2

4.9K 318 42
                                    

Emily menyapukan pandangannya ke jalanan yang berada di depannya, menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari tanda-tanda kendaraan yang seharusnya lewat sedari tadi. Dari satu jam yang lalu dia terus berdiri di dekat papan pembatas tanpa melakukan apapun yang berarti selain bersandar dan membentuk pola di tanah dengan ujung sepatunya, berharap ada kendaraan untuk dia tumpangi masuk ke dalam kota.

Tidak ada.

Cewek itu mendesah pelan lalu meraih kopernya. Sekali lagi melihat ke sekelilingnya untuk memastikan tanda kendaraan apapun lalu mulai berjalan melewati papan perbatasan.

Kedua kakinya melangkah perlahan dengan tangan yang menggeret koper. Di sini matahari tampak tersembunyi dengan baik diantara awan yang berwarna putih keabuan, terlihat sedikit potongan langit berwarna biru muda saat Emily mendongakkan wajahnya. Kakinya terus melangkah, melangkah dan terus melangkah hingga sebuah klakson menghentikan dirinya.

"Butuh tumpangan?"

Emily mendongak dan melihat seorang laki-laki berumur lima puluh-an yang balas menatapnya dari jendela truk yang terbuka.

"Kau mau masuk kan?" tanya laki-laki itu lagi. "Ayo ikut."

Cewek itu segera mengangguk dan menggeret kopernya mendekati truk itu, mengangkat kopernya ke dalam lalu duduk di sebelahnya. Laki-laki paruh baya itu segera menjalankan truknya.

"Jadi, kau pendatang baru atau hanya sekedar berkunjung kesini?"

"Pendatang baru," jawab Emily menyunggingkan senyumnya. "Emily, salam kenal."

Laki-laki itu membalas senyumnya. "Aku Mike, salam kenal juga," ujarnya. "Kau akan tinggal di mana?"

"Di jalan Maple blok A3 no. 28, rumah sewa."

"Ah," laki-laki itu mendecak dan menoleh sekilas ke arahnya. "Mrs. Rowan?"

Emily mengangguk setelah membuka notes di ponselnya, hal-hal yang berkaitan dengan informasi menyewa rumah sudah dia masukkan secara lengkap disana, nomor telepon dan nama agen lain jika rumah sewa pertama sudah ditempati.

"Mike tahu?"

Laki-laki itu mengangguk. "Tempat ini lumayan terpencil sehingga kami, warganya, bisa saling kenal satu sama lain dengan mudah."

"Semuanya?"

"Ya," ujar Mike masih fokus ke jalan. "Kalau kami mau, kami juga bisa tahu siapapun yang datang ke kota kami."

*

Emily kembali menatap rumah minimalis yang kini sudah berada di depannya. Mrs. Rowan bilang dia akan sampai 5 menit setelah cewek itu selesai meneleponnya dan berkeliling sebentar melihat rumah-rumah lain yang rata-rata kosong, agak heran mengingat bahwa hari ini adalah hari minggu, hari yang biasa dipakai untuk beristirahat.

"Ada acara di gedung pertemuan," ujar Mike seakan bisa membaca pikirannya. Laki-laki paruh baya itu selalu mengikutinya dan menolak untuk pergi dari sisinya.

"Acara apa?"

Laki-laki itu nengangkat bahunya acuh tak acuh. "Entahlah, aku belum kesana."

"Ms. Emily?"

Emily menolehkan kepalanya ke sumber suara, melihat seorang perempuan dengan kemeja sifon putih dan celana panjang putih berjalan ke arahnya. Sebuah map coklat terkepit di lengannya. "Maaf terlambat."

"Rowan."

Perempuan berusia 40-an itu menoleh dan sedikit mengerjap. "Mike?" sapa Mrs. Rowan terdengar bertanya. "Hai."

"Apa aku bisa langsung menempatinya?" tanya Emily memutus tatapan mereka.

"Oh, tentu saja." Mrs. Rowan kembali menoleh ke arahnya, merogoh kantong celananya dan akhirnya menggenggam sebuah kunci. "Kau ingin melihat ke dalam?"

Unlucky mateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang