Chapter 1 || Awal mula ||

91 49 9
                                    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
Happy reading


Hari mulai gelap, cafe juga sudah lumayan sepi. Saat ini, Zura tengah membereskan barang-barangnya bersiap untuk pulang. Karena jam kerjanya sudah selesai.

"Zura," panggil Zia. Membuat sang empu menoleh ke sumber suara.

"Iya, ada apa?" tanya Zura.

"Kamu tau gak? Besok sore akan ada acara di taman, ke sana yu," ajak Zia semangat.

"Kebetulan besok kan hari libur, Ra," lanjut Zia.

Zura terdiam sebentar, kemudian ia menganggukkan kepalanya. "Boleh, itung-itung jalan-jalan," ujar Zura setuju.

"Yaudah, besok kamu jemput aku, ya?" ucap Zia diiringi tawanya.

"Boleh. Kalau gitu, aku pergi dulu ya? Udah mau gelap," pamit Zura pada Zia.

Zia menganggukkan kepalanya. "Iya, hati-hati."

"Assalamu'alaikum." Zura pergi meninggalkan Zia di tempat.

"Wa'alaikumussalam."

Zia memandang Zura yang sudah berjalan jauh. Ia tersenyum kecil saat melihat sahabatnya. "Tunggu kejutan dari aku, Ra," ucapnya pelan yang masih setia menatap ke pergian Zura.

***

Terlihat Gus Hidma tengah berada terah ndalem, dengan memandang ke arah langit. Dari jauh, terlihat Ustadz Farhan memperhatikan Hidma dari jauh. Tanpa berpikir lama, ia segera menghampiri Hidma.

"Assalamu'alaikum, Gus," sapa Farhan menghampiri Hidma.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhh, ehh ..., ustadz, ada apa?" tanya Gus Hidma kaget dengan kedatangan Farhan secara tiba-tiba.

Farhan duduk di sebelah Hidam, ia tersenyum kecil. "Gak ada apa-apa, Gus. Gus kenapa melamun?" tanya Farhan pada Hidma.

"Apa Gus ada masalah?" tanya Farhan lagi dengan hati-hati.

Hidma menggelengkan kepalanya. "Tidak, ustadz. Saya tidak apa-apa."

Ustadz Farhan terdiam sejenak, kemudian ia kembali bertanya," Gus, bagaimana lamaran dengan Ning Syhila?"

Syhila Ridnatul Sholehah, seorang Ning di pondok pesantren al-fatah. Kyai dan Umi berniat untuk menjodohkan Ning syhila dengan putranya, Hidma. Namun, perjodohan belum mereka tentukan, karena Gus Hidma belum menyetujui semuanya.

Pertanyaan itu seketika membuat Hidma menoleh ke arah Ustadz Farhan, kemudian ia menatap ke arah depan. "Saya tidak tahu, Ustadz. Di satu sisi, saya tidak mempunyai rasa dengan Ning Syhila, tapi ... di sisi lain juga, saya tidak bisa menolak lamaran ini karena Abi," ucap Gus Hidma.

Hening! Tidak ada yang memberanikan diri untuk membuka suara.

"Kenapa ustadz tidak sholat saja, meminta jawaban sama Allah," saran Ustadz Farhan membuka suara.

"Iya, nanti saya akan meminta jawaban sama Allah," balas Gus Hidma.

"Baik, Gus. Kalo gitu saya pamit dulu. Assalamualaikum." Ustadz Farhan pamit pada Gus Hidma, dan mulai meninggalkannya seorang.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Gus Hidma bangkit dari duduknya, dan masuk ke dalam ndalem.

HIDMAFAN AL-FATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang