04-Mengejar Cinta (?) Krist

111 15 3
                                    

Krist baru menyadari, unit kondominium yang ia tinggali ini berjarak hanya beberapa pintu dari unit milik Singto. Pikirnya bagus, karena ia tak perlu repot-repot memesan taksi. Namun baru saja ia masuk ke dalam kamarnya, omelan panjang sudah menyambut telinganya yang mendadak pengang itu.

"Diangkut om-om lo akhirnya? Ngilang semaleman nggak ada kabar, terakhir kita liat lo udah joget-joget aja di pelukan cowok," Janhae, omega dengan sifat keibuan yang mendarah daging itu bersedekap di depan pintu seraya memarahi sahabat nakalnya itu. Namun sebelum ia mengomel lebih lanjut, Janhane terlanjur khawatir melihat kondisi Krist yang berjalan tertatih.

Akhirnya Krist dipapah Janhae menuju kasurnya sendiri. Krist menghela nafas lega, tubuhnya bertemu kasur kesayangannya. Sedangkan Janhae kembali bersedekap di sisi kasur Krist, "Siapa?" Tanya Jan penuh intimidasi.

Omega di depan Jan itu mengeluh, "Minimal rawat gue dulu, kek! Sakit semua badan gue!" Rutuk Krist, "Sahabat macem apa lo?" Rintihnya.

Namun Jan tidak berpindah tempat.

Krist mengalah, "Singto, alpha waktu itu yang gue mintain nomernya," Ketus Krist melirik sinis sahabatnya.

"APA?!"

Gun duduk di sofa dengan Krist dengan malas, mengamati Janhae yang nampak murka dengan Krist. Sepertinya perang dunia akan terjadi. Jujur saja Gun malas, namun Janhae dengan seenaknya mengganggu waktu bermalas-malasannya itu hanya untuk ikut memarahi Krist. Gun tidak punya tenaga, makadari itu Gun hanya datang ke unit Krist demi menyetor wajah pada Janhae tanpa melakukan apapun.

"Salah gue juga nggak peringatin lo dari awal, Krist," Sesal Janhae, "Singto itu playboy banget! Suka gonta-ganti partner! Gue nggak setuju lo ada apa-apa sama dia, Krist," Nasehat omega yang paling tua sekaligus memperingati.

Omega itu duduk di depan Krist, "Walaupun itu cuma temen atau apapun itu, gue sayang sama lo," Janhae meraih tangan sahabatnya, "Lo sama Gun udah kaya saudara gue sendiri, gue mohon jangan berurusan sama Singto, please..." Janhae memelas.

Krist menghela nafas, bergantian menggenggam tangan sahabat wanitanya, "Maaf Jan, gue udah terlanjur suka sama dia,"

"Kit!"

"Denger gue dulu, Jan," Debat Krist, ia menatap Janhae yakin, "Gue emang suka sama dia, tapi gue janji, kali ini bakalan kasih batasan, dan bikin Singto yang ngejar gue. Singto nggak akan bisa tanpa gue,"

***

Hari berlalu begitu saja, kamp kebersihan yang dinanti semua orang itu datang. Mengantongi izin dari universitas, Singto sebagai ketua pelaksana memimpin dengan sejuta pesona yang membuat siapapun terpikat.

Tak terkecuali Krist.

"Eh, gimana sama dia? Katanya mau mepetin?" Lengannya disenggol Karen, Krist tersenyum penuh arti, "Apa sih yang Krist nggak bisa dapet?" Sombongnya.

Tepat setelah keduanya berbisik, sosok yang dibicarakan itu muncul untuk membuka acara dengan sebuah pidato. Pandangannya mengedar dari atas panggung kecil yang dibuat ala-ala. Singto begitu mempesona dengan kaos lengan pendek dan celana olahraga di sana, membius siapa saja yang jatuh hati padanya.

Tak terkecuali Krist.

