06. Hilang arah

63 55 4
                                    

Noted : Lagu Diambang Karam

Aku mendaki hingga kakiku sakit untuk melangkah.
Aku mencari jawaban sampai harus menemukan kunci jawaban.
Aku mencari jalan supaya memudahkan perjalanan.

Namun ternyata, yang aku cari selama ini ada disini, ada ditubuh ini, aku mencari arah kesana kemari namun ternyata yang hilang adalan tujuan.

Kehilangan hal yang paling aku benci. mencari tempat kesana kesini, mencari ketenangan di tempat sepi,
namun ternyata yang hilang diri sendiri.

Tubuh ini diam, kaki ini sulit untuk melangkah, mata ini terus melihat kebelakang, kepala ini terus berputar akan kata kehilangan.

Terlalu sakit bahkan hati ini tak bisa pungkiri bahwa aku tidak baik-baik saja.

Kehilangan orang yang kita sayang adalah hal yang tak semua orang inginkan, apalagi kehilangan orang yang diambil sang penciptanya.

Pikirku saat itu, "Kenapa tak menemaniku lebih lama?" seolah semuanya nampak seperti mimpi, sekujur tubuh yang saat itu bisa berlari kesana kesini, membuat semua orang bahagia karenanya, kini tubuh itu terdiam kaku, diselimuti, dengan mata terpejam.

Hanya menatap diri ini yang diam diamparan tanah, dengan menyaksikan tubuh itu dikebumikan dan melihat bertaburan bunga di bawah batu nisan, ternyata benar orang yang kita sayang sudah berpulang.

Memang benar, Hari itu seolah dunia tak kembali berputar, kejadian itu seolah terus terulang di kepala, Benar jika Tuhan lebih sayang kepadanya dan ia lebih bahagia disana.

Namun rasanya seperti tidak adil ketika ia satu-satunya yang sangat menyayangi kita, membela kita disaat semua orang menghakimi, meyakinkan kita bahwa kita tak sendirian, kini sudah berpulang.

Kupikir luka itu akan sembuh dengan seiring waktu, namun ternyata salah. Untuk kesekian kalinya lagi dan lagi aku menyaksikan kehilangan orang yang aku sayang.

Setelah kejadian itu, aku kembali menegakkan wajahku, aku tak mau berlarut dalam kesedihan. Namun sialnya kini kata 'Kehilangan' adalah hal yang selalu aku takutkan.

Apapun itu, kehilangan orang dalam bentuk apapun, aku tak mau kehilangan seseorang lagi.

Mereka menghampiriku, merangkulku, dan berkata kepadaku "Aku akan tetap disini" Aku percaya dengannya, setidaknya kata-katanya membuatku tenang saat itu.

Namun ternyata salah, sial aku terlalu mempercayai manusia hingga aku dikhianati untuk kesekian kali nya.

Mereka meninggalkanku secara tiba-tiba, entah karena kesalahanku atau apapun itu, aku bermohon-mohon kepadanya untuk tetap bersamaku, namun ternyata mereka menyudutkanku seolah kesalahanku begitu fatal.

Saat itu mentalku kembali hancur, aku bingung 'aku melakukan kesalahan apa?' namun tak ada jawaban yang mereka katakan sedikitpun.

Sudah terlalu jauh, sangat terlalu jauh, ternyata kehilangan itu menjadi ketakutan yang terus-menerus menghantui pikiranku.

Tahun demi tahun berlalu, rasa takut akan kehilangan itu masih ada meskipun banyaknya orang berkata "people come and go itu ada, semua orang ada masanya, makannya kita harus menikmati waktu sebaik-baiknya"

Kalimat itu menjadi kata penenang saat rasa ketakutan itu selalu muncul, kini yang aku lakukan hanya ingin menjadi orang yang pantas untuk dihargai, namun ternyata tak semua orang bisa melihat itu.

Aku kembali memandang cermin, wajah yang dahulu memancarkan senyumannya yang begitu manis, kini menjadi manusia yang penuh dengan rasa takut.

Saat itu, aku mulai kembali mencari cara aku ini kenapa, ternyata aku ini fokus untuk tidak kehilangan orang lain, sedangkan aku kehilangan diriku sendiri.

Air mataku kembali membasahi pipi. Ternyata lebih sakit ketika diri ini jauh terhadap diri sendiri.

Terlalu menyenangkan banyak orang hingga lupa menyenangkan diri sendiri.

Terlalu melihat pencapaian orang hingga lupa diri ini sudah melewati banyak rintangan.

Ternyata saat itu raga dan tubuhku ada disini, namun ingatan dan pikirku justru tertuju kepada orang sekitar.

Saat itu, yang ada dipikiranku. Jika mereka senang, aku pasti ikut senang, namun ternyata salah tak semua yang aku rasakan bahagia justru diri ini bahagia.

Aku melihat berbagai macam kehidupan, melewati detik demi detik yang tak hentinya menghantam pikiran, aku mencari arah tanpa memikirkan tujuan, aku kebingungan disini, mencari tempat ingin pergi dari keramaian.

Ku rasa hatiku terlalu rapuh, untuk sekedar melihat kondisi yang hampir runtuh, seketika kakiku mencari arah untuk bagaimana terus berjalan tanpa melihat ke belakang.

Maaf atas segala rasa takut yang terus menerus terulang.

Maaf untuk selalu memberi pelukan hingga lupa diri ini butuh akan pelukan.

Maaf untuk berbagai kesalahan yang selalu menyalahkan keadaan.

Maaf untuk mencari arah ternyata diri yang kehilangan arah.

Apapun itu, aku harap sembuh, kehilangan yang tak bisa dicegah, rasa takut yang tak bisa di cegah, aku harap dengan seiringnya waktu bisa terbiasa atas semua yang terjadi.

Berteman SepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang