Suara ketukan pintu terdengar keras di telinganya, Emily yang sedang tertidur di balik selimut tersebut mengerang pelan dan memutar tubuhnya untuk melanjutkan tidur. Menutupi telinganya dengan bantal.
Dia merasa sangat lelah dan instingnya berkata kalau sekarang bahkan belum waktunya untuk bangun dan bersiap-siap ke sekolah. Untuk apa dia bangun dan menyia-nyiakan waktu tidurnya yang sangat berharga?
"Aku masuk, gumpalan bulu," ujar si pengetuk pintu datar.
Emily segera membuka matanya ketika ucapan itu terdengar, bangkit dari posisi tidurnya dan menghalangi gadis abnormal itu memasuki kamarnya. "Mau apa?"
Cewek itu mengangkat alisnya. "Mengunjungi kamar werewolf?" ucapannya lebih mirip pertanyaan daripada pernyataan. "Minggir, gumpalan bulu. Aku ingin membantumu sebelum kita berangkat sekolah."
Gadis berambut hitam itu terdiam. Memejamkan matanya saat berbagai pikiran memasuki pikirannya, menduga-duga motif yang akan dilakukan oleh cewek vampir yang berada di depannya. Sejak insiden dimana cewek itu membongkar identitasnya dengan cara yang nyaris blak-blakan, Emily merasa bahwa dirinya harus bersikap lebih waspada pada siapapun, terutama pada cewek tanpa ekspresi tersebut.
Tetapi kepalanya pusing sekali–efek dari dirinya yang memaksa langsung bangun–dan pada akhirnya dia menyingkir untuk memberi jalan pada Amanda. "Masuklah."
Amanda segera memasuki kamar dan menutup pintunya, tas jinjingnya dia letakkan pada tempat tidur Emily yang masih berantakan. Hidungnya tampak sedikit mengernyit saat pandangannya menyapu kamar.
"Kau benar-benar butuh pengharum ruangan di sini." Dia berucap pelan lalu berjalan mendekati lemari pakaian yang hanya berisi beberapa lipatan kaos dan celana pendek, sehelai gaun pendek berwarna gelap dan beberapa potong celana jins yang digantung. Cewek itu terbatuk dan segera menutup pintunya lagi.
Emily memerhatikan cewek itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa sedikit jengah dengan seseorang yang mengutak-atik kamarnya walaupun Amanda adalah pemilik sah kamar itu.
Semilir angin dingin segera memasuki kamarnya ketika Amanda membuka bingkai jendela kamarnya. "Jauh lebih baik."
"Kamarku sebau itu?" tanya Emily akhirnya, tidak tahan.
"Ya, bau sekali."
Cewek itu mendecak, melihat Amanda yang sekarang dengan cueknya berjalan menuju meja riasnya yang hanya berisi sedikit barang. Dia mengangkat barang-barang itu satu persatu, membaca labelnya lalu meletakkannya kembali.
"Kupikir gumpalan bulu seperti kalian tidak peduli hal seperti dandan," ujar cewek itu pelan tanpa menatap.
Emily memutar bola matanya. "Lucu sekali."
"Aku hanya menebak-nebak."
Sekali lagi cewek itu kembali melihat-lihat, menggeser beberapa barangnya lalu beberapa menit kemudian menghempaskan dirinya di kasur. Terlihat capek.
"Tidak menemukan apapun yang sedang kau cari?" tanya Emily membuka suara.
Amanda menggeleng. "Tidak, kamarmu payah sekali."
Cewek itu tidak menanggapi apapun, dia hanya melipat tangannya di dada dan menyandarkan tubuhnya ke tembok.
"Apa kau tidak membawa apapun dari tempatmu berasal?"
Emily mengendikkan bahunya. "Hanya ini."
"Kau yakin?" Amanda menatapnya lekat, berusaha mencari tahu hal yang tidak terungkap di antara mereka.
Cewek itu terdiam berusaha mengingat sesuatu yang mungkin saja terlupa olehnya. Tapi tidak ada apapun yang terlintas di kepalanya.
Dia menggelengkan kepalanya.