Dan kini tatapan si alpha di depan sana terhenti pada satu persona yang menjadi audiensnya, Krist yang baru disadari ada di tengah banyaknya peserta kamp yang datang untuk memeriahkan acara yang dikerjakan oleh Singto. Alpha itu terpana dengan senyuman tipis yang Krist berikan sebagai sapaan ramah, namun entah mengapa Singto kembali teringat akan malam itu.

Hingga lidahnya kelu di tengah pidato pembukanya, "Ekhem.. maaf. Jadi tanpa berlama-lama lagi, saya buka acara kita pada pagi hari ini!"

Tepuk tangan riuh menyambut hangat acara yang baru saja dibuka oleh sang ketua pelaksana, para panitia memulai tugasnya menertibkan peserta yang akan bepergian ke pantai tujuan mereka untuk melakukan tugas mulia; bersih-bersih. Kamp kebersihan akan dilaksanakan selama tiga hari dua malam dengan hari terakhir adalah hadiah dari para panitia kepada peserta untuk bersantai sejenak dari kehidupan uni yang sibuk.

Langkah Singto dibawanya menuju Krist yang tengah menata tas pakaiannya di bagasi Bus, "Aku bantu, ya?" Tawar Singto ramah, meskipun tidak terdengar seperti menawarkan bantuan, karena Singto sendiri telah ikut andil dalam pekerjaan Krist tanpa diminta.

Krist yang tengah larut dalam kegiatannya itu berhenti sejenak menyahuti si alpha, "Setahuku, bantuan panitia nggak sampe ngurus ginian juga, ini kan barang pribadi, bukan bersama,"

"Ya, terus? Emang nggak boleh aku bantu-bantu?" Sahut Singto membantah dengan santainya.

Yang lebih muda mengerutkan keningnya sejenak, lalu mengendikkan bahunya acuh tepat saat melihat seorang gadis tengah kesusahan membawa beberapa alat kebersihan yang nantinya akan dipakai esok hari. Krist punya ide, "Kak, kalo mau bantu-bantu, mending bantuin kakak itu, tuh!" Tunjuk Krist pada sosok tadi, "Dia cewek dan harus bawa banyak barang, kakak nggak mau bantuin dia aja?" Ujar Krist seraya tersenyum dan menaik-turunkan alisnya untuk Singto.

Mau tidak mau, Singto menghampiri gadis tersebut dan mengambil sebagian besar alat-alat kebersihan yang dibawanya, meskipun dengan wajah cemberut karena misinya pendekatan dengan Krist mengalami gangguan. Krist yang mengamati dari jauh itu terkikik geli dan mengacungkan dua ibu jarinya pada si alpha karena telah menuruti perintahnya.

***

"Karen, kata lo... eh? Kak Singto? Karen mana?" Tanya Krist kebingungan ketika mendapati teman sebangku di Busnya menghilang sekedipan mata saat ia mengamati pemandangan luar jendela. Orang di sebelahnya telah berganti.

Sedangkan Singto tersenyum ramah tanpa rasa bersalah, "Oh, dia aku suruh pindah,"

"Kenapa?"

Singto tersenyum lembut, "Aku mau duduk sama omega cantik, nggak boleh?"

Jangan luluh, jangan luluh, inget pendirian lo!~ Batin Krist memperingati dirinya sendiri yang tersipu, belum lagi senyuman mempesona yang membuat Krist terpikat, hampir jatuh terlalu dalam kepada pria di sampingnya.

Krist menghela nafas akhirnya, membuang muka, "Terserah kak Singto aja,"

Perjalanan jauh membuat Krist mengantuk karena mabuk perjalanan yang juga menyerang, kepalanya terkantuk kaca jendela berulang kali dengan mata sayu dan kepala yang memberat. Singto akhirnya mengambil inisiatif, tidak tega melihat Krist dalam ketidaknyamanannya, kepala omega itu diraih Singto dan diistirahatkan ke bahunya, "Tidur Krist, nanti kalo udah selesai kakak bangunin,"






Bersambung

(Sebelum) Rumah Cemara [SingtoKrist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang