampir tengah malam dan satu per satu peserta mulai kembali ke dorm. Practice room kini hanya tersisa tiga unit, termasuk unit Mikha dan Selena, tetapi hanya Mikha yang terus mencoba kokoh di depan kaca, mengulang setiap footwork yang masih saja dikritik mentor setelah enam hari berjalan. Meski tubuhnya terlihat gemetaran dan napas juga terengah-engah, ia tetap belum berhenti.
"Kira-kira dia ngejar apa, ya, Kak?"
Selena duduk bersandar pada dinding dan meluruskan kakinya. "Gue rasa semua peserta di sini punya goals yang sama, Ra, termasuk lo dan gue."
Aurora mengerutkan kening. "Tapi kita nggak segitunya, tuh."
"Bisa aja kalau mau. Pertanyaannya, lo mau, nggak?"
"Hehe, nggak, sih."
Selena refleks mengacak rambut Aurora lalu mengajaknya kembali ke dorm. Sebelumnya ia sempat berteriak pada Theo dan Damian, memperingatkan mereka untuk cepat beristirahat dan stop memforsir diri agar D-Day penentuan center signal song bisa maksimal. Seolah ikut disinggung, Mikha juga melirik ke arah Selena yang ia rasa memang menatapnya sejak tadi. Namun, ia bodo amat dengan perhatian itu dan kembali memutar lagu With Us sampai mencapai limit tubuhnya.
Saat hari yang dinanti tiba, seluruh peserta duduk per unit di depan panggung main theater, tepat di belakang tim K-pro dan dimulai dari empat center utama dan para wanted. Setelah mendengar seruan sutradara, dua MC masuk dari samping kiri-kanan dan seketika tepuk tangan meriah menyambut mereka—sesuai arahan floor director. MC Iqbal pun lekas melakukan opening dan menjelaskan teknis yang perlu diperhatikan.
"Seleksi dilakukan secara terbuka—di depan peserta lain juga—dan dimulai dari unwanted, wanted, kemudian center utama. Penilaian masing-masing tim K-Pro berupa poin yang akan diakumulasikan di akhir."
Selena menelan ludah. Nyatanya mendapat giliran paling akhir tak selamanya menyenangkan. Malah yang ada ia deg-degan tak berujung karena harus terus-terusan melihat potensi lawan. Namun, ia beralih memanfaatkan hal itu untuk mencari celah kesalahan dan menjadikannya pelajaran agar nanti tak bernasib sama. Selena juga mengikuti gerakan mereka tipis-tipis, mengingat-ingat koreografi With Us dalam pikiran dan turut bergumam.
Sampai giliran Mikha, Selena sontak bergeming. Fokusnya tersita begitu saja. Saat ia mencoba melihat sekitar, peserta lain pun juga sama. Mereka kompak terhipnotis gerakan Mikha yang jauh lebih smooth dan detail dari kemarin.
"We are what we like. Bersama menuju happiness. Mimpi yang nyata tidaklah tiada."
Pada bagian pre-chorus, suara Mikha terdengar agak crack, tetapi setelah itu ia bisa mencapai note di luar range-nya dengan baik. Ia tidak terlihat panik sedikit pun dari kesalahan sebelumnya. Ekspresinya juga tetap on point, bahkan ia sempat menebar kedipan mata yang menyihir beberapa mentor, khususnya Narasya dan Triona. And maybe, including Selena.
"Terima kasih, Mikha," ucap MC Zee setelah lelaki berambut medium cut itu menyelesaikan penampilannya. "Gimana, nih, pendapat kakak-kakak mentor?"
Triona mengambil alih mic lebih dulu. "Saya rasa Mikha ini tipe trainee yang slow learner. Tapi kalau udah bener-bener bisa kontrol, fokus, dan maksimal, ya bagus hasilnya."
"Saya harap ini bukan performa terbaik yang bisa kamu usahakan, ya," tambah Egi. "Teknik bernyanyimu udah cukup oke, tinggal diasah lagi."
"Good job, Mik. Seenggaknya kamu bisa 'sedikit' mengubah persepsi saya saat pengenalan unit kemarin." Narasya menyatukan ibu jari dan telunjuknya seraya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Shouldn't be Together ✔ [Terbit]
Teen FictionGanti Judul: Behind the Stage Akibat berselisih dengan Mikha, si selebtok dari unit Born to Be, popularitas dan rank Selena di acara Mix and Max terus menurun. la terancam tereleminasi dan gagal debut dalam grup Co-Ed pertama di Indonesia yang berk...