Keping masa lalu (03)

12 2 0
                                    

Malam menyapa bersama dengan pekat hitam yang menghiasi seluruh langit, tidak ada gemintang di hari-hari yang penuh dengan hujan seperti sekarang ini. Suara-suara dari hewan yang bertugas meramaikan malam hari sudah berkumandang sedari tadi, aku dan Kani berjalan melewati setapak jalan yang masih basah karena terkena hujan sepanjang sore tadi, kami berdua baru pulang dari perpustakaan, kelewat larut dari biasanya karena terpasung hujan yang tiada henti tadi.

Tidak ada banyak cakap di antara kami sekarang ini, mungkin karena kami berdua terlalu lelah, mungkin juga karena perkara tadi sore di mana aku terlalu lama memandangi Kani yang sedang membaca, selepas dia kembali dari kamar mandi sangat kentara betul dirinya seolah menghindari diriku. "Besok kan Sabtu, kamu ada rencana keluar?" aku berucap, seraya menggosokan tangan ku agar bisa sedikit menghangatkan diri dari udara dingin malam. "Sepertinya sih, Senin lalu Erza minta aku nemenin dia ke toko buku. Kenapa Assa?" aku menggeleng, "Gapapa, cuma bertanya" kemudian hening kembali menjadi teman yang menemani perjalanan kami menuju kamar asrama.

Sepanjang jalan diriku tak henti merasakan perasaan yang tidak nyaman, memang selalu begitu, setiap Kani mengucapkan kata Erza dari mulutnya yang cantik itu maka rasanya aku ingin muntab oleh perasaan yang entah apa. Sedikit cerita, di asramaku ini tidak ada aturan di mana perempuan dan laki-laki tidak boleh berteman, bahkan untuk urusan pacaran pun tidak apa-apa, yang oleh karenanya itu beberapa teman-teman kami seringkali menjalin hubungan dengan anak-anak dari sekolah yang berhadapan dengan kompleks sekolah dan asrama kami ini, termasuk juga Kani. Aku dulu sempat bertanya kepada Kani, kenapa bisa anak-anak asrama berhubungan dengan anak sekolah depan, menurut dirinya ketika ada event lomba itu seringkali menjadi jembatan mereka bisa bertemu. Namun untuk kasus Kani, dirinya bertemu dengan Erza karena dikenalkan oleh Anin, temannya, ya sekarang menjadi temanku juga. Pacar Anin itu, Dimas, merupakan ketua tim basket, waktu itu Anin mengajak turut serta Kani untuk menonton pacarnya tanding dan begitu lah kisah-kisah klise anak SMA dimulai, di mana Erza main mata kepada Kani dan sampai sekarang dirinya gigih untuk mendekati perempuan cantik itu.

"Kalian itu sudah pacaran?" kembali aku bertanya dan Kani hanya menggeleng singkat "Engga, kenapa kamu dan Anin selalu tanya aku sama Erza itu udah pacaran gitu-gitu" nada suaranya kentara betul dia tidak suka ditanyai begitu dan padaku ada secercah perasaan lega tatkala aku mengetahui jika perempuan di sampingku ini belum dimiliki oleh siapa-siapa, "Ya maaf, cuma tanya.."

Karena udara yang dinginnya di batas kemampuanku untuk menahan maka timbulah ingus sebagai reaksi dari tubuhku yang kedinginan, aku lupa menjelaskan jika perpustakaan ini terletak lumayan jauh dari asramaku, untuk segera merebahkan diri ke dalam hangat tempat tidurku, aku dan Kani perlu melewati lapangan, lab praktikum, gedung sekolah dan barulah kami sampai, dan saat ini kami baru melewati setapak jalan di depan lab praktikum. Sesekali dalam perjalanan kami aku menarik ingus ku dan barangkali Kani mendengarnya, "pilek? makanya jalan dicepetin, kamu tuh dari tadi kenapa jalannya serupa keong, sudah tahu kalau kena dingin pasti kamu pilek.."

Aku tersenyum, padahal baru dua bulan aku bersama Kani tapi dirinya itu sudah tahu betul kebiasaanku, mungkin memang itu lah efek dari hidup bersama, "Lihat lah wahai Kania Putri, betapa licinnya tanah sehabis hujan ini" aku menunjukan sekelilingku dengan merentangkan tanganku, dan perempuan itu hanya menatapku dengan malas. "kamu memang pintar kalau cari-cari pembenaran," kemudian tangan lembut Kani mengambil tanganku, "kalau hati-hati ga akan jatuh juga" Kani meneruskan kembali langkahnya, kali ini dengan menyeret serta diriku.

Tiada yang menyenangkan selain menikmati Sabtu sore dengan segelas susu coklat, tidak ada tugas sekolah, libur, dan yang aku lakukan hanya malas-malasan di kamar asrama untuk membuat diriku senang. Ya, walaupun hanya tujuh puluh lima persen karena dua puluh lima persen sisanya terbawa oleh ingatan di mana teman sekamarku itu barangkali kini sedang seru berduaan dengan teman lelakinya itu. Sudah hampir lima jam dan Kani masih belum pulang, mengapa pula lah aku menunggu Kani, aku menarik pelan rambut kepalaku, sedikit bingung dengan isi kepalaku yang terus berputar menyoal Kani. Tanganku tergerak untuk mengambil susu di atas meja belajarku, barangkali dengan hangatnya susu coklat ini bisa meredakan pikiranku, seteguk, dua teguk namun pemikiran soal Kani masih penuh dalam kepalaku.

Memintamu kepada Tuhan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang