Ratih, perempuan berwajah tirus dengan tubuh bak model itu melengang pergi ketika ia sempat cekcok dengan janda Baru yang barusaja pindah dari desa seberang.siapa lagi kalau bukan Tiara perempuan sok polos yang suka menggoda calon pasangan Ratih.
Sudah dua tahun Ratih menjanda sejak suaminya Arman pergi merantau yang katanya sudah meninggal ternyata sudah menikah lagi di Sulawesi.
Perempuan berbibir ranum itu mengepal mengingat Joni lebih membela Tiara di banding Ratih calon istrinya.
Suasana desa mencekam ketika malam, ya...desa widodari adalah tempat keramat konon katanya, dahulu nenek moyang mereka cantik rupawan bak bidadari.namun, kecantikan itu di dapat dari kegiatan yang melibatkan mahluk gaib di gunung bambu di belakang desa widodari.
Namun sejak datangnya penduduk baru lama kelamaan tradisi menyembah mahluk gaib itu sirna dan perempuan tidak terlalu tertarik dengan kecantikan.
Mereka di ajarkan mengaji dan sembahyang oleh penduduk baru yang sudah lama memeluk agama islam.oleh karna itu ,jika mengunjungi desa widodari kalian akan mendengar suara azan dan beberapa santri mengaji sehabis magrib.
Ratih menghentikan langkah ketika sampai di halaman masjid. Senyumnya merekah, gadis-gadis bermukena itu berlarian dengan riang.andai saja hubungan pernikahannya tidak hancur ia mungkin sudah punya anak seusia mereka.
"Mbak Ratih,mau kemana?"sahut mbak Ijah, perempuan yang hampir berusia empat puluh tahuh.meski sudah berumur Ijah terlihat jauh lebih muda dari Ratih yang berusia 35 tahun.
"Habis dari warung,mbak,"kilahnya.
"Yang bener kamu?"ucap mbak Ijah seolah ia tau jika Ratih baru saja melabrak janda kembang baru di desanya.
"Kamu habis ngelabrak Tiara kan?"
Wajah Ratih pucat pasi sekaligus malu
Ia tak mungkin menghabiskan tenaga untuk melabrak pelakor itu jika bukan karena ia menyukai Joni dan rasa cintanya yang lebih besar.
"Mbak Ijah diem aja ini urusan ku"tukas Ratih.
Ijah memang terkenal memiliki suami yang paling romantis dan mesra.namanya mas Anang ia kaya dan punya sawah banyak hidup mereka lengkap dengan di karunia anak perempuan berusia 9tahun.orang-orang iri dengan kehidupan mereka yang nyaris tak pernah terlihat menderita.
Tak seperti kebanyakan penduduk desa widodari yang makan untuk sehari saja harus bekerja keras.
"Aku mengerti kok masalah kamu,aku dulu juga seperti itu..."
"Diam,mbak!" Sarkas ratih.mbak Ijah tak tau apa-apa mungkin ia sama saja seperti ibu-ibu desa lainya. Berdalil menjadi teman curhat lantas menggosipkan nya sampai kemana-kemana. Apalagi statusnya menjadi janda suka di bawa-bawa.
Ia semakin panas lantas melengang pergi.lambat laut rumah bambu peninggalan bapaknya sudab miring. Atap terasnya sudah reot tak tau kapan Ratih bisa memperbaikinya.jangankan untuk renovasi rumah makan saja ia harus buruh menanam padi di sawah.oleh karena itu kulitnya lengam tersengat terik matahari setiap siang.
Terik Matahari cukup panas namun Ratih dan petani lainya tak peduli dengan berbekal baju panjang dan caping mereka begitu semangat mengisi bidak-bidak sawah itu dengan bibit padi kecil yang nantinya akan di panen dan mereka akan mendapatkan bayaran setelah cair.jika tidak cair mungkin juga mereka hanya mengisap jempol dengan bayaran yang terbilang sedikit.
"Mbak Tiara dari mana?" Tanya pak Mamat lelaki yang juga matun di sawah.ia sudah punya istri yang tengah hamil tapi masih saja menyapa perempuan lain.
"Ini dari belanja,"ucapnya mengangkat beberapa plastik putih belanjaan dengan logo toko baju yang terkenal di pasar.
"Wah...mbak Tiara habis beli baju?"tanya wanita lainya,"kalo kami boro-boro beli baju uang habis buat makan aja."
"Ya...kalau bukan karena orang tua saya gak mungkin saya bisa beli semua ini.saya juga pengangguran."
"Makanya banyak yang suka sama mbak Tiara."
Ratih berwajah masam. Bahkan ketika Tiara senyum kepadanya bibir mungilnya juga menyapa namun tak di hiraukan.ia semakin terbakar, mengingat dulu ialah yang menjadi kembang desa.
Setelah selesai dengan pekerjaannya Ratih mencuci kakinya yang berlumpur di parit kecil sawah.ia turut menuntun Bu Mirna wanita berusia lima puluh tahun yang masih aktif matun.
Di kejauhan putrinya Lia datang membawa rantang putih yang langsung di sambut hangat Bu Mirna.
Seperti biasah mereka bertiga berteduh di bawah pohon mangga di sebelah barat persawahan. Beberapa petani masih ada di sana menikmati bekal mereka.begitu juga dengan Bu Mirna dan Ratih mereka memang akrab sejak awal sudah seperti kerabat sendiri.
"Makan yang banyak Ratih,"Bu Mirna menambahkan ikan tongkol di piring Mirna yang hanya ada nasi dan rebusan daun singkong yang di lengkapi sambal orek.
Ratih mengucap terimakasih,"ibuk repot-repot aja sih..."
"Kayak gak biasanya aja, udah makan aja itu lia yang masak Lo."
Ratih melirik gadis bertubuh semapai tengah asik bermain di samping parit yang katanya ada ikan kecil-kecilnya ia di ikuti beberapa anak kecil yang penasaran.
**
Yang tersisa hanya rasa lelah.sore sekitar jam tiga semua pekerjaan telah usai.entah keberuntungan apa Ijah memberhentikannya dan memberikan nasi kotak berisikan ayam bumbu merah dan nasi kuning.aromanya menggoda membuatnya ingin cepat sampai rumah.
Suara samar dari pos ronda membuatnya menghentikan langkah sejenak,ia hapal betul itu suara Joni dengan temanya Apri.
"Kamu yakin mau nikahin Ratna?" Tanya April pria berambut gondrong sebahu dengan codet di bawah pipinya yang ia dapat dulu ketika berkelahi sewaktu SMA.
Joni menyeruput kopi terdiam sejenak,"ah...dia hanya perempuan yang ku gantung.dan akan ku kunjungi di saat sepi."
"Alah...omongan sudah kayak penulis aja,Jon?"canda Apri,"tapi kalo janda Baru itu ok juga, kalau Deket dia betah orang baunya wangi banget."
"Aku memang memandam perasaan pada dek Tiara.tapi dia terbiasa hidup kaya jadi mungkin saja dia meninggalkan ku jika tidak punya apa-apa."
"Memang orang miskin gak usah pilih-pilih jodoh.tuh,si Ratna aja. Dia itu paket lengkap pinter masak,pinter nyari dan pastinya nanti pinter jaga anak.kalau Tiara sih cuma cocok jadi simpanan aja..."kekeh Apri.
Mendengar pembicaraan itu Ratna tak terima.wajahnya memerah tangannya mengepal.kakinya terhentak keluar dari tempat persembunyian dan menampar rahang tirus Joni.
"Kamu tadi ngomong apa mas?"teriaknya, beruntung keadaan sedang sepi jadi tidak ada yang tau,"dia lebih baik daripada aku,katamu?"
Joni memutar bola mata kemudian mendorong tubuh perempuan berambut panjang itu beberapa inci,"kamu gak pernah ngaca ya? Lihat kulitmu hitam rambutmu kusam acak-acakan.dan kamu bau lumpur."
Ratih terdiam kali ini ia tak bisa berkata-kata.hatinya remuk mendengar cercaan dari sosok yang sangat ia cintai.satu-satunya orang yang menjadi harapan utamanya.
Harapannya untuk menikah pupus.mungkin takdir memang ingin ia menjadi janda tua yang tak punya tempat Sandara hidup sendirian dan matipun tak ada yang menangisinya.
Rasa laparnya sudah hilang ketika sampai rumah sekotak nasinya pun belum di sentuh.ia merenung di depan cermin memegang wajahnya yang memang legam.
"Andai aku cantik kayak mbak Ijah,pasti Joni bakal bertekuk lutut sama aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDI DARAH
Horrorsakit hati, setelah kedatangan janda bernama Tiara di kampung widodari. Ratih harus merelakan calon suaminya di rebut. ia harus menerima ejekan serta olokan Joni (calon suami) tentang bentuk tubuh dan wajah yang tidak secantik Tiara. tapi, di sela k...