Amanda menghela napas dan sekali lagi menyapu pandangan pada kamar Emily yang cukup berantakan dengan lebih perlahan. Lemari, tempat tidur, laci, meja rias, gantungan baju dan kamar mandi. Tatapannya beralih ke bawah dan menatap sweater dan kaos yang bertebaran di sebelah pintu kamar mandi–bahkan dia dapat melihat pakaian dalam mengintip di baliknya.
"Ingatkan aku sudah sejak kapan kau berada disini," tanyanya dengan datar.
Emily memutar bola matanya lagi dan mendesah keras. "Aku sudah ingat."
"Ingat apa?"
Tanpa berkata apa-apa cewek itu beranjak menuju kopernya dan mengambil sebuah botol kecil berisi sebuah cairan berwarna bening, di atasnya terdapat kayu yang menyumbat kuat hingga tidak ada cairan yang tumpah. Benda yang diberikan Allison saat dia tiba pertama kali "Ini."
"Jangan berikan itu padaku," ujarnya sambil beringsut sedikit menjauh. "Itu tidak berbahaya buatmu, tapi berbahaya untukku."
Emily terdiam. "Apa yang harus kulakukan dengan botol ini?"
"Pakai, kalungkan, kantongkan, terserah padamu," jawab cewek itu lalu mengambil tasnya kembali dan berjalan menuju pintu. "Kenapa kau tidak memikirkannya sendiri?"
"Yah, kalau aku memutuskan untuk meminumnya dan kemudian kau menemukan mayatku beberapa menit kemudian apa itu akan menjadi hal yang bagus?"
"Tidak apa-apa sebenarnya."
Emily mengangkat alisnya, bingung. Tidak mengerti dengan maksud dari perkataan gadis itu yang tetap tidek berekspresi dan terdiam dalam posisi memegang gagang pintu.
"Cairan itu tidak berbahaya. Jika kau meminumnya cairan itu hanya akan berlaku sehari, tapi jika kau pakai, cairan itu akan beguna lama," ujarnya menjelaskan dengan perlahan. "Kau mengerti?"
"Ya, aku mengerti, baiklah. Makasih," Emily tampak mengucapkan kata terakhirnya dengan nada jengkel.
Seulas senyum yang sangat kecil berkedut di sudut bibir Amanda. Di seberangnya Emily masih tampak jengkel dan mengerutkan keningnya tidak terima. "Aku mulai menyukaimu, Em."
"Hah."
"Awalnya, kupikir kau manusia," ujar cewek itu. "Setelah aku tahu kau bukan, aku tidak perlu mempertahankan sifat defensif."
Gadis itu mulai merasa sangat tidak mengerti dengan maksud ucapan Amanda. "Aku tidak mengerti, kau takut dengan manusia?"
Emily dapat membayangkan Amanda memutar bola matanya saat berkata hal selanjutnya."Takut dengan makhluk lemah seperti itu? yang benar saja."
"Oke...."
Amanda mengangkat sedikit alisnya, terlihat seperti bertanya ada apa. Tetapi begitu tatapannya melirik pada jam tangannya, dia segera membuka pintu dan tanpa mengatakan apapun menutupnya kembali. Meninggalkan Emily yang sekarang merasa bingung dengan apa yang terjadi tadi.
"Jadi ... dia lesbian?"
~°~°~°~°~°~
Halo, kita ketemu lagi wkwkw *plak
Maaf karena chapter ini jauh lebih pendek dibanding sebelumnya, sengaja sih, supaya chapter berikutnya bisa dipacu lagi ehe. Makasih buat yang sudah membaca dan memvote sampai disini, jangan bosan karena 3-5 hari lagi aku bakal update lagi ya wkwkw
Sampai jumpa~~
19416
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlucky mate
Werewolf[Sudah tamat di Noveltoon @vielnade28) Emily Youngblood tidak menyangka kalau keputusannya untuk mencari sahabat masa kecilnya akan membawa dirinya masuk ke dalam masalah yang lain dari yang lainnya. ~°~ Credit picture by MelieMelusine (devianart)