Dengan putaran roda motor Basta yang dikendarai begitu kencang seperti kesetanan, Esa bisa merasakan panasnya diri Basta yang sedang membawanya membelah hujan menyusuri jalan besar.
Kala itu, Esa tau seberapa jauh dititik emosi Basta sudah meledak. Yang Esa pegang erat-erat pinggangnya itu, bukan lagi sosok Basta. Tapi sudah seperti orang lain.
Jujur, rasa takut itu sudah memenuhi kepala Esa. Tapi meminta Basta untuk berhenti sekarang dia tidak bisa, jika itu bisa maka sudah dari tadi dia sampaikan. Dan tak seharusnya dia ada dikondisi sekarang.
Sedangkan bagi Basta, anak itu tidak sadar sama sekali. Dia hanya merasa segalanya telah penuh dikepalanya, hatinya sudah terasa sesak bersama dengan panas yang hadir membakar relungnya.
Karena sekarang Esa sudah ada diboncengannya, dia hanya ingin segera membawa Esa pulang, menyampaikan kalimat panjang yang dari tadi gagal dia sampaikan. Dan kalimat itu harus Esa ingat atau bahkan camkan.
Sebagai konsekwensi dari tindakannya yang telah membuat Basta tak bisa tidur beberapa malam dan hampir mati karena takut, khawatir, dan kebingungan.
Semua itu mendorong Basta demikian nekat menembus hujan menerjang dingin rinai yang turun dan menghantam. Maka disaat itu motor yang dikendarai dengan kecepatan tinggi itu, melesat begitu kencang.
Sampai saat, tiba-tiba saja ada sebuah truk yang sebenarnya baru akan masuk kedalam jalur lintasan, tapi hal itu membuat Basta kaget dan membanting setirnya.
Saat itu, Basta tak tahu bagaimana semuanya terjadi. Semuanya berlangsung begitu cepat, secepat kilat dilangit berkilau sesaat.
Tau-tau badannya sempat mati rasa sekian detik. Hingga perlahan, kakinya terasa pedih, sakit dan kaku. Stang motor yang tadi ada dalam genggaman sudah tak lagi dia pegang.
Dia menoleh ke sudut lain. Dalam pandangannya yang berkabut akibat air yang menempel di kaca helmnya, dia bisa melihat bagaimana Esa terkapar di dekat trotoar dengan genangan darah disekitarnya. Anak itu, tampak meringkuk dengan wajah pucatnya yang teraliri darah segar dan rambut yang lepek terguyur hujan. Ketika itu juga, hati Basta dibuat sakit, sesakit-sakitnya, hingga untuk memanggil Esa dan menggapainya pun dia tak berdaya.
"Sa...." Lirih sekali panggilnya.
Halo,
Jadi gini, akhir-akhir ini kalau yang udh tau kontak ku mungkin bakaln paham ya kalau bulan ini saya banyak kesibukan. Kalian pasti tau update alasan kesibukan saya. :-)
Dan sempet mikir juga sih mau saya tarik Esa-Basta. Karena awalnya Esa Basta jga iseng doang. Karena kangen update. Hehe.
Kalau, saya usahakan untuk coba lanjutkan kisah Basta-Esa, tapi cuma dalam bentuk PDF, ada yang mau?
Nggak memaksa, karena outline nya sih emang cuma belasan bab/ chapter. Nggak banyak. Tapi insyaallah juga masih lowbudget, untuk PDF nya.
Klo banyak yang mau, nanti saya usahakan untuk lanjutkan. Klo nggak ya terpaksa ditarik, karena ngga tau kapan mau lanjutin sementara saya ada prioritas yang lain kan.
Comment ya kalau mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon Under The Rain
Fanfiction"Kalau waktu bisa diulang, menggapai lo adalah hal yang bakal pertama kali gue lakukan." -Basta