Melihat langit adalah melihat masa lalu, setidaknya begitu yang aku pelajari di mata pelajaran IPA pada saat masih sekolah SMP dulu. Menurut guruku semua benda benda di angkasa membutuhkan cahaya untuk dapat sampai pada mata setiap orang yang melihatnya di bumi, dan cahaya sebagaimana yang kita ketahui bersama melaju sebegitu cepatnya, dan jarak antara bumi dengan benda-benda angkasa sebegitu jauhnya jadi ketika cahaya sampai ke mata kita yang melihat berjuta juta keajaiban di langit itu berarti mata kita sedang menatap cahaya yang dikirimkan dari masa lalu.
Aku mempunyai banyak kenangan di masa lalu, namun sayangnya kenanganku tidak memiliki cahaya yang mampu mentransfer kembali kenanganku yang bisa aku lihat di masa sekarang. Masa lalu ku berjalan memudar dengan segala hal yang mengisinya, termasuk dengan seseorang yang senantiasa aku sayang. Dan mengingat itu perkara yang sulit, semakin hari semakin menipis sampai sampai yang tersisa dari kenangan kita hanyalah potongan-potongan tidak utuh yang mesti dirangkai rangkai seperti puzzle yang keping kepingnya sudah usang. Ada begitu banyak hal-hal baru dalam kehidupan ini yang memaksa masuk ke dalam kepala dan pada akhirnya menguasi banyak ruang pada ingatan kita dan menyisihkan kenangan yang kita simpan erat-erat.
Seperti kenanganku, berkelana pada sepuluh tahun yang lalu, aku hanyalah seorang anak sekolah menengah atas di sekolah yang mewajibkan sisw-siswi nya untuk tinggal di asrama. Iya, sekolah khusus perempuan, tempat di mana aku bertemu dengan seseorang yang sampai saat ini masih mengukung ku dengan segala bayangan tentangnya. Ini adalah gerbang di mana pada akhirnya dua semesta kami bersatu dan awal di mana serangkaian kisah yang pada mulanya disangka tidak akan terjadi tapi bersemai jua.
Saat itu pertengahan sekolah, aku tidak tahu kenapa ibu dan ayahku dengan semangat yang menggebu ingin memasukan ku ke sekolah asrama. Mungkin karena aku terlalu bandel dan sulit diatur, dan selalu mencuri mangga tetangga, dan selalu ikut teman teman laki laki tawuran, dan ikut merokok, dan membolos, dan hal-hal lain yang menurut orang tua ku di luar batas nalas bagi seorang remaja perempuan hingga pada akhirnya mereka sampai pada satu kesimpulan aku harus dimasukan sekolah asrama agar hidupku disiplin dan bisa berkelakuan wajar seperti para remaja perempuan senormalnya.
Pertama kali menginjakan kaki ku di sana aku sampai pada satu kesimpulan bahwa : sekolahnya bagus, aku suka karena pada beberapa bangunan masih berdesain seperti peninggalan Belanda. Suasana nya sejuk dan sepertinya orang-orangnya baik, terlihat dari beberapa murid yang berpapasan dengan kami akan senantiasa menyapa dengan senyum ramahnya dan sepertinya amat disiplin, ini aku simpulkan dari kondisi sekolah yang amat bersih, kalau mereka tidak disiplin pasti akan ada barang satu atau dua orang yang nakal membuang sampah sembarangan. Aku pindah ke sekolah tersebut saat pertengahan semester, ku lihat banyak siswi yang hilir mudik menuju kelasnya masing-masing.
Bersama dengan orang tua ku, aku bergegas berjalan untuk pergi ke ruang kepala sekolah karena di sana lah orang tua ku harus mengurus berbagai urusan administrasi yang perlu diselesaikan. Orang tua ku sama seperti dengan orang tua kebanyakan yang selalu saja membongkar aib anaknya, seperti saat ini dari tempat ku duduk aku bisa mendengar dengan jelas suara orang tua ku yang menjabarkan berbagai perilaku ku yang menjadi musabab kenapa aku pada akhirnya dipindahkan ke sekolah ini. Kupingku panas dan ternyata tebalnya dinding tetap tidak sanggup menahan tajamnya kata-kata yang keluar dari orang tua ku.
Mencoba mengabaikan apa yang ku dengar, aku memperhatikan ruangan di sekitar ku tempat di mana aku duduk, ini adalah ruangan tamu tempat di mana kepala sekolah akan menjamu para tamu dan orang tua ku di bawa ke ruangan kerjanya tempat di mana biasanya kepala sekolah dan wali murid lebih intimasi mengobrol perkara anak didik. Ketika aku mengamati ruangan yang seluruhnya berhiaskan dinding putih ini, saat itu lah aku mendengar suara ketukan. Kepalaku menoleh ke arah pintu untuk kemudian mendapati satu perempuan cantik sedang berdiri di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memintamu kepada Tuhan.
Romance"Manusia mulai melupakan Tuhan..." ucapku. Hening memenuhi udara sebelum Wira membuka mulut "Ilmu pengetahuan membuat manusia menggantungkan harapan kepadanya ketimbang sama Tuhan.." "Menurut filsuf Feurbach Tuhan adalah wujud keputusasaan manusia...