Emily melangkah keluar dari kamarnya dengan berbalut kaus lengan panjang dan celana trainer, sebuah topi bertengger di atas kepalanya dan tangannya tampak menggengam sabit yang sebelumnya tersembunyi di bawah peti pakaian dan tumpukan makanan ringannya.
Dia melangkah santai menuruni tangga menuju halaman belakang yang sudah dipenuhi beberapa anggota lain yang sibuk dengan kegiatan cabut dan tanam-menanam di lahan kosong yang tersedia.
"Em!" sebuah suara memanggilnya dengan kencang.
Cewek itu menoleh dan mendapati Allison tersenyum ke arahnya dan mengajaknya mendekat. Di samping Emily dia dapat melihat Grace yang sedang mencabuti rumput sembari menggumamkan sesuatu dengan wajah yang suntuk.
"Hai, cewek-cewek," sapanya tersenyum miring begitu mendekat. Allison tertawa dan Grace akhirnya menoleh kearahnya, memutar bola matanya. "Sudah dari kapan?"
"Sepuluh atau lima belas menit, aku tidak yakin," jawab Allison lalu menoleh ke arah Grace, menunggu jawabannya.
"Apa?"
Allison kembali menoleh ke arah Emily lalu mengangkat bahunya. "Moodnya buruk."
Grace hanya mendecakkan lidahnya ketika mendengar hal itu dan akhirnya kembali fokus untuk mencabut rumput liar yang berada dekat dengan tangannya.
"Di mana Hans?" tanya Emily memandang sekeliling mencari adik semata wayangnya.
"Sama Dave, Milly."
Emily mendengus menahan tawa mendengar Grace menyebut namanya. "Di sebelah mananya?"
Allison menyentuh bahunya lalu mengarahkannya pada sesosok cowok yang sedang mencangkul lahan dengan sehati-hati mungkin bersama beberapa anggota kawanan, kaus yang dikenakannya sudah dibasahi oleh keringat yang mengalir deras dan menempel lekat pada tubuhnya. Hans.
Adik yang awalnya sempat canggung pada para anggota lain pada akhirnya bisa berbaur dan mengikuti kegiatan sehari-hari akibat dampingannya selama beberapa hari. Cowok itu mulai bisa mengeluarkan berbagai ekpresi dan berbicara santai akibat sering diajak pergi oleh anggota lain secara berkala.
"Ngomong-ngomong, dia beneran adikmu, Em?" tanya Grace dengan pandangan yang masih mengarah pada kumpulan rumput liar di dekat tangannya.
"Tentu saja, memang siapa lagi?"
"Entahlah," jawab Grace yang tampak berpikir. "Dia sama sekali tidak mirip denganmu, putih dan ramping."
Emily mendengus pelan saat ikut berjongkok di samping Allison, kedua tangannya mulai sibuk mencabut rumput liar menggunakan bantuan sabitnya sehingga tidak bisa menjitak kepala cewek itu seperti biasanya. "Kau belum puas dikelilingi dua adikmu itu, Grace?"
"Dave dan Malcolm?" tanyanya yang dijawab Emily dengan anggukan. "Mereka sudah tidak asik lagi."
"Kenapa?"
Grace memutar bola matanya lalu mengedikan bahunya. "Kau tahu sendiri kalau Dave sekarang lebih tertarik untuk mengikuti Ally sedangkan Malcolm mulai mencari pasangannya ditempat lain, aku selalu ditinggal sendiri pada akhirnya."
Allison hanya bisa tertawa canggung mendengar tanggapan Grace yang terdengar seperti sindiran untuknya.
"Jadi kau ingin menjadikan adikku sabagai pengalih perhatian?" tanya Emily akhirnya mendelik pada Grace.
Grace tersenyum dengan pandangan mata berkilat penuh arti. "Boleh kan?" tanyanya. "Lagipula adikmu tamp–imut, iya, imut."
"Astaga...."
Allison menahan tawa mendengar kata-kata Grace yang terpotong lalu tersambung lagi. Dia dapat melihat wajah cewek yang lebih tua 4 tahun diatasnya itu tampak kikuk dan sedikit merona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlucky mate
Werewolf[Sudah tamat di Noveltoon @vielnade28) Emily Youngblood tidak menyangka kalau keputusannya untuk mencari sahabat masa kecilnya akan membawa dirinya masuk ke dalam masalah yang lain dari yang lainnya. ~°~ Credit picture by MelieMelusine (devianart)