14. Baikan

2.1K 257 9
                                    

Jungwon menggeleng tak habis pikir. "Bang, gak seharusnya lo ngomong begitu ke Ni-ki."

Sebelum mendatangi Heeseung di kamarnya. Jungwon meminta Sunghoon menceritakan apa yang terjadi saat ia tak ada.

Heeseung memijat kepalanya yang pusing. "Tugas gue banyak, Won. Jadi gue kebawa emosi ke Ni-ki."

Jungwon bersedekap dada. "Itu gak bisa jadi alasan lo ngelampiasin semuanya ke Ni-ki, bang."

Heeseung mengangguk. "Sorry."

"Minta maaf ke Ni-ki. Jangan ke gue."

Heeseung mengangguk lagi. "Gue lagi garap tugas pas dapat telpon dari wali kelasnya tadi. Kepala gue rasanya ngepul karena di satu sisi, tugas gue masih banyak. Di sisi lain, gue walinya Ni-ki."

Jungwon paham tapi ia harus mengembalikan suasana kos yang ramai dan tentram. "Gue menghormati lo sebagai yang paling tua di sini, bang. Gue paham lo lagi sibuk-sibuknya dengan tugas dan nyusun skripsi lo itu tapi gue gak bakal segan negur lo kalo lo emang salah. Sekarang, di mata gue gak ada yang benar. Lo salah karena nyakitin Ni-ki dengan kata-kata lo. Ni-ki juga salah karena bertengkar sama temannya."

Heeseung mengangguk. Jungwon itu bijak. Ia selalu menjadi penengah di antara yang lain. Jungwon menepuk bahu Heeseung. "Besok pagi gue mau liat kita semua udah sarapan bareng lagi ya, bang?"

"Gue usahain."

Jungwon meninggalkan Heeseung. Kembali ke kamar Ni-ki. Ia tersenyum menatap Sunoo dan Ni-ki yang tidur sambil berpelukan. Jungwon ikut bergabung di sebelah Sunoo sehingga posisi Sunoo berada di antara keduanya.

Tengah malam. Ni-ki terbangun. Tiba-tiba merasa haus jadi ia memutuskan untuk ke dapur. Ni-ki meminum segelas air. Ia berencana kembali ke kamar tapi lampu ruang tamu yang masih menyala membuatnya mendekat, ingin mematikan lampu sebelum menyadari ada Heeseung yang masih terjaga dengan laptopnya. Memang ya, anak kuliah tu sudah tugasnya banyak. Jam tidurnya pun berantakan. Ni-ki mau berbalik tapi Heeseung menyadari kehadirannya.

"Ni-ki, duduk sini."

Meskipun masih kesal tapi Ni-ki menurut. Ia mendekat dan duduk di hadapan Heeseung yang masih mengetik di laptopnya.

"Kenapa kebangun?"

"Haus."

Heeseung menyingkirkan sejenak laptopnya. "Maafin gue. Omongan gue pasti nyakitin lo. Maaf karena tugas gue yang numpuk, gue malah emosinya ke lo."

Ni-ki memperhatikan wajah Heeseung yang lelah. Kantung mata yang menghitam. Abangnya pasti kurang tidur. Ada segelas kopi dan rokok di atas meja.

Bukannya merespon ucapan Heeseung, Ni-ki malah bertanya. "Ngerokok, bang?"

Heeseung mengangguk. Ia mengusap kasar wajahnya. "Lagi stres gue."

Ni-ki jadi kasihan. "Gue juga minta maaf ya, bang. Maaf selalu ngerepotin lo karena tingkah gue."

Heeseung menggeleng. "Lo gak ngerepotin. Bukan cuma lo. Gue juga bakal ke sekolah kalo yang lain lagi bermasalah. Maafin kata-kata gue yang kasar ya?"

Ni-ki mengangguk. Setelah merenung sendirian tadi. Ia sadar kesalahannya. Ia mencoba memposisikan diri sebagai Heeseung. Ia mulai menyadari kalau ia yang jadi Heeseung, ia juga akan berlaku sama. Heeseung menarik Ni-ki agar berdiri. Memeluk adik bungsunya itu sambil mengusap punggungnya. Ni-ki membalas pelukannya.

Heeseung melepas pelukan sambil memperhatikan wajah Ni-ki. "Udah diobatin adek ya?"

Ni-ki mengangguk membuat Heeseung mengelus kepalanya dengan sayang. "Temen lo itu biar jadi urusan gue."

Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang