Hari berjalan demikian adanya, entah lah ucapan kani siang itu bisa disebut sebagai pengakuan perasaannya terhadapku atau tidak, aku tidak mau terlalu percaya diri jika Kani menyukaiku, lagipula setiap minggu Kani masih seringkali menghabiskan waktu bersama Erza. Dan tentu jika dibandingkan yang lebih layak mendampingi Kani adalah Erza bukan diriku ini.
Namun memang aku tidak memungkiri jika sikap Kani jauh lebih perhatian dan manja saat dirinya sedang bersamaku, tidak pernah ada orang yang tahu bahwa Kani jika hendak pergi tidur harus mendengarkan cerita-cerita bodong yang aku rangkai agar bisa cepat terlelap, tidak ada yang tahu bahwa Kani itu senang kalau saat aku bercerita tanganku mengusap-usap punggungnya, dan aku lupa entah sejak kapan aku dan Kani lebih sering tidur bersama dalam ranjangnya, berhimpitan dan semalam suntuk berbagai peluk, barangkali semuanya terjadi saat mati lampu datang ketika aku masih dalam upaya untuk menjauhi Kani.
Saat itu kami sedang menyiapkan diri untuk pelaksanaan UTS, malam hari banyak kami habiskan untuk belajar bersama di selasar koridor bersama kawan-kawan dan memang itu lah tujuan mengapa pemilik asrama menjadikan setiap bangunan itu khusus untuk satu angkatan karena agar masing-masing dari kami bisa gampang untuk belajar bersama, malam kian larut dan kami sepakat menyudahi sesi belajar kami ketika jam bulat yang bergelantung di dinding koridor itu menunjukan pukul sembilan. Aku dan Kani bergegas menuju kamar dan tanpa banyak cakap aku menyimpan buku di meja dan menaiki tangga menuju tempat tidurku, sunyi menyapa, dan ketika aku hendak terlelap, tiba-tiba suara guntur menyambar keras dan dunia tiba-tiba gelap total. Di bawahku Kani menjerit, "Suttt,,, kani, aduh..." aku berucap, kaget dengan temanku yang tiba-tiba teriak, "Takutt asaa, kenapa tiba-tiba mati lampu ya tuhan.." ucap kani, "takdir, kamu bisa ga pergi ke mejaku? di lacinya ada senter" aku bertitah.
"Takut.." Kani kembali mencicit, "kan ini ada aku, kalau aku yang ngambil susah nanti takut jatoh pas turun" kudengar kani menghela nafasnya kasar, dirinya tidak bisa membantah ucapanku karena memang alasanku cukup logis, aku bisa mendengar langkah kaki kani yang bergerak menuju meja kami, tak lama kemudian terang lampu senter menyinari kamar kami. "Nah udah terang, tidur besok kita UTS.." ucapku kemudian dan diriku kembali membaringkan diri berusaha merebut kembali alam mimpi yang tadi terganggu. Namun saat hendak kembali memejam teman ku itu merengek, "Assa.." sabar aku menjawab dirinya, "iya Kani?"
"takut.."
aku menghela nafas ku, "ini kan sudah terang," "Tetep takut.." cicit dirinya, "aku kan ada di atasmu, kenapa masih takut" kani tidak lekas menjawab diriku, "suara gunturnya.." ada tarikan ingus ketika Kani mengucapkan itu, aku terduduk dari tidurku, "kamu nangis?" tanyaku khawatir, "Takut Assa.. kamu bisa turun?" dan aku yang khawatir mengikuti dengan patuh pintanya itu, setelah aku turun aku dapati Kani terduduk seraya membungkus dirinya dengan selimut, matanya memerah, sepertinya dirinya memang menangis, melihat diriku kani memegang tanganku erat, "kamu tidur di sini aja" aku memandang tempat tidur Kani, "sempit nanti" ucapku
"Cukup ko pasti," Kani meyakinkan diriku, karena aku memang khawatir pada dirinya dan tanpa mendebat lebih lanjut aku kemudian ikut naik pada tempat tidurnya, memang cukup tapi tidak leluasa untuk bergerak, aku merebahkan diri di samping Kani yang diikuti oleh dirinya. Kani memeluk tubuhku, pada ceruk leherku kepalanya berusaha mencoba mencari perlindungan, "Sumpah Assa aku takut.." dirinya berucap. dan tangan kiriku mengusap lembut punggung tangannya yang memeluk perutku, "Aku cerita biar kamu ga takut," tiba-tiba terbesit dalam pikiranku untuk mengarang suatu cerita untuk Kani, dan perempuan di sampingku itu merubah posisi tidurnya, demikian pula diriku, "Cerita apa?" ucap Kani pada pelukanku, "Cerita tentang sebuah kota yang dinamai sebagai city of light karena memang kota ini berada di planet yang paling terang sedunia.." ucapku mengawali kisah, saat bercerita tanganku juga bekerja untuk mengelus punggung Kani, "kamu ngarang, ya?" aku tersenyum kikuk, "pokoknya dengerin aja.." dan kani tidak banyak protes selagi aku membacakan cerita abal-abal ku, tak lama berselang yang bahkan ceritaku belum sampai pada penghujung, nafas Kani sudah naik turun teratur yang menjadi pertanda bahwa dirinya sudah berada pada alam mimpi yang kemudian diikuti oleh diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memintamu kepada Tuhan.
Romance"Manusia mulai melupakan Tuhan..." ucapku. Hening memenuhi udara sebelum Wira membuka mulut "Ilmu pengetahuan membuat manusia menggantungkan harapan kepadanya ketimbang sama Tuhan.." "Menurut filsuf Feurbach Tuhan adalah wujud keputusasaan manusia...