Aku harap kesempatan itu akan datang
***Hanzel menatap kotak di pangkuannya dengan pandangan sebal. Padahal ia sudah mengatakan tidak ingin Gamma mengganti ponselnya, tapi lelaki itu mengabaikan perkataannya dan justru menitipkan barang tersebut lewat Naya.
Setelah kejadian malam itu, di mana Hanzel menangis, Gamma sudah jarang ia dapati keberadaannya. Bukan tanpa sebab, Hanzel memang memintanya menjauh jika ingin dimaafkan.
Terbukti, lelaki itu hanya menitipkan ponsel lewat adiknya meskipun sikap bebalnya belum hilang.
Hanzel membuka kotak di tangannya dengan hati-hati. Ia yakin, harga ponsel tersebut seharga gajinya berbulan-bulan. Mendapati secarik kertas, Hanzel mengambil dan membukanya. Tulisan rapi Gamma terpampang di sana.
Semua file di HP kamu udah aku pindahin
Aku tau kamu nggak suka, tapi jangan dibalikin yaa ...
Anggap aja sebagai ganti karena udah aku rusakinMengembuskan napas berat, Hanzel mengambil ponsel dengan hati-hati, menyalakannya. Mengaktifkan data, beberapa pesan masuk beruntun. Tentu saja dari para sahabatnya, dari sang mama dan Abra.
Ah, ada juga pesan dari perusahaan yang menaunginya. Meminta Hanzel datang ke kantor pusat. Sebelumnya ia memang sempat meminta izin tidak masuk kerja dengan alasan sakit, tapi itu sudah sekitar satu minggu lalu, padahal batas waktu yang diberikan kantor hanya tiga hari, jika lebih dan tidak ada lagi informasi maka dianggap mangkir sehingga akan mendapat surat peringatan.
Sebenarnya sudah lama Hanzel sempat berpikir untuk berhenti bekerja. Mungkin sekarang memang sudah waktunya. Saat ini, ia sedang tidak ingin melakukan aktifitas apapun, apalagi harus bekerja dan bertemu dengan Abra.
Selesai membalas pesan disertai permohonan maaf, Hanzel membuka pesan lainnya.
Mama:
Kamu baik-baik aja, Nak?
Mama ke kontrakan, tapi kamu nggak adaHanzel tak berniat membalas. Kekhawatiran sang mama hanya menciptakan rasa sakit untuknya. Wanita itu datang seolah memberikan harapan lalu akan kembali mengabaikannya.
Chat serta telepon dari Abra paling banyak. Hanzel sempat ragu membacanya, tapi karena penasaran, akhirnya ia membukanya.
Mas Abra:
Zel kamu di mana?
Please, maafin aku
Aku bener-bener sayang sama kamu, Zel.
Aku nggak menginginkan pernikahan ini
Aku bisa tinggalin dia buat kamuMembacanya saja membuat dada Hanzel sesak. Kali ini, keinginan untuk bersama lelaki itu lenyap sudah, bahkan tidak tersisa. Hanya ada rasa kecewa karena dibohongi.
Hanzel benci Abra dan ... keluarganya. Mereka begitu melindungi Gentari sampai melukai perasaannya, padahal di sini Hanzel korbannya, tapi kenapa justru dirinya yang dijadikan penjahat dengan menjadi orang ketiga?
Gadis itu menghapus cairan bening yang kembali jatuh. Kenyataanya, sejak dulu Hanzel tidak pernah bisa menjadi pilihan pertama, termasuk oleh kedua orangtuanya sendiri.
Hh, menyedihkan!
Hanzel kembali membaca chat dari Abra yang tidak terhitung. Sempat dibuat tertegun dengan beberapa kalimat terakhir dari lelaki itu.
Mas Abra:
Aku ketemu laki-laki yang keluar dari kontrakan kamu
Dia siapa, Zel?
Bukannya kamu bilang nggak punya saudara?Hanzel sempat terdiam sejenak, memikiran kalimat yang akan ia tulis. Melanjutkan hubungan dengan Abra sudah tidak mungkin lagi. Keluarga besarnya pasti akan sangat menentang keras. Mereka juga merupakan orang berada dan terpandang yang pasti tidak akan membiarkannya hidup tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seandainya Kita
Любовные романыHanzel Adisty adalah perempuan paling nekat yang rela menggadaikan rasa malunya. Meninggalkan kota kelahiran demi bisa bersama Argamma bukanlah hal sulit karena baginya, tidak bersama lelaki itu hatinya lebih sakit. Lalu bagaimana jika bertahun-tahu...