V: Become a camaraderie

120 35 9
                                    

Welcome to chapter V
Vote dulu sebelum baca
Happy reading

Libur akhir pekan menjadi momen yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat kota Ordwen. Di akhir pekan, pemadaman listrik akan dijalankan, dan satu hal penting yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana ketika kota terbesar di Pulau Voncas itu menjadi lebih bising dan ramai dari hari-hari biasanya.

Pada pemadaman listrik yang kesekian kalinya, sejumlah tempat-tempat umum seperti taman kota, tempat hiburan, pabrik, pusat perbelanjaan besar, rumah sakit, dan kantor-kantor yang mengurus masalah layanan publik dikecualikan oleh pemerintah.

Sedangkan, tempat-tempat seperti sekolah, penginapan, toko-toko di pinggir jalan raya, apotek, dan semua rumah makan yang ada mengalami mati listrik total. Hal ini memungkinkan para pemilik atau pengelola tempat-tempat tersebut harus menggunakan lampu sumbu, senter, lilin, dan alat bantu penerang lainnya.

Mati listrik total juga turut dialami oleh seluruh masyarakat kota Ordwen, mengingat kebijakan ini memang khusus diperuntukkan untuk seluruh rumah-rumah yang ada di kota tersebut. Inilah yang memicu orang-orang menjadikan akhir pekan sebagai masa paling dinanti-nanti.

Tak hanya rehat sejenak, orang-orang justru akan menikmati libur akhir pekan mereka dengan jalan-jalan keluar rumah untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, atau rekan kerja. Mereka semua akan berkumpul dan memadati banyak sekali tempat-tempat umum kota Ordwen untuk menggunakan fasilitas yang ada. Tak jarang pula mereka bergantian menggunakan aliran listrik yang masih hidup di beberapa tempat tersebut untuk mengisi daya ponsel pintar mereka.

Setelah kemarin usai menutup diskusi mereka yang terjeda, Greva yang berusaha memenuhi tenggat waktu tugas kelompoknya itu  malah berkutat habis-habisan di rumahnya sebelum ia menuju ke pusat perbelanjaan. Setelah memastikan untuk yang terakhir kalinya bahwa tak ada lagi kesalahan pada laporannya, ia kemudian mengarahkan kursor laptopnya menuju beranda lain. Tangannya dengan cekatan bergerak cepat, menari-nari di atas papan tombol sebelum opsi send menjadi pilihannya.

Greva meraih cangkir di sampingnya dan menyesap isinya sampai tandas. Ia menutup laptopnya dan menuju tempat tidurnya di mana ponselnya tergeletak di atasnya. Pukul 22.14 terpampang pertama kali saat Greva mengangkat ponselnya itu. Satu gerakan usap ke atas membuat layar itu menampilkan banyak sekali notifikasi pesan masuk dan panggilan suara tak terjawab.

Segera ia berjalan mengitari kamarnya, membuka lemari pakaiannya dan menarik satu kardigan navy. Ia merapikan rambut brownnya yang sudah sampai sepundak dan memoleskan sedikit perona pada bibirnya.

Setelah merasa cukup, ia berbalik kembali untuk mengambil sebuah powerbank dan satu buah tiket di atas nakasnya, ia melesat keluar dan nampak terburu-buru menuruni anak tangga rumahnya. Greva hanya berharap ada taksi yang akan melintas di depan rumahnya.

—•°•*•°•—

"Filmnya sudah mau mulai, apa dia mengangkat teleponmu?" tanya Fadhel menurunkan ponselnya dari telinga.

"Tidak. Pesan yang aku tinggalkan juga belum terbaca," jawab Hania memastikan kembali room chatnya.

Kini mereka berdua tengah berada di antrean pemesanan popcorn sebelum memasuki bioskop. Sejak kemarin, sepulang sekolah, Fadhel tiba-tiba mengirimkan gambar tiga buah tiket menonton pada obrolan grub mereka. Fadhel sengaja memesan tiket tersebut dan mengajak dua teman sekelompoknya itu untuk menikmati alur cerita dari sebuah mahakarya bergenre ilmiah yang baru saja dirilis bulan ini. Fadhel beralasan bahwa dengan menonton film ini, mereka bertiga akan mendapatkan inspirasi untuk Rofter Project sekaligus sebagai healing.

GLOBAL WARMINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang