4

3.6K 259 5
                                    

Bel berdering dengan keras menandakan jam pelajaran yang sudah habis. Beberapa anak dengan cepat membereskan tas mereka dan melangkah keluar kelas, menuju ke tempat masing-masing

Emily meraih tasnya dan bergegas berjalan menuju kafetaria, tempat di mana teman-teman barunya kemungkinan berkumpul, dia berpisah kelas dengan Kat dan Garry di jam ke empat dan tidak satu kelas lagi hingga jam sekolah berakhir.

Ponselnya tergeletak dalam tas tanpa sinyal, tidak bisa menanyakan keberadaan mereka sekalipun cewek itu mempunyai nomor dari masing-masing teman-temannya tersebut. Apa dia perlu memberi nomor baru khusus di tempat ini?

"Yo, Em." Seseorang menepuk bahunya. Dia berjengit pelan.

Bau harum khas vampir segera menyerbu penciumannya dan membuatnya mati-matian menahan mual. Alex, laki-laki yang menepuk bahunya, mengangkat alisnya. "Kau sakit?"

"Ah, tidak." Emily berujar pelan sembari mengukirkan senyum lebar yang dia harap tidak terlihat menyedihkan. "Aku hanya merasa terkejut."

Cowok itu membalas senyumnya, lalu mengedikkan bahunya menuju sekelompok anak yang duduk dengan posisi hampir sama dengan awal pertemuan mereka. Kat, Garry, Liene dan Jordan.

"Mereka ada di sana kalau kau ingin duduk," ucap cowok itu menatapnya sambil mengangkat alis. "atau kau mau ikut denganku?"

"Ajakanmu sepertinya tidak dapat ditolak."

Alex semakin melebarkan senyumnya dan merangkulnya dengan satu tangan. "Kau benar-benar hebat membaca suasana, Em. Aku memang ingin ditemani."

Cewek itu hanya tersenyum miring, mengangkat bahunya acuh tak acuh seakan bukan masalah dan mulai melangkah mengikuti cowok yang berada di sebelahnya tersebut.

"Bagaimana kelasmu?" tanya Alex membuka percakapan.

"Lumayan, mudah dicerna."

Alex meliriknya. "Mudah dicerna? maksudmu makanan atau pelajarannya?"

Dia memutar bola matanya diam-diam. "Tentu saja pelajarannya."

Cowok itu mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Emily curiga bahwa Alex sengaja menanyakan pertanyaan remeh hanya untuk mengisi kebisuan selama mereka berjalan. Dan ternyata memang begitu.

Kedua orang itu sudah berjalan melewati lorong kelas, terdiam sepanjang perjalanan, berbelok melewati kamar mandi dan akhirnya berhenti di lapangan parkir.

Beberapa mobil dan berbagai sepeda gunung menghiasi parkiran tersebut. Emily mendecakkan lidahnya kagum saat menatap selera mobil kau vampir itu yang lumayan walaupun tinggal di tempat yang terpencil.

"Itu dia."

Cewek itu mengikuti arah pandang Alex dan melihat sepasang kekasih yang sedang berdiri memunggungi mereka. Alex berjalan lebih cepat dan dengan segera menonjok pundak si cowok.

"Argh!"

Emily sedikit mengernyit kala mendengar suara kretak menyakitkan dari pundak si cowok. Apa tenaga Alex sekuat itu? Dia tidak mengerti kenapa pukulan calon vampir bisa berdampak seperti itu pada sesamanya.

"Uh, oh, hahaha." Alex tampak tidak bisa menahan tawanya. "Maaf sobat, aku benar-benar lupa akan kelemahanmu."

"Alex," sebuah suara bernada lembut dan memeringati datang dari sosok cewek berambut kecoklatan yang berdiri di samping si cowok. "Aku tidak suka cara bercandamu itu, Wayne kesakitan."

Wayne?

Emily berjalan lebih maju, memerhatikan si cowok yang masih memegang bahunya yang kemungkinan patah dan tangan Alex yang menggaruk tengkuknya sambil terkekeh menyesal pada si cewek. "Maafkan aku, Lauren, Wayne."

Unlucky mateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang