[05] Jalan-Jalan

77 11 0
                                    

Baru saja aku mengendarai motor selama lima menit, di tengah perjalanan pulang, aku baru sadar kalau aku melewati perumahan tempat Karin tinggal. Entah ada bisikan darimana, aku malah berbelok memasuki perumahan tersebut. Entah kenapa, dari kemarin sikapku sangatlah random. Akupun juga tidak mengerti kenapa aku bisa seperti ini. Mengajak Karin pulang bersama, menginap di rumah Nindy, dan sekarang aku malah menuju ke rumah Karin. Benar-benar random dan tidak seperti aku yang biasanya.

Ketika aku hampir tiba di depan rumahnya Karin, aku melihat dirinya yang tengah menyapu di halaman depan. Rajin sekali dia. Aku sebenarnya tak ada niatan untuk bertamu ke rumahnya. Hanya ingin sekadar lewat. Tapi melihatnya yang ada di luar rumah, aku jadi ingin menyapa dan mengajaknya pergi.

"Karin..." sapaku sembari mematikan mesin motorku.

"Win?! Loh kok bisa di sini?" tanyanya dengan ekspresi terkejut sekaligus heran melihat kehadiranku.

"Eh–– aku lagi iseng jalan-jalan aja. Terus nggak tau kenapa malah jadi lewat sini. Hehe," ucapku dengan alasan yang cukup bodoh.

"Hah? Dari apartemen terus jalan ke sini?"

"E.. eh. Ng.. nggak. Aku semalam ke rumah sahabatku yang ada di dekat sini. Kebetulan ada urusan sedikit dengannya," jawabku sedikit berbohong.

"Win?" panggil mamahnya Karin dari depan pintu rumah. "Ternyata ada kamu. Sini masuk."

"Eh. Iya, tante."

Selanjutnya tanganku ditarik oleh Karin untuk masuk ke dalam rumahnya. Melewati pekarangan rumah hingga akhirnya kami tiba di ruang tamu. Dan Karin segera mengajakku untuk duduk di sofa.

"Silahkan di minum airnya. Maaf cuma ada air putih aja. Ngomong-ngomong, ada keperluan apa ya, Win?" tanya mamahnya Karin dengan suara yang santai, tapi malah membuatku sedikit gugup.

"Iya, nggak apa, tante. Nanti saya  minum. Saya mau ngajak Karin jalan-jalan, tante. Apa boleh ya?" tanyaku langsung.

"Oh, hahahaha. Boleh banget dong. Karin ini orangnya jarang banget keluar," ucap mamahnya Karin, kemudian melirik Karin. "Rin, kamu ganti baju dulu sana."

Karin hanya membalas dengan anggukan kepala. Selanjutnya ia segera berdiri dan pergi ke kamarnya. Kini tinggal aku bersama dengan mamahnya. Ah, rasanya canggung sekali.

"Oh iya, Win. Maaf tante lupa ngenalin nama. Nama tante Salsafa. Panggil aja Tante Safa," ucap Tante Safa––mamahnya Karin––memulai percakapan.

"Oh. Baik, Tante Safa," balasku sedikit canggung.

"Yang sabar aja ya kalo lagi bareng Karin."

"Eh? Emangnya kenapa, tan?"

"Dia kalo udah deket sama orang bakalan bawel banget. Padahal kalo belum kenal dia anak yang pendiam. Semenjak lulus SMP sampai kuliah dia nggak pernah bawa temennya ke rumah karena nggak punya teman yang bener-bener deket sama dia."

"Oh. Saya baru tahu kalo Karin sependiam itu. Soalnya waktu pertama kali ketemu, malah Karin duluan yang ngajakin saya kenalan."

"Oh ya? Tumben banget dia begitu. Kalian punya hobi yang sama?"

"Iya, tante. Kebetulan kita sama-sama suka baca novel. Waktu itu saya ketemu Karin di perpustakaan. Gara-gara saya nggak sengaja nabrak dia. Hehe. Ngomong-ngomong, apa dari dulu emang Karin anak yang pendiam?"

"Nggak. Dulu dia periang banget malah. Semenjak ayahnya kecelakaan dan meninggal di tempat Karin berubah jadi pendiam."

Aku sangat terkejut mendengar penjelasan dari Tante Safa. Seharusnya hal ini tidak usah aku tanyakan. Bodohnya diriku yang terlalu penasaran.

Lose | WINRINA / JIMINJEONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang