haruskah ku tutup buku itu?

6 2 0
                                    

Menyakitkan rasanya harus menerima kenyataan pahit yang bahkan tak pernah sedikitpun tersirat di otak ku. Berjuta pertanyaan menghatui kepalaku, tentang salahku apa? kurangku dimana? benarkah dia melepasku karna bertemu orang baru?
pertanyaan-pertanyaan itu selalu menggangguku tanpa pernah tau jawaban nya.
Disisi lain aku mencoba menerima dengan ikhlas apa yang sudah terjadi.
" Jingga, lo kenapa si murung terus? "
Suara Megan menyadarkan lamunanku.
" Hah? ngga siapa yang murung "
Aku mengelak.
" Lo mau ikut gue gak? ke pantai "
Entahlah sejak kapan Megan mulai bersikap manis kepadaku, padahal sebelumnya dia selalu ketus.
" Sama siapa? " Aku bertanya.
" Sama gue "
Aku mengiyakan, karna menurutku mungkin itu bisa mengobati rasa sakit ku.
Sore itu aku dan Megan berangkat ke pantai berdua. Aku diam sepanjang perjalanan menikmati angin yang menyentuh setiap helai rambutku.
Aku duduk ditepi pantai menikmati senja (lagi) tapi kali ini dengan Megan. Aku menikmati hangatnya sunset dan berharap ombak membawa semua kesedihanku ke tengah laut dan menghilang.
Megan memberi kelapa muda kepadaku, ia duduk disampingku.
" Jingga, lo tau gak sejak kapan gue suka senja? " Megan membuka pembicaraan.
Aku menggeleng.
" Sejak gue kenal lo " Jawabnya.
Aku mengerenyitkan dahi tanda tak mengerti.
" Iya, gue tau lo pasti gak nyangka. Gue suka sama lo "
" Hah? sejak kapan? " Aku penasaran.
" Sejak, kita jadi maba. Gue suka sama lo, gue nyari tau semua tentang lo. Dan sebenernya kejadian di cafe itu bukan pertama kali gue tau lo" Megan menjelaskan dan aku masih mencerna apa yang dia katakan.
" Gue suka sama lo tapi gue tau lo masih belum move on. Tapi kayaknya gue udah gak bisa pendem ini lagi, gue tau kemarin Sera cerita kalo lo abis ditampar sama kenyataan pahit lagi. Makanya gue mutusin buat bilang sekarang.. " kalimat Megan menggantung.
" Gue gak peduli mau lo belum move on sekalipun. Tapi pliss, kasih gue kesempatan buat buktiin kalo gue tulus sama lo. Sekali aja buka hati lo buat orang yang cinta sama lo " Megan melanjutkan.
Aku masih terdiam, sulit sekali rasanya membuka mulut. Hatiku kalut, disatu sisi hatiku enggan terbuka. Disisi lain logika ku berjalan, mau sampai kapan aku berharap? sedangkan dia sudah bahagia.
" Gue pengen jagain lo " Megan meneruskan.
Aku tersenyum, mengangguk. Walau sebenarnya aku masih tak mengerti apa yang baru saja terjadi.  Haruskah aku benar-benar menutup buku Biru? Tapi baiklah aku akan mencoba menjalaninya. Senja kala itu menjadi saksi bisu pengambilan keputusanku.

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang