6

3K 207 4
                                    

"Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ... enam," ujar seseorang dengan perlahan. "Ulangi ucapanku."

"Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ... enam." Kedua sosok dalam ruangan yang tampak nyaman itu mengulangi deretan angka tersebut bersama-sama.

Perempuan itu tersenyum lembut melihat tatapan sosok di depannya yang terlihat begitu kosong, kepalanya masih tersangga pada dua jari yang berasal dari masing-masing tangan perempuan itu, agak lembab akibat keringat.

"Tidurlah, sayang," ujar perempuan itu lagi.

Kepala yang berada di antara kedua tangannya langsung terkulai, membuatnya segera menahan bobotnya dan membaringkannya secara perlahan di sofa yang sebelumnya mereka duduki. Napas terlihat masuk dan keluar dari hidung sosok itu dengan lancar, dia berhasil melakukannya lagi.

"Kau berhasil?" tanya suara lain yang terdengar lebih ringan.

"Ya." Perempuan itu menjawab tanpa menoleh, tatapannya masih terpaku pada wajah sosok itu yang terbaring miring, mengusapkan jemarinya di sepanjang lekuk dahi hingga dagu sosok itu. "Aku tidak akan membiarkan siapapun merebutnya dariku."

"Bahkan untuk pasangan jiwa sejatinya?" tanyanya lagi mengangkat alis.

"Dia milikku," tukasnya cepat. "Apa yang sudah menjadi milikku tidak akan pernah kubiarkan diambil dariku."

Sosok lain itu terkekeh. "Jatuh cinta pada seorang fana, lucu sekali."

Perempuan itu untuk pertama kalinya mengalihkan pandangan, sedikit mengernyit pada tubuh jangkung yang berdiri dua meter di depannya dan bersandar di dinding kamarnya. "Pergilah kalau kau hanya menggangguku, Alex."

"Woah, jangan marah begitu." Dia mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Kau tahu kan aku selalu menikmati tontonan yang menarik dan gratis di manapun? Santai sajalah."

"Tidak lucu."

"Oke, baiklah." Cowok itu berdeham sekali. "Aku akan pergi sekarang, kurasa suasana hatimu lebih mudah memburuk semenjak kedatangan cewek itu."

Perempuan itu tidak menanggapi apapun, dia hanya mengalihkan pandangan lagi dan kemudian memerhatikan wajah sosok itu yang masih terlihat damai. Menunjukkan tanda samar untuk segera keluar dari tempat itu.

Sebuah suara pintu yang menutup menyela keheningan tersebut. Perempuan itu mendesah dan kemudian membungkuk untuk mencium sudut bibir sosok itu dan kembali mengusapnya lembut. "Selamat tidur, Wayne."

~°~

"Kau sudah menyelesaikan presentasimu?" tanya Garry.

Emily mengangguk. Mereka bertiga, dengan Kat tentu saja, berjalan bersama menuju kantin untuk makan siang. Cewek itu bersyukur karena dia bisa bersama mereka berdua lagi dibanding dengan Amanda yang terus saja mengingatkannya untuk mengalungkan botol cairan itu di lehernya.

"Aku tinggal memakai referensi yang ada di buku dan mengubahnya sedikit."

Cowok itu menganggukkan kepalanya mengerti. "Aku sedikit khawatir karena selalu memergokimu tertidur."

"Kau melihatnya?" Dia tampak terkejut.

"Ya, tidak sengaja sebenarnya," ujar cowok itu tampak salah tingkah. "Mr. Stuart memang sedikit membosankan hingga aku selalu membuatku melihat ke sekeliling."

"Kau memang selalu merasa bosan dengan pelajaran kan?"

Emily melongokkan kepalanya untuk melihat Kat yang berada di sisi lainnya dan nyengir. "Hai, Kat."

Kat memutar bola matanya tanpa menjawab dan kembali fokus pada buku tebal yang berada di tangannya. Emily sedikit heran dengan cewek mungil tersebut yang selalu membaca bukunya kemanapun dia pergi.

Unlucky mateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang