KELIMA serigala itu menggeram, menunjukan gigi taringnya yang lancip nan basah. Air liur mereka juga terlihat jelas, menetes, memberi kode kalau mereka siap menyerang dan memakan Tarynne kapan saja.
Tubuh Tarynne menegang. Wajahnya berkeringat dengan kulit pucat pasi. Kedua tangan dan kakinya bergetar hebat, dan rasa sakit yang ada pada kaki kanannya enyah begitu saja. Digantikan oleh rasa tegang dan takut tiada tara. Pandangannya juga menelisik mencari celah untuk kabur dari kerumunan serigala ini, tetapi, bagaimana caranya? Dengan kakinya yang patah dan celah yang tidak ada, apakah Tarynne betul-betul bisa kabur? Kalau iya, mungkin Tarynne akan kabur dengan tertatih sambil menyeret kakinya, dan kelima serigala itu pasti akan dengan cepat menerkamnya dan merobek kulitnya.
Tidak ada jalan, tidak ada cara. Jadi, yang Tarynne lakukan saat ini adalah pasrah sambil memeluk tas kayunya. Memejamkan mata sambil berharap bahwa bantuan akan datang, tetapi, bantuan dari mana?
Sepanjang hutan dan sepanjang padang rumput, Tarynne tidak melihat satu pun rumah. Tidak melihat satu pun orang atau manusia baik hati yang berlalu-lalang. Semua yang dilihat dan dilewatinya hanya pohon, akar, rerumputan liar, dan yang paling mentok adalah babi hutan dan beberapa hewan melata.
Tarynne semakin mengeratkan pelukan pada tas kayunya. Bersiap mati dengan rasa sesal tidak melihat Terence untuk yang terakhir kalinya. Namun, saat dia melakukan itu, tiba-tiba saja cahaya hijau keluar dari tasnya. Menyala terang, seolah ingin keluar.
Tarynne melepas pelukan tas kayunya, lantas membukanya kemudian mengambil sebungkus paket yang syukurnya masih terlihat rapi. Tidak ada penyok, tidak ada kerusakan. Setidaknya, di bagian luar masih bagus, masih utuh. Namun, bagian dalamnya tampak mengeluarkan cahaya kehijauan membuat matanya harus memicing karena terlalu silau. Tarynne berpikir, apakah barangnya rusak? Atau sihir yang ada di dalamnya keluar?
Mengirim barang yang mengandung sihir adalah sesuatu yang biasa bagi kurir Mariennaz. Masalahnya, Tarynne baru satu bulan bekerja, dan dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya bila sihir yang ada di suatu benda keluar secara tiba-tiba. Dia tidak bertanya pada seniornya, dan seniornya pun tidak cerita padanya atau mungkin tidak memiliki pengalaman untuk itu. Sekarang, perasaan takut Tarynne pada terkaman serigala bercampur dengan rasa bingung dan panik. Bingung karena benda ini menyala dan panik karena dia belum mengirim benda ini.
Karena benda itulah, kelima serigala pun sontak beringsut mundur. Mata mereka semua membesar, dan salah satu dari mereka pun bersuara, "jurthum ma Joryo tag Ko?"
"A-apa?" Tarynne bertanya gelagapan. Otaknya tidak bisa mencerna dengan baik.
"Jurthum ma Joryo tag Ko? (Apa itu Batu Jodoh?)"
Tarynne lagi-lagi gelagapan, terkejut dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Dia nyaris menjatuhkan paketnya kalau saja dia tidak kembali memeluknya. Tarynne paham bahasa yang digunakan serigala itu. Namun, dia tidak bisa menjawabnya. Bagaimana dia bisa menjawab, kalau yang diajaknya bicara adalah seekor serigala sebesar sapi?
Karena tak mendapat jawaban, serigala itu lantas kembali mendekat ke arah Tarynne, kali ini berdiri dengan dua kaki belakangnya. Seiring waktu dan seiring dia mendekat, dia mengubah dirinya menjadi bentuk lain. Kepalanya mengecil, kaki depan dan kaki belakangnya juga mengecil, bulu-bulu lebat yang semula menghiasi tubuhnya menyusut, masuk ke dalam kulit.
Tarynne terperangah, mematung memesona. Serigala garang yang semula memberinya pertanyaan dengan bahasa lain itu berubah menjadi pria yang menawan. Tubuhnya tinggi tegap dengan kulit kecokelatan. Bagian atasnya tidak tertutup apa pun sehingga dada serta perut enam petaknya terlihat jelas. Selain itu, bagian bawahnya hanya tertutup kain yang terbuat dari bulu hewan berwarna kuning kecokelatan. Kemungkinan bulu singa betina. Itu yang terlintas dibenak Tarynne.
Tak hanya satu ekor serigala. Serigala-serigala lain pun serta-merta mengubah diri mereka menjadi manusia, dan kebanyakan dari mereka berjenis kelamin pria.
Ingatan Tarynne seketika bergerak. Menelisik dalam balutan memori buku yang pernah dia baca dan diskusi resmi yang pernah dia lakukan bersama teman-temannya pada saat masa pelatihan. Ah, tentu saja!
Baru beberapa hari lalu Tarynne berbicara dengan Pak Sam tentang penghuni Hutan Kegelapan, dan sekarang, Tarynne baru menyadari bahwa dia telah bertemu dengan penghuhi hutan itu. Mereka, yang saat ini tengah mengelilingi Tarynne, merekalah penghuninya!
"Betul juga ...." Tarynne membungkukan badan, mengikuti instruksi yang pernah diajarkan gurunya ketika bertemu penghuni Hutan Kegelapan.
Kata sang guru, penghuni Hutan Kegelapan amat sangat suka dihormati. Jadi, jika bertemu dengan mereka, kau harus memberi mereka penghormatan terlebih dahulu. Baru setelah itu, mereka akan menghormatimu balik.
Tarynne memasang tangan kanannya di dada, baru setelah itu, berucap dengan bahasa mereka, "jhogyung thal marlawha Sieyam Phat nhulpelyor nigonum. (semoga bulan di Hutan Kegelapan senantiasa menyinari Anda semua)." Tarynne memberi salam. Salam atau penghormatan khusus yang mesti dilontarkan pada penghuni Hutan Kegelapan.
Semua manusia serigala yang melihat sontak membelalakan mata. Tidak mengira manusia di depan mereka, bisa bahasa mereka, dan tidak mengira manusia ini tahu cara melakukan penghormatan khas suku mereka.
"Mi, Tarynne Flame-ah thor yum Mariennaz-yharz. Kheizyum morthogjer mazh, thar masyalikh. (saya, Tarynne Flame dari Mariennaz. Datang kemari, untuk mengirim barang yang Anda minta)."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST BROTHER
Fantasía[Fantasy - Adventure - Mystery] Duke Retmora Achilles menyatakan bahwa Terence Flame meninggal di Lembah Naga. Tarynne Flame selaku adik dari kurir yang baik itu tidak menerimanya begitu saja. Di usia muda, dia pun mendapat pekerjaan di Kantor Pos M...