Dari sekian ruang rawat yang ada di rumah sakit ini, hanya ruang rawat milik Esa yang terasa sepi sekali. Kendati disana, ada 5 orang didalamnya termasuk Esa sendiri. Mereka hanya yang saling diam. Untuk beberapa menit lalu sejak kedatangan mereka sampai saat ini.
Baik Dewa, Kelan, Astrid juga Basta sendiri, sama-sama membisu dengan suasana yang begitu canggung. Mereka hanya sesekali saling lirik dan curi-curi pandang.
Sampai-sampai Basta lama-lama jengah sendiri, saat menunggu beberapa orang tua disampingnya untuk membuka konversasi.
"Gimana kondisi kamu, Sa?" Tanya Basta mengawali.
Esa yang masih terkapar lemas itu tak menjawab banyak. Bahkan dengan jelas dia membuang muka tak mau melihat Basta.
"Yah, aku nggak mau lihat mereka!" Ucap Esa tanpa menatap Kelan.
"Sa, jaga sikap kamu!" tegur Kelan.
Esa menoleh, menatap Ayah dengan tatapan bingung, dia mengernyit, alisnya terangkat. Ada rasa terkejut kala Ayahnya justru menegurnya. Padahal, Esa sendiri tak merasa ada yang salah dengan sikapnya.
"Untuk orang kayak mereka, Yah! Kenapa aku harus jaga sikap?"
"Esa!" Bentak Ayah.
Mendapatkan bentakan keras dari Ayah, Esa dengan kecewa membuang pandangannya ke arah jendela ruangan. Matanya menatap gelap langit malam yang sesekali terlihat cahaya kilat disela hujan diluar. Semesta seolah ikut merasakan sesaknya akibat bentakan Ayah yang tak bisa terima begitu saja.
"Aku mau pulang! Kalo mereka nggak pergi aku mau pulang," ujarnya.
Hal itu membuat semua orang diruang itu begitu gelisah, penolakan Esa membuat Astrid dan Dewa menarik nafas dengan berat, hal itu menyadarkan mereka seberapa besar Esa tak menyukai mereka. Pun Basta yang semula ikut terdiam seperti Bunda dan Papanya, kini kembali mengeluarkan suara. Tak peduli jika Esa akan kembali mengeluarkan kata-kata kasarnya, seperti sebelumnya.
"Esa,—"
"Apa?! Gue juga nggak mau lihat lo, Bas!" Dengan nada yang meninggi Esa memotong perkataan Basta tanpa ampun.
Melihat bagaimana Esa tak bisa sama sekali diajak bekerja sama, tentu mempertahankan diri didalam ruangan itu tak akan membuahkan hasil apa-apa. Selain, hanya akan memperburuk suasana.
"Mungkin baiknya kita ngobrol diluar," ajak Dewa.
Meskipun sebenarnya, Kelan tidak pernah suka dengan apapun yang Dewa lakukan, tapi kali ini ajakan Dewa ada benarnya. Tanpa menjawab lebih Kelan memimpin langkah keluar dari ruangan.
Belum sampai satu menit, Kelan berada di depan ruangan. Bahkan Kelan dengan jelas melihat bahwa Basta baru saja selangkah menginjak lantai diluar ruang. Tapi tiba-tiba saja satu tanya mengudara.
"Mas, kok Esa bisa drop?" Tanya itu dilayangkan oleh Astrid.
Kelan tahu betul Astrid bertanya dengan nada seolah mendakwa Kelan secara tidak langsung.
"Kalau pertanyaan kamu bermaksud mau menyudutkan saya, saya tidak bisa berbuat banyak. Karena saya pulang sudah menemui Esa pingsan dikamarnya. Yang jelas, saya tidak melakukan hal buruk," jelas Kelan.
"Bohong!! Ayah itu kasar! Bukti apa yang bisa ayah kasih biar aku percaya! Pasti Esa stress karena sikap dingin Ayah!" Basta menyela dengan cepat.
Kelan lantas menarik nafas panjang, dia tersenyum getir sekilas.
"Mau ayah berbicara sebanyak apapun, kalau percayamu sudah ngga ada pada Ayah percuma, Bas. Tapi Ayah bisa jamin Ayah ngga sejahat itu sama Anak ayah sendiri,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon Under The Rain
Fanfiction"Kalau waktu bisa diulang, menggapai lo adalah hal yang bakal pertama kali gue lakukan." -Basta