"Apa dia akan mati?" tanya seseorang yang terdengar khawatir di dekat dirinya.
Sebuah suara mengaduh terdengar menyusul dari sumber yang sama. "Jangan berbicara sembarangan, Jordan." Itu suara Kat.
"Tapi dia terlihat begitu diam, kau lihat sendiri kan keadaannya?" tanya cowok itu lagi-yang kemudian disusul dengan suara mengaduh.
Emily merasakan sesuatu yang cukup dingin menempel di dahinya. "Suhu tubuhnya juga tinggi sekali."
Garry? batinnya kembali menebak. Apa yang terjadi?
Emily sangat ingin membuka matanya dan melihat keadaan yang berada di sekitarnya, tapi kedua matanya terasa berat sekali. Dalam hati dia mendesah frustasi, merasa penasaran serta tidak nyaman dengan keadaannya yang tidak berdaya diantara ketiga vampir yang sedang mengurumuninya entah di mana.
"Keluar kalian semua," ujar seseorang dengan nada ogah-ogahan. "Kalau kalian tetap berkerumun di sini, bagaimana dia bisa sehat kembali?"
Suara Amanda dengan pasti menunjukkan keberadaan diri Emily sekarang, di kamarnya, mungkin.
"Kami hanya mengkhawatirkan keadaannya," ujar seseorang dengan tenang. Liene mungkin. "Kau tahu sendiri kan kalau dua jam yang lalu dia pingsan di tengah jalan?"
Suara kedua anak cowok menyetujuinya.
"Dia akan baik-baik saja," ujar Amanda menolak alasan mereka. "Sebaiknya kalian pulang. Kalian sudah tahu khasiat obat yang kuberikan kepadanya tadi, kan?"
"Tapi...."
"Pulanglah." Suara Amanda terdengar mengakhiri percakapan.
Dalam beberapa menit yang cukup singkat dan tanpa perlawanan yang berlebih, Emily dapat mendengar para vampir itu segera berberes dan meninggalkan kamarnya dengan pintu yang terbuka. Dia merasa lega, walaupun tubuhnya masih terasa berat, paling tidak dia kembali merasa bebas untuk sesaat.
Cewek itu menghela napas dan kemudian berusaha menggerakan bagian tubuhnya yang masih terasa kaku-tangannya yang terkulai di samping tubuhnya, jemari di kakinya, matanya yang hanya bisa membuka separuh dan mulutnya yang menolak untuk membuka.
"Aku tahu kau bisa mendengarku dengan jelas," ujar seseorang tiba-tiba. "Kau bisa mendengar percakapan tadi juga kan?"
Emily hanya bisa terdiam, tidak bisa menunjukkan gerakan yang berarti.
Amanda, cewek yang bertanya itu, pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Emily dapat mendengar suara pintu yang ditutup dan gerakan kursi yang digeser mendekati tempat tidurnya sebagai gantinya. Mungkin, cewek itu sedang memikirkan sesuatu yang penting hingga bisa terdiam tidak seperti biasanya.
Tubuhnya menegang ketika Amanda menempelkan jarinya pada sisi lehernya. "Ternyata efek obatnya berjalan lambat untuk kaummu," gumam cewek itu. "Apa karena ini diakibatkan oleh ikatanmu dengan cowok itu?"
Tidak ada jawaban. Amanda menatap pada Emily yang masih terlihat tegang dan sangat kaku.
"Ah," katanya seakan baru tersadar. "Apa aku lupa memberitahumu kalau sepersepuluh dari penduduk di sini mengetahui tujuanmu yang sebenarnya?"
Tubuh cewek itu masih menunjukkan reaksi yang sama, napasnya tertahan pada tenggorokannya yang tercekat. Emily tahu bahwa seharusnya dia tidak perlu kaget. Mike, vampir paruh baya yang pertama kali menemuinya saja, sudah mengetahui identitasnya dengan kata-katanya yang terkesan kalem.
Mengetahui tujuan werewolf muda yang dengan nekat tinggal bersama para vampir sendirian? tentu saja hal seperti itu sangat mudah untuk ditebak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlucky mate
Werewolf[Sudah tamat di Noveltoon @vielnade28) Emily Youngblood tidak menyangka kalau keputusannya untuk mencari sahabat masa kecilnya akan membawa dirinya masuk ke dalam masalah yang lain dari yang lainnya. ~°~ Credit picture by MelieMelusine (devianart)