04. TLAIR

210 39 3
                                    

Aran menatap pelayan pribadinya malas, sepertinya tiada hari tanpa ocehan Gadis itu.

Laine menghela nafas pelan, lalu tersenyum manis. "Tuan Muda, Yang Mulia Pangeran sedang berkunjung. Anda harus keluar menyambutnya, Anda hanya perlu berdiri sebentar dan menyapanya.Lalu Anda dapat kembali ke kamar kesayangan Anda ini."

"Siapa Tuannya disini, Laine? Aku malas, bilang saja aku sakit atau apalah." Aran menenggelamkan kepalanya ke bantal empuk miliknya.

Sungguh bagaimana lagi Laine harus membujuk Tuan Mudanya itu? "Tidak lama lagi pesti ulang tahun Anda, apa Anda ingin ada rumor bahwa Putra Duke tidak memiliki teman karena tidak mengundang satupun anak sebayanya saat ulang tahunnya? Yang Mulia Permaisuri sudah berbaik hati membawa Pangeran untuk menjadi teman Anda, apa ini balasan Anda terhadap kebaikan beliau?"

Ocehan Laine bahkan terdengar seperti lagu bagi Aran, lagipula kenapa mareka datang dicuaca mendung yang cocok untuk tidur siang ini? Merepotkan sekali.

"Permaisuri datang karena ingin mengunjungi Ibu, mungkin dia membawa Pangeran karena tidak ada yang menjaganya." Bantah Aran dengan suara pelan, demi apapun dia sangat mengantuk.

"Astaga Tuan Muda... Apa Anda berpikir Istana Kekaisaran kekurangan Pelayan?"

Oh, benar juga. Mana mungkin Pangeran kesayangan Permaisuri itu kekurangan Orang untuk melayani nya.

Aran bangkit dari posisi malasnya, "Aku hanya akan menyapa sebentar." Sebelum meninggalkan kamarnya, Aran menatap sendu kasur empuknya, selamat tinggal kesayangan ku...

Setelah menempuh perjalanan panjang untuk menyambut Sang Pangeran menyebalkan yang menganggu waktu bermalas-malasannya, akhirnya Aran sampai juga ditaman milik Ibunya. Tempat dimana Permaisuri dan Duchess sedang minum teh dengan elegan, beserta seorang bocah lelaki yang sedang bertingkat imut.

Menjijikkan. Aran berhenti tepat didepan meja yang dipenuhi dessert yang menggoda iman. "Salam kepada permata kekaisaran, Yang Mulia Permaisuri Silvia Dwibala  dan masa depan kekaisaran, Yang Mulia Pangeran Raife Dwibala. Saya Aran Pendragon, Putra Duke. Maafkan ketidak sopanan saya karena terlambat menyapa, Yang Mulia." Aran berusaha menarik bibirnya untuk membentuk senyum sopan.

Permaisuri tersenyum gemas melihat Putra sahabatnya yang menggemaskan itu, "Tidak perlu terlalu formal, Aran. Kita tidak sedang di Istana, Aku mengunjungi Ibumu sebagai sahabatnya bukan sebagai Permaisuri." Tutur Permaisuri lembut sembari membelai surai Aran.

Pangeran melirik Aran, lalu tersenyum datar. Dia bahkan tidak repot-repot menggerakkan kepalanya, angkuh sekali.

"Raife, mana balasanmu terhadap sikap sopan Aran?" Silvia menatap Putranya Deng senyum terbaiknya membuat Raife bergidik.

Senyum datar Pangeran seketika berubah menjadi senyum manis saat menatap Aran setelah mendapat teguran dari Ibunya. "Ah, terimakasih atas sambutannya Aran Pendragon."

"Silahkan panggil saya Aran, Pangeran." Balas Aran sambil menduduki kursi yang memang disediakan untuknya.

Raife yang hanya ingin mengangguk langsung menjawab Aran setelah merasakan tatapan dari Ibunya, "Anda juga dapat dengan nyaman memanggil saya Raife."

"Baik Pangeran Raife."

Kedua Ibu dari anak itu menatap interaksi anaknya dengan perasaan bahagia karena 'kerukunan' anak mareka. Tidak tau saja, jika anak mareka sedang perang tatapan tajam yang ditutupi oleh wajah menggemaskan mareka.

"Sesekali datanglah mengunjungiku di Istana Erina, aku bosan melihat orang-orang munafik yang ingin menjilatku." Silvia menyesap teh miliknya dengan perasaan lelah, menjadi permaisuri tidak semenyenangkan yang terdengar di cerita.

"Aku juga ingin mengunjungimu Silvia, tapi banyak pekerjaan yang harus aku lakukan karena istirahat setelah melahirkan. Aku baru mengerjakan tugasku sebagai Duchess setelah Aran berumur 3 tahun, aku tidak mau melewatkan masa pertumbuhan Aran."

Silvia berkedip terkejut, "Wah... Aku tidak bisa membayangkan sesibuk apa Duke dimasa Istirahat mu. Tapi aku mengerti posisimu sebagai Ibu, bahkan aku ingin istirahat juga tapi Kaisar brengsek itu terlalu sibuk dengan Selirnya sehingga terkadang lupa mengerjakan kewajibannya, yang pada akhirnya Akulah yang harus menyelesaikannya."

Erina berdecak kesal, orang ketiga yang merebut kebahagiaan sahabatnya itu selalu berhasil membuatnya emosi. "Akan kuberikan pelajaran pada jalang itu saat dia berani memasuki pergaulan kelas atas. Ah, memangnya bisa? Dia kan kasta rendah."

Silvia tertawa puas saat mendengar fakta yang diucapkan sahabat baiknya, "Akan ku serahkan tugas itu pada Bunga pergaulan kelas atas. Selir murahan itu memang perlu diberikan pelajaran, andai saja Kaisar tidak melindunginya dari dulu sudah ku singkirkan jalang sialan itu."

Kedua wanita yang memiliki image lembut itu mengangguk puas dengan rencana mareka. Habislah Selir kesayangan sang Kaisar itu.

Aran dan Raife menatap Ibunya tercengang, apa yang baru saja mareka dengar dari para Dewinya...?

Menyadari keterdiaman Putra-putranya kedua Ibu itu tersenyum canggung, "Anak-anak pergilah bermain, cuacanya bagus untuk melihat-lihat taman."

"Benar! Bermainlah bersama dan akrabkan diri kalian. Aran, pimpin Pangeran Raife untuk jalan-jalan di taman kita."

Aran mengangguk patuh, "Baik Ibu." jawabnya masih dengan perasaan terkejut, dia membungkuk sopan pada Permaisuri sebelum mulai berjalan yang diikuti Raife yang memiliki keadaan yang sama dengannya.

Setelah berjalan cukup jauh mareka berhenti didepan air mancur yang berada ditengah taman, "... Hei apa pendengaran ku bermasalah menurutmu?" Raife memukul pelan telinganya untuk membuatnya berfungsi normal.

"Entahlah, apa kau mendengar Ibuku mengumpat? Tidakkan? Sepertinya pendengaran ku juga bermasalah." Jawab Aran sambil mengusap pelipisnya pelan.

Raife menatap Aran, "Aku mendengarnya, Duchess mengumpat. Apa kau mendengar Ibuku mengumpat?"

Aran mengangguk meskipun berusaha menolak fakta tentang Ibunya yang berbicara kasar. "Sepertinya tidak ada yang salah dengan telinga kita."

"Benar! Yang salah itu Selir dan Ayahku! Beraninya mareka membuat Ibu kita mengumpat... Mulut suci mareka ternodai karena dua bajingan itu!"

Aran lagi-lagi mengangguk setuju, "Kita harus memberikan pelajaran pada mareka, karena sekarang kita tidak bisa memberikan pelajaran pada Kaisar maka target pertama adalah Selir!"

Ini kesempatanku untuk keperpustakaan Kekaisaran!

"Ya! Kesalahan kita bisa dimaklumi karena kita masih anak-anak~" Raife dan Aran mempertemukan kedua kepalan tangan mareka seakan lupa dengan hawa permusuhan mareka diawal pertemuan.

"Nah, mari kita menyusun rencana?" Aran menyeringai, bagaimanapun dia harus memanfaatkan kesempatan ini untuk dapat ke Istana secepat mungkin.

Persis dengan kedua Anaknya, kedua Ibu itu juga tengah merencanakan sesuatu untuk menyerang Selir. Sepertinya Selir harus bersiap-siap akan bencana yang akan menyerangnya.

"Itu rencana yang bagus Erina, omong-omong apa yang sedang dilakukan Putra kita ya?"

Erina tersenyum sambil menatap langit mendung yang menciptakan suasana sejuk itu, "Kurasa mareka semakin Akrab."

"Aku juga berpikir begitu, mareka pasti sedang bersenang-senang sekarang."

Mareka berdua menyesap tehnya, menikmati waktu mareka setelah sekian lama tidak bertemu. Setelah hari menjelang sore, akhirnya kedua Anak menggemaskan itu kembali ke tempat minum teh dengan wajah ceria.

"Ibu! Aku ingin mengundang Aran ke Istana!" Seru Raife sambil tersenyum ceria.

Silvia dan Erina menatap Raife dengan wajah tercengang, "... Apa?" Tanya Silvia pada Putranya yang sedang berseri-seri itu.

Lihat? Rencana Aran berhasil. Tunggu Aku kesayanganku, Aku segera datang. Aran menunduk menutupi seringai kecil yang muncul diwajahnya.

The Lazy Aran Is RebornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang