Fifth Location - Warning

22 4 5
                                    

GEROBAK kayu dengan empat roda lengkap dengan tumpukan jerami membawa Tarynne berjalan di atas jalanan tanah berbatu yang tidak rata. Dua ekor kuda yang menjadi mesin alami gerobak ini pun meringkik sesekali. Mematuhi perintah tuannya.

Tarynne tidak bisa untuk tidak menyunggingkan senyum. Tubuhnya berbaring di atas tumpukan jerami dengan berbagai guncangan. Dia telah menghafal rute dan gambaran tempat melalui peta. Benda itu sekarang sudah disimpan rapi di dalam tas. Tarynne terlalu antusias pergi ke Lembah Naga sampai dia berkhayal akan seperti apa tempat itu. Tempat yang berbahaya? Oh, sudah jelas. Lembah kosong tak berpenghuni, kabut yang tiba-tiba muncul, dan naga-naga ganas yang siap menyerang kapan saja. Namun, Tarynne mempercayai satu hal yang mana kepercayaannya ini tentu tidak akan dipercayai oleh siapapun.

Di sana ada Terence. Dia yakin itu.

Tarynne bangun dari tumpukan jerami. Dia menoleh ke kanan dan menatap padang rumput yang terbentang luas. Rerumputannya lumayan tinggi, dengan puncak-puncaknya yang runcing. Tingginya kemungkinan sampai lutut, dan mudah untuk dilewati. Tak hanya itu, pandangannya juga menelisik ke arah yang tak jauh dari padang rumput. Hutan dengan pepohonan masif, lebat, nan padat. Dengan rerumputan tinggi di sisi-sisinya, juga akar dan tanaman-tanaman menjalar yang menggantung di beberapa dahan. Hutan yang menjadi destinasi pengirimannya. Hutan Kegelapan.

"Pak Sam! Berhenti," ujar Tarynne tiba-tiba. Pak Sam terkejut. Ditariknya kedua tali kekang pada kuda-kuda di depan gerobak. Menyebabkan hewan-hewan tersebut meringkik sambil mengangkat kedua kaki depan mereka ke udara.

Pak Sam langsung terdiam setelah kedua kudanya menginjak tanah. Jantungnya berdegup kencang, bising tak terkira. Masih terkejut dengan instruksi Tarynne.

“Nah, terima kasih sudah mengantarku, Pak.” Tarynne lagi-lagi berucap. Nyengir tak tahu malu sambil meloncat dari gerobak.

Pak Sam—petani baik hati yang baru saja menjadi kenalan Tarynne—menoleh ke sebelah kiri, ke arah hutan yang berada jauh di belakang gadis itu.

“I-itu.” Pak Sam menunjuk hutan yang ada di belakang Tarynne dengan ngeri. “Kau tidak akan pergi ke sana ‘kan?”

“Ah, Bapak ini, tentu saja aku akan ke sana.” Tarynne menjawab santai sambil mengibaskan tangannya ke wajah. Berpikir, kalau Pak Sam sedang bercanda. Pak Sam meneguk air liurnya sejenak. “Ta-tapi, di sana ‘kan, berbahaya. Hutan itu ditinggali oleh suku aneh yang bisa berubah wujud. Bahasanya pun berbeda dengan kita, dan mereka sangat buas.”

“Aku tahu itu.” Tarynne menimpali. Lagi-lagi dengan santai. “Aku sudah tahu dari buku, jadi tidak masalah.”

Pak Sam pun membelalakan matanya sejenak, tersadar dengan baju dan lencana emas berbentuk sayap yang dipakai gadis itu. “Ka-kau ... kau ....” Pak Sam menjeda sejenak, mengingat-ingat. “Kau kurir dari Mariennaz?”

“Yap, benar sekali.”

“Aish! Mestinya aku tidak perlu khawatir.” Pak Sam langsung menengadah. Sebelah bibirnya terangkat sebal. Tangannya juga di masukan ke dalam topi jerami, bermaksud menggaruk kepalanya. “Kalian orang-orang gila pengantar barang dan surat. Suka menantang maut bahkan berurusan dengan orang-orang asing berbahaya. Mengerikan sekali pekerjaan kalian.”

“Tapi kami menikmati pekerjaan ini, Pak. Aku saja sampai merengek ke Duke Achilles untuk mendapat pekerjaan ini—AUW!”

“Dasar gila! Kau itu perempuan. Kalau mendapat pekerjaan ini pun, setidaknya kau di tempatkan di dalam ruangan, bukan di lapangan seperti ini!” Pak Sam menjitak kepala Tarynne dengan lumayan keras.

“Tapi aku ‘kan sudah memilih jalan ini—“

“Ini!”

Tarynne langsung disodori sepotong roti gandum begitu dia menggerutu. Pak Sam memberinya cuma-cuma. Dia bahkan menatap Tarynne tajam dan serius. “Menjadi kurir Mariennaz adalah pekerjaan yang sangat berat. Sebelum mati, bawa dan makanlah roti ini.” Pak Sam memaksa. Dia bahkan mendorong roti itu sampai menyentuh seragam biru Tarynne.

Tarynne mendengkus, menerimanya dengan datar. “Terima kasih, tapi aku tidak akan mati, loh.”

“Aku punya teman yang bekerja sebagai kurir di Mariennaz. Tahun lalu, dia mati di jalan karena kelaparan.”

“Eh?” Tarynne terdiam saat hendak memasukkan roti tersebut ke dalam tas. Pak Sam melanjutkan, “karena itu, jaga dirimu baik-baik. Dilihat dari perawakanmu, sepertinya kau adalah orang yang peduli. Karena itu, pedulikanlah dirimu saat berada di perjalanan. Kalau lapar, berhenti dan makan, mengerti?” Pak Sam mengingatkan dengan keras. Dia menasihati Tarynne persis seperti seorang ayah yang menasihati putrinya.

Tarynne tidak tahu seperti apa rasanya memiliki seorang Ayah. Namun, karena nasihat Pak Sam yang terdengar masuk akal membuatnya mengangguk. Dia juga memakai tasnya kembali.

Pak Sam tersenyum ke arahnya. Dia memegang tali kekang erat. “Kalau begitu, jaga dirimu. Kau pasti akan mengirim barang ke Suku Coldyan ‘kan? Berhati-hatilah.” Pak Sam kemudian berlalu. Dia dan gerobaknya kembali bergerak di jalanan berbatu. Membuat padang bunga warna-warni yang ada di depan menanti kedatangannya.

Tarynne sendiri melangkah ke padang rumput, menuju hutan.

Pak Sam tahu saja kalau dia hendak pergi ke wilayah Coldyan. Wilayah yang konon katanya ditinggali oleh sekelompok manusia serigala. Tarynne sudah tahu informasi tentang mereka di buku maupun rumor yang beredar.

Menurut buku, Suku Coldyan adalah suku yang amat tertutup. Mereka sengaja meninggali Hutan Kegelapan agar tak bertemu dengan manusia. Selain itu, Hutan Kegelapan juga dirumorkan sebagai hutan yang sangat berhantu. Kalau kau masuk ke sana, kau akan mendengar suara tangisan wanita, tangisan bayi, penampakan, organ-organ tubuh yang terbang nan bergelantungan, dan lain-lain. Bagian ini hanya rumor, dan syukurlah Tarynne tak percaya rumor.

“Suku Coldyan tidak pernah ingin bertemu dengan manusia.” Tarynne bergumam sendiri. Menantang diri sambil berjalan. Dua buah pisau langsung dia keluarkan dari sarung yang melilit pinggangnya. “Aku penasaran, apakah mereka mau bertemu dengan tukang paket atau tidak.”

-

Rumput panjang yang ada di depan langsung rontok begitu Tarynne menebasnya sebanyak dua kali. Satu kakinya beringsut masuk ke dalam, dan matanya menangkap apa yang ada di depan.

Gelap, tetapi tak terlalu gelap mengingat masih ada cahaya matahari yang mau masuk dari sela-sela daun meskipun sedikit. Tarynne menatap sekeliling. Melihat betapa tinggi dan besarnya pepohonan yang ada di depannya. Akar-akarnya keluar dari tanah, mencuat seperti bebatuan keras. Tak hanya itu, tanaman-tanaman merambat yang menempel di beberapa pohon juga menambah kesan horor dan mistis bagi siapapun yang masuk ke sini.

Tarynne menghela napas sangat panjang, merasakan udara hutan yang masuk ke hidungnya. Segar dan dingin. Setelah dia menghela napas, barulah dia melangkah maju, masuk ke dalam hutan. Menebas rerumputan yang senantiasa menghalangi jalannya.

THE LOST BROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang