Naruto mengira ia akan dihempaskan badai nostalgia begitu melihat bayangan desa Konoha. Dinding kayu merah yang kokoh menjulang jauh lebih tinggi dari ingatannya, jalanan tanah yang dulu berdebu kini dilapisi batuan rata, gerbang besar hijau yang biasa terbuka pun kini hanya menyisakan celah sempit. Di baliknya, Naruto melihat puncak bangun yang bersusun menjulang ke langit, ia juga mendengar suara bising hingar bingar yang seharusnya tidak bisa didengar menjelang malam. Untungnya—atau tidak beruntung, ke semuanya masih cukup terlindung pohon dan dedaunan, namun alih-alih untuk menyembunyikan, fungsinya hanya menambah keteduhan di saat terik. Desa Konoha lebih mirip kota yang berkembang dari sudut manapun Naruto menilainya.
'Terlalu berbeda,' pikir Naruto. Ia tidak mengenal tempat ini.
Apa yang harus ia lakukan saat menjadi tamu asing di rumah sendiri?
"Tanda pengenal?" tanya seorang shinobi yang berjaga di pintu gerbang. Izumi yang menjadi kusir mengeluarkan plat kayu bagian dari organisasi pedagang, Kyoga mengeluarkan plat logam dari Kumogakure beserta surat tugasnya, hanya Naruto yang memandang shinobi itu bingung.
"Apa saya juga harus mengeluarkan tanda pengenal? Saya penduduk Konoha," jawab Naruto dari balik tirai sutra menerawang di topinya.
"Anda tetap membutuhkan tanda pengenal untuk memasuki desa. Tidak ada pengecualian," jawab shinobi itu.
Naruto kenal semua shinobi Konoha, tapi ia tidak mengenal orang ini. Bahkan ia tidak mengenal satu pun shinobi yang bertugas di gerbang desa. Sepertinya generasi shinobi baru telah lahir, dan Naruto jelas terlalu lama menghilang untuk mengetahuinya.
"Ah, Saya sudah lama sekali tidak pulang," jawab Naruto. "Maaf, saya juga tidak memiliki tanda pengenal," jawab Naruto.
Naruto pikir akan lebih baik mengakui tidak punya daripada pura-pura menghilangkannya.
"Apa Anda tidak memiliki benda yang bisa kami gunakan untuk mendukung identitas?" tanya shinobi itu lagi.
"Rasanya, itu juga tidak ada," jawab Naruto ragu. Semua seragam dan ikat kepalanya sudah rusak atau hanyut oleh air laut.
"Kalau begitu, siapa nama Anda dan dari klan mana?" tanya penjaga itu lagi,
"Itu—tidak bisa saya sebutkan-ttebayou."
"Hm, Apakah Anda buronan dari desa lain?" Shinobi itu bertanya dengan nada biasa, tapi baik Naruto, Izumi, dan Kyoga menyadari ada yang tidak beres dengan kewaspadaannya. Nyatanya, seluruh pandangan para penjaga gerbang sedang tertuju pada Naruto.
'Oh, astaga!' pikir Naruto marah. Inikah sebabnya tiap perempuan yang Naruto kenal memiliki temperamen yang buruk?—yah, kecuali Hinata—tapi tetap saja, apakah masuk akal menuduh perempuan cantik dengan pakaian sutra putih polos menjuntai sebagai buronan? Bukannya Naruto mengaku cantik, ia sadar dirinya lelaki, tapi apakah orang-orang ini bisa membayangkan betapa menderitanya duduk diam di kursi dengan ancaman gunting dan sisir berukir bunga? Ia bahkan sudah bersedia menggunakan pakaian dan jubah putih polos ini untuk menunjukkan kemurnian hatinya, walaupun awalnya—Naruto tertarik karena kainnya sangat lembut.
Naruto turun dari kereta kuda dengan dua kaki sekaligus lalu dengan gusar menyingsingkan kedua lengan bajunya. Sadar akan bencana yang mungkin muncul, Kyoga repot menghalangi dengan heboh, tetapi dengan satu dorongan tangan dari Naruto, hidung laki-laki itu menyentuh tanah. Izumi yang berusaha menenangkan kuda hanya tertawa kikuk.
Semua orang di tempat itu menahan napas, mengantisipasi apa dan bagaimana serangan yang akan dilakukan si wanita berbaju putih. Sejurus kemudian, baru si wanita mendekat satu langkah, shinobi penjaga gerbang serempak mengeluarkan kunai. Alangkah kagetnya para shinobi itu, karena pendatang yang mereka curigai malah mengeluarkan selembar sapu tangan. Wanita di depan mereka kemudian menangis tersedu-sedu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Legend of The Great Shinobi's Hero (Rewriten)
FanfictionNaruto mati di akhir perang dunia Shinobi keempat. Sepuluh tahun kemudian, gadis yang mirip dengannya tiba-tiba muncul. (Rewriten fanfiksi tahun 2014. Plot lebih detail, tapi ending kurleb sama lah yes.)