Keping masa lalu (04)

17 2 0
                                    

Aku tidak tahu ucapan Kani pada sore lalu itu benar atau tidak, maksudnya apakah memang dia itu hanya mau mengurusi perihal diriku saja. Aku tidak tahu tapi yang jelas karena hal itu aku jadi uring-uringan tiap bersama dengan Kani, dadaku selalu tidak mau diajak berkompromi untuk biasa aja dalam bereaksi terhadap kehadiran teman sekamarku itu. Dan kejadian pagi ini semakin membuatku tidak bisa bersikap biasa saja ketika bersama dengan Kani.

Hari ini minggu pagi, biasanya seluruh penghuni asrama akan melakukan kegiatan senam pagi yang setelahnya diikuti dengan kegiatan bersih-bersih bersama. Sedari tadi Kani sudah berjalan mondar mandir di kamar, entah apa pula yang membuat dia seolah sedemikian sibuk. Aku turun dari tempat tidurku, sebetulnya masih ada sekitar satu jam setengah sampai bel untuk kumpul di lapangan berbunyi tapi karena Kani terus hilir mudik membuat diriku tak nafsu untuk melanjutkan tidur, "nyari apa sih?" tanyaku sesaat setelah berhasil turun dari tempat tidur, kini aku dengan seksama mengamati Kani yang sedang membuka laci meja. "Jedai" singkat ia menjawab tanpa menoleh kepadaku.

"Memang kamu taruh di mana terakhir?"

"Gatau Assa, lupa, kalau ga lupa aku ga nyari-nyari" jawabnya, tangannya masih sibuk membuka setiap jengkal barang barang di kamar kami. "Ya udah gerai aja, cantik ko kamu kalau di gerai. Aku juga ga pernah ngiket rambut" aku berucap dan setelah aku berucap Kani berbalik, dirinya memandangku, dan aku balas menatapnya merasa tidak ada yang salah dengan jawabanku tadi "kamu enak karena rambutmu pendek, rambutku panjang gini, gerah dong Assa, nanti kan harus bersih bersih" aku mengangguk, benar juga ucapannya itu. Jadi karena tidak ingin membuat dirinya kesusahan aku turut membantu dirinya, tidak seperti Kani yang menjelajah meja belajar aku malah merebahkan diri ku, mengamati bawah tempat tidur kami, dan memang tepat dugaanku, jedainya itu berada di bawah kasur sepertinya terjatuh tatkala dirinya sedang lelap tertidur.

"nih ketemu" aku kembali berdiri, tanganku ku angkat, ku kibas kibas untuk menunjukan pada Kani bahwa jedainya berhasil ditemukan. Melihat itu Kani bergegas menghampiriku, dirinya melihat jedainya dengan sumringah, terlihat betul bahwa ia senang karena berhasil menemukan barangnya itu. "Sini.." tangannya terulur meminta jedainya dariku, namun entah pikiran dari mana tiba-tiba saja aku ingin mengusili dirinya, "nih ambil" aku membawa tanganku kembali ke atas, karena memang aku lebih tinggi dari Kani, ia perlu usaha lebih tatkala harus merebut jedainya dari tanganku.

"Asaa.. Siniin gaa.." Kani berucap, dirinya berjinjit berupaya menjangkau tanganku, namun memang aku berniat mengusili dirinya, ketika ia berjinjit begitupun aku, sehingga kani tetap tidak bisa menggapai jedainya itu. "Nyebelin ya kamu.." Kani semakin mengomel dan aku tertawa tawa saja karena berhasil menyulut emosi teman sekamarku di pagi ini, "Ya ini loh tinggal ambil, kamu sih kependekan makanya susah ambilnya.."

Mendengar ucapanku membuat Kani cemberut, "ga ya aku ga pendek, siniin gaa.." Kani semakin memepet diriku, berusaha sekuat tenaga untuk mengambil jedainya dan karena Kani yang terus memepetkan badannya padaku membuat diriku oleng, aku tidak kuasa menahan keseimbangan badan sendiri. "Eh.. Kanii... jatoh.. Jatoh.." ucapku sedikit panik dan memang akhirnya aku jatuh dan juga kani yang sial nya malah jatuh tepat menimpa badanku. Wajah kani hampir juga mendarat pada wajahku, namun untungnya tangan dirinya masih menahan tubuhnya sehingga tidak sepenuhnya ambruk pada diriku.

Aku belum pernah memandang Kani sedekat sekarang ini, dari dekat aku bisa mengamati wajahnya yang sangat cantik, juga tahi lalat di bawah bibirnya, juga lentik bulu matanya, juga matanya yang coklat, juga alisnya, juga semuanya, aku menelan ludahku, temanku ini sangat cantik. Hembusan nafas Kani sangat terasa pada wajahku dan entah mengapa rasanya aku ingin menabrakan bibirku kepada miliknya, "Kani.." aku mengelus lembut punggungnya, dan Kani memandangku dalam, dirinya balas memanggil namaku "Assa.." tak ada percakapan lebih lanjut dari kami berdua, entah mengapa mata Kani terpejam dan wajahnya perlahan namun pasti semakin mendekat kepada ku, dalam pikiranku muncul keyakinan jika bibir kami akan bertabrakan, sesaat sebelum itu terjadi aku mendorong Kani lembut, "Mandi, aku perlu mandi.." Kani terdorong ke belakang dan aku buru-buru duduk seraya mengembalikan jedai rambut pada tangannya. Mata Kani mengerjap, "aku mandi duluan.." ucapku kembali, diriku berdiri dan kemudian segera menghilang di balik pintu kamar mandi untuk menyembunyikan detak jantungku yang semakin tak karuan berdebaran.

Memintamu kepada Tuhan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang