ALICIA mengabaikan awan-awan yang ada di sekelilingnya begitu dia terbang dengan ritme tidak seimbang. Naik, turun, lalu naik lagi sampai dia menjerit. Kedua bola matanya menangkap hutan yang ada di bawah kaki dan sapunya. Begitu hijau dan tertutup oleh awan-awan tipis yang bergerak lamban. Tampak kecil dan jauh dari sini. Mengerikan. Karenanya, Alicia memutuskan untuk kembali menyeimbangkan sapunya. Fokus ke depan dengan mata berair.
Sudah beberapa menit Alicia terbang di atas kumpulan awan-awan ini. Langitnya cerah padahal. Kalau seandainya Alicia tidak sedih dan kabur dari Tarynne, mungkin dia akan menikmati pemandangan yang ada di sekelilingnya.
“Cih, dasar Tarynne galak! Aku tidak akan pernah memaafkannya!” Alicia bersungut. Masih menatap ke depan. “Kalau sudah tahu akan begini, mestinya aku tidak usah membuntuti dan ikut dengannya! Hari-hari yang kulalui jadi percuma!” gumamnya. Semakin dikatakan dan semakin diingat, dia jadi semakin kesal dan menyesal.
Pikirnya, pergi bersama Tarynne dan Renzo akan jadi petualangan yang seru. Dia bisa belajar banyak hal di perjalanan nanti. Bisa menemukan berbagai macam tanaman obat persis seperti buku-buku yang pernah dibacanya, menemui banyak orang-orang baru, bertemu banyak penyihir yang mau berbagi ilmu, dan mungkin, bertemu cinta sejati persis seperti bagaimana Papa dan Mamanya bertemu?
Alicia benar-benar membayangkan itu ketika Tarynne pertama kali menginjakkan kaki di Bar Bibinya. Bohong kalau dia tidak menguping Tarynne dan Petunia bicara. Khususnya, ketika Petunia tahu bahwa Tarynne akan pergi ke destinasi selanjutnya setelah menginap. Di situlah, Alicia bertekad untuk mengikutinya, tepat setelah projek sihirnya selesai.
Namun, bagian yang tidak dia sangka adalah, Tarynne pergi sendirian. Meninggalkan Renzo dan sepucuk surat untuk Petunia. Alicia tidak sengaja melihatnya ketika dia hendak pergi mengambil segelas air. Melihat itu, dia langsung bergegas, mengemasi beberapa buku, baju, dan barang yang sekiranya perlu. Lalu, dia juga mengambil buku kuno yang ada di kamar Petunia—sambil mengendap-endap—dan setelahnya membangunkan Renzo yang tidurnya sangat nyenyak.
Alicia tidak akan lupa bagaimana ekspresi Renzo yang panik dan sedih setelah tahu Tarynne meninggalkannya. Alicia cekikikan saat itu, dan mengajak Renzo untuk membuntuti Tarynne diam-diam.
Sayangnya, kini perjalanannya sudah berakhir. Alicia memutuskan untuk kembali ke Pasar Penyihir, dan kembali pada projek sihir selanjutnya yang menurutnya membosankan. Dia memang ingin menjadi penyihir medis seperti Mamanya, tetapi, menjadi penyihir medis tanpa melihat dunia rasanya hambar.
Alicia ingin mengelilingi dunia. Persis seperti bagaimana Mama melakukannya.
Ya, Alicia menginginkan alur kehidupan yang seperti itu. Namun sayang, ekspektasinya tidak terkabul karena amarah Tarynne. Sedari awal, dia memang tidak menyukai perangai gadis itu, dan dia menyesal telah mengikutinya. Tidak ada hal yang bisa dilakukannya selain menyesalinya dengan menundukkan kepala ke bawah, ke daratan yang sedang ditutupi awan.
Awan-awan itu bergerak lamban, menutupi pucuk-pucuk pohon yang tengah dilewatinya. Begitu pucuk-pucuk pohon itu berlalu, Alicia dapat melihat sebuah lembah luas, yang mana di sekelilingnya terdapat gunung-gunung hitam runcing. Selain itu, di sebelah kiri lembah, terdapat hutan lumayan lebat yang begitu mencolok. Bentuk hutannya persis bulan sabit. Indah dan misterius.
Dengan perlahan, Alicia pun mendarat ke sana. Hendak beristirahat setelah dia terbang beberapa lama. Dia, Tarynne, dan Renzo memang berangkat bersama menuju Lembah Naga. Hanya saja, dia merasa aneh. Rasanya, dia tidak pernah melewati tempat itu.
Saat turun, telinga Alicia menangkap suara kepakkan sayap. Pikirnya, itu pasti seekor burung yang sedang terbang ke arahnya, melintas, atau hendak melewatinya. Karenanya, Alicia pun menoleh ke belakang tanpa ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOST BROTHER
Fantasi[Fantasy - Adventure - Mystery] Duke Retmora Achilles menyatakan bahwa Terence Flame meninggal di Lembah Naga. Tarynne Flame selaku adik dari kurir yang baik itu tidak menerimanya begitu saja. Di usia muda, dia pun mendapat pekerjaan di Kantor Pos M